Share

Bab 44 Pertengkaran

Maria Anna Luka Hendrikova, Richard Lexi, Tania dan sang tuan rumah, Eva Laika terlihat berada di meja makan besar dan panjang di kediaman keluarga Medyedev. Namun tak seperti makan malam yang diharapkan! Suasana tegang dan dingin membalut makan malam itu seperti di rumah berhantu. Penuh misteri dan teka-teki. Netra biru Maria yang tak pernah luput dari Tania membuat wanita cantik yang duduk di sebelah serigala Lexi sangat tak nyaman. Lexi sejak awal mengetahui jika sang mama telah menjadikan Tania sebagai 'target' dirinya. Namun, Lexi juga tak ingin mempermalukan Eva yang dulu memiliki hubungan spesial dengannya.

"Eva, kapan papamu akan kembali dari Belanda?" tanya Maria seraya mengangkat gelas berisi wine jenis rose wine. 

"Mungkin esok atau lusa, Tante."

"Begitu ya, sayang sekali ... padahal ada yang ingin Tante bicarakan dengan papamu. Tante pikir dia akan langsung kembali dari Belanda." Hembusan napas panjang di keluarkan Maria di sela minumnya.

Lexi menghentikan makan malamnya. Tanpa basa basi, dia meraih tangan Tania dan membawanya meninggalkan meja makan dengan paksa.

"Eh, Tu--ah, Lexi! Apa yang kau lakukan?" tanya Tania terkejut.

"Menurutmu apa? Kita pergi dari sini!" tegas Lexi.

"Hah? Apa? Ta--tapi kenapa?" tanya Tania masih tak mengerti.

"No time for explain!" sahut Lexi membuat terkejut Eva dan sang mama, Maria Anna.

"Ka--kau mau ke mana, Lexi?" tanya Eva spontan memegang pergelangan tangan pria dambaannya itu.

"Pulang!" sahut Lexi tanpa banyak kata meninggalkan sang mama dan tuan rumah.

"Apa? Pu--pulang? Maksudmu?" tanya Eva langsung bangun dari duduknya dan memegang tangan Lexi.

"Lepaskan, Eva!" ucap Lexi menatap tajam dan dingin wanita cantik itu.

Tania semakin dalam terperosok ke dalam lingkaran yang dia sendiri pun tak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara mereka bertiga. Dirinya semakin terpojok dan serba salah ketika Lexi mengangkat tangan Tania tinggi dan menunjukkannya langsung di depan wajah Eva Laika.

"Kau tahu apa artinya ini, Nona Eva Laika?" seringai Lexi.

Eva bergeming. "Kau hanya ingin menguji kesabaranku, Lexi! Kau hanya ingin mengetesku!" 

"Hahahahaha ... aku tak tahu jika kau ternyata wanita yang sangat percaya diri sekali, ya. Maaf, Ma aku harus pergi! Aku dan Tania, kami tak bisa lagi melanjutkan makan malam di tempat ini!" tegas Lexi langsung meninggalkan kediaman Medyedev.

"LEXI ... LEXI ... LEXI!!!" seru Eva mengejar pria pujaannya hingga ke ke luar pintu rumahnya, nanun sayang Lexi telah pergi meninggalkan mansion besar nan megah itu.

Maria yang melihat sikap Lexi yang sudah di luar batas kewajaran segera menghubungi beberapa bodyguard kepercayaannya dan tanpa basa basi meminta mereka untuk menangkap dan membawa Lexi kembali ke rumah utama.

"Lexi! Apa kau gila! Apa yang baru saja kau lakukan? Bagaimana mungkin ..."

"Bagiku mungkin! Dan aku tak mau berdebat denganmu atau siapapun juga, paham!" seru Lexi mulai menunjukkan sifat aslinya.

Tania mulai kehilangan kesabaran. Tanpa diduga, dia memegang kemudi stir dan membantingnya ke arah kiri sisi jalan. Tak pelak Lexi terkejut dengan aksi nekat yang dilakukan oleh Tania yang hampir menabrak hydrant jika Lexi tak segera menghentikan kendaraannya.

"Tania! Are you crazy!?" teriak Lexi dengan kesal.

"Ya! Aku gila, kenapa? Tak suka? Aku juga sama tak suka dengan sikapmu terhadap Nona Eva!" seru Tania tak kalah kesal.

BANG!!!

Lexi memukul kemudi stirnya dengan keras dan membuat Tania berdecak kaget. Tak ingin mencari keributan, Tania segera keluar dari mobil Lexi namun ditahan olehnya.

"Kau mau ke mana?" tanya Lexi mencengkram tangan Tania kencang.

"Ouch! Lepaskan Lexi, kau membuat tanganku sakit ..." rintih Tania menyipitkan matanya.

"Tidak! Aku tak 'kan melepaskanmu! Bukankah kau sendiri yang mengatakan kau senangn dengan laki-laki yang tak hanya obral kata-kata! Dan sekarang akan kubuktikan padamu jika aku bukanlah laki-laki yang mengobral ucapan!" tegas laki dengan netra tajam menatap Tania.

Keributan dua insan beda jenis kelamin itu pun terhenti ketika melihat dua buah sedan hitam tiba-tiba datang dan mengepung mereka berdua. 

"Apa lagi sekarang!?" kesal Tania melihat enam orang pria mengenakan pakaian kasual dengan tubuh tinggi tegap menghampiri mereka berdua.

"Bukankah mereka ...." Lexi menyipitkan dengan tajam ke arah para pria berbadan tegap itu.

"Selamat malam, Tuan Lexi." Salah satu dari keenam pria tegap itu menyapa.

"Ada apa kalian datang mencariku?"  sapaan dingin datang dari Lexi pada keenam pri berbadan tegap itu.

"Kami diperintahkan oleh nyonya besar untuk membawa Anda ke rumah utama."

"Rumah utama? Nyonya besar? Apakah mungkin ..." Tania menatap para pria tersebut dengan ekspresi sedikit takut namun penasaran.

Tanpa diduga, Lexi memasang badan berdiri di depan Tania yang merada ketakutan dan berkata, "Apa yang mama inginkan? Kenapa aku harus kembali ke rumah utama?"

"Maaf, Tuan Lexi. Tapi bukan wewenang kami untuk bertanya seperti itu."

"Sudahlah Tuan Lexi! Kenapa harus ambil pusing, ikuti saja kemauan ibumu. Apa susahnya!? Toh, Anda juga yang memulai menyalakan bara api!" ketus Tania.

Lexi langsung menoleh ke arah Tania, menatap dirinya datar namun terselip kesedihan mendalam. Tania memalingkan wajahnya dan membalikkan badannya, seakan memberi isyarat agar Lexi segera pergi.

"Itukah maumu, Tania?" tanya Lexi merendahkan suaranya.

Tania mengangguk tanpa melihat ke arah Lexi. "Ya! Itu mauku."

Tanpa banyak kata, Lexi mengikuti kemauan Tania dan pergi meninggalkannya sendiri di tempat yang Tania sendiri pun tak tahu.

"Mobilmu ..." ucap Tania.

"Kau bawa saja. Di dalam sana sudah ada GPS yang bisa membantumu menemukan jalan pulang ke hotel. Hati-hati di jalan," ucap Lexi bergegas meninggalkan Tania.

Entah mengapa ada rasa sedih dan sesak di dada Tania melihat kepergian Lexi yang diperlakukan bak tahanan oleh ibunya sendiri. Rasa sedih kian memuncak ketika ia ingat bagaimana ia menahan emosi menghadapi wanita yang bernama Eva Laika meskipun Lexi tak menunjukkan di depannya. Ada debar, kesal, marah, tapi juga kasihan bersemayam di lubuk hatinya. "Apakah ini pertanda aku mulai menyukai Lexi?" gumam Tania mendongakkan kepala, melihat taburan bintang di langit Rusia yang menemani kegundahannya.

"Tuhan, apakah ini karmaku ..." keluh Tania dalam lirih.

Kediaman Keluarga Hendrikova

PLAK!!!

Cap lima jari dengan kencang mendarat di pipi sang CEO cassanova. Tangan mulus dan putih sang bunda tak kuasa menahan segala amarah dan emosi yang sejak tadi ditahan! Dengan menyipitkan tajam mata besarnya, Maria terus menatap sang putra tercinta yang hanya berdiri di hadapannya seraya menundukkan kepala.

"Kenapa? Ada apa denganmu? Lihat aku!" seru Maria dengan emosi.

Lexi bergeming, tak ada satu kata pun terucap dari bibirnya yang biasa memberikan perintah dan umpatan kasar kepada orang-orang yang tak ia sukai.

"Diam? Kau diam, Richard Lexi? Mama sedang bicara padamu! Mama ingin tahu, siapa sebenarnya wanita yang bernama Tania itu? Bagaimana kau bisa mengenalnya dan tahu banyak tentangnya? Apa kalian ..." Maria menyipitkan tajam matanya penuh curiga.

"Bukankah sudah kukatakan, dia seorang fotografer dari Indonesia, dia putri dari salah satu pengusaha terkaya dan ternama di sana dan dia ... tamuku!" tegas Lexi kali ini netra hijau Altai-nya bertemu netra biru Laut Hitam milik sang mama.

"Apa? Tamu? Tamu apa? Kenapa Mama tak pernah tahu!?" tanya Maria penasaran.

"Bukan tamu penting," sahut Lexi.

Maria menarik napas dalam-dalam dan menahan segala emosi dalam dadanya. Urat-urat biru tampak jelas di lehernya dan deru napas yang ia keluarkan pun tak beraturan.

"Lexi, apa ... apa wanita ini, Tania sufah menikah? Apakah yang dikatakan Eva benar adanya?" Maria berusaha tetap tenang dan bicara pelan dengan sang putra.

"Masalahkah, Ma? Menikah atau belum bagiku bukan masalah! Itu hanyalah sebuah status! Hanya sebuah janji di atas kertas yang bertanda tangan, tak lebih!" sahut Lexi senyum simpul.

"LEXI!!!!" teriak Maria yang membuat para asisten rumah tangga di keluarga Hendrikova penasaran dan mengintip ke arah ruang tamu.

"Jaga ucapanmu! Jaga mulutmu! Bisa-bisanya kau berkata begitu! Mana etikamu? Mana caramu memperlakukan wanita?" teriak Maria memegang kerah tuksedo Lexi dengan kencang.

"Maafkan Lexi, Mah. Tapi sepertinya pikiran kita tak sejalan. Lexi punya pemikiran sendiri. Dan bagi Lexi, Tania lebih dari apa yang Lexi inginkan." Ucapnya kemudian segera mengambil langkah menuju pintu keluar kediaman Hendrikova.

"LEXI!!! SEKALI KAU MELANGKAH KELUAR PINTU ITU, MAKA KAU TAK AKAN BISA MASUK KEMBALI!!!" teriak Maria mengancam.

Lexi yang telah berdiri di muka pintu sambil menghela napas panjang, kemudian berkata, "Selamat tinggal, Ma." Tangan Lexi membuka gagang pintu warna coklat kayu bersapukan emas dengan sekuat tenaga.

Maria tak dapat menahan kesedihan atas jalan yang dipilih oleh Lexi. Dengan geram dan kepalan tangan yang kuat, dia berkata pada para bodyguard-nya yang sejak tadi berdiri di luar ruang keluarga, "Cari dan temukan wanita yang bernama Tania sampai dapat! Bawa dia padaku! Hidup atau mati!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status