Share

JEBAKAN AGNES

Pagi ini, Neona dan kedua sahabatnya Moly dan Laras menapaki halaman sekolah mereka. Sekolah yang sudah berhasil membuat Neona tak mengajukan pindah. Berkat Moly dan Laras, gadis itu bisa bertahan sampai detik ini. Meskipun Agnes, rival Neona kerap mengganggu gadis itu dengan berbagai bullyannya.

“Apa kabar, Lo?” sapa Agnes dengan gengnya, Nensi dan Mega. Tiga gadis centil dan cantik namun sombong. Mereka selalu mengganggu anak baru dan menganggap diri, cewek paling popular di sekolah mereka.

“Nes, gue heran sama lo, keberatan banget ngelihat gue bahagia, lo nggak ada kerjaan ya?” sahut Neona berkacak pinggang.

“Ya, Nes, Neona benar, lo nggak ada kerjaan lain selain gangguin dia? Nggak kapok lo sama akibatnya ganggu anak Jendral?” timpal Moly.

Sejak mengecam pendidikan di sekolah itu, entah berapa kali Agnes mengalami hukuman dari pihak sekolah karena pengaduan Neona pada ayahnya. Tak hanya itu, ketika Adnan mulai bertindak untuk menyelamatkan Sang adik dari gangguan teman-temannya. Laki-laki itu tak berkebaratan berperan menjadi pacar Neona hanya untuk memprovokasi teman-teman Neona. Moly dan Laras hanya terkekeh ketika  mereka mulai membalas perbuatan Agnes.

“Lo tenang aja, gue ke sini bawa bendera perdamaian.” Ucap Agnes memperlihatkan wajah penyesalannya. Nensi dan Mega merengut heran melihat drama dadakan Agnes. Moly dan Laras, tak kalah herannya mendengar kalimat Agnes.

“Na, hari ini matahari terbit dari timur , kan, Na? nggak dari barat, kan?” ledek Moly yang menyipitkan matanya mengedar ke atas langit.

“Iya, gue yakin, Ly, matahari terbit dari timur kok, jendela kamar gue kan menghadap timur.” Sambung Laras yang mengikuti aksi Moly.

Sementara Neona hanya tersenyum lebar menanggapi sikap ganjil rivalnya itu. Ia menatap lekat pada wajah cantik Agnes, ia mencoba menemukan sebuah kejujuran pada raut gadis itu.

“Bagaimana gue bisa yakin kalau lo benar-benar taubat?” lirihnya sinis.

“Gue serius, Na. Kalau lo nggak percaya, malam ini kita clubbing, gue yang traktir. Sumpah! Gue sungguh-sungguh.” Tekan Agnes dengan wajah lugunya.

Lama Neona mengamati wajah sungguh-sungguh Agnes. Iapun menghela napas dalam dan menyetujui permintaan Agnes. Moly dan Laras yang sempat merasa curiga, kini hanya pasrah karena Neona sudah memutuskan. Begitulah, jika Neona sudah memutuskan sesuatu, baik Moly atau pun Laras tak bisa berbuat apa-apa lagi.

“Na, apa nggak sebaiknya kita libatin kak Adnan?” usul Moly ketika ketiganya tengah menikmati camilan bakso saat jam istirahat di kantin sekolah.

“Nggak ah, kasihan kak Adnan, apalagi kayaknya dia lagi banyak kerjaan di perusahaannya. Katanya mau ke Medan dua minggu lagi, lo pada mau ikut nggak? Kebetulan dua minggu lagi kita libur semesteran?” tawar Neona.

“Yeah, telat, Non.” Sergah Laras.

“Kenapa, La?” tanya Neona.

“Gue sama tante mau ke Jepang, hunting universitas di sana.” Jawab Laras.

“Gue mau ke Amrik, nyokap gue mau hunting sekolah di sana juga. Mumpung tante gue lagi senggang katanya. Jadi punya banyak waktu temenin gue.” Sela Moly.

 Neona mendengus sebal, ia sangat kecewa mengetahui tak bisa menghabiskan liburan bersama sahabat-sahabatnya. Tak sengaja pupil Laras menangkap cahaya kilauan dari leher Neona, seketika keduanya mulai mengintrogasi Neona.

“Kalung lo bagus banget, Na. siapa yang kasih?” tanya Laras meraih kilauan rantai liontin dan membuka mata liontin itu.

“Kak Adnan?” lanjutnya. Yang dijawabi dengan anggukan oleh Neona.

“Gue jadi heran deh sama hubungan lo sama kak Adnan. Lebih dari saudara gitu deh. Lama-lama gue jadi mikir lo sama kak Adnan kayak orang pacaran.” Tanggap Moly mengerutkan kening, dan menyerep ke langit-langit kantin

“Gue setuju, Ly. Apalagi tampang kalian berdua, nggak ada mirip-miripnya sama sekali. Kek bukan saudara deh.” Sambung Laras.

Ketiga gadis belia itu menghela naps dalam bersamaan. Pandangan mereka terlihat sayu dan murung. Seakan satu teka-teaki dalam kehidupan mereka yang tak mendapat jawaban.

Malam beranjak tiba, Moly dan Laras datang untuk menjemput Neona. Sementara Adnan hari itu terlambat pulang dari kenatornya karena lembur. Buyung sedang mengadakan rapat konsorsarium di bidangnya. Zenan malam itu sedang bertugas untuk melakukan penyelidikan kriminal. Tepat di Alianz Nightclub, tempat yang akan dikunjungi Neona bersama sahabatnya.

“Neona pamit ya Mi.” salamnya.

“Ya, nanti kalau kakakmu pulang, Mami langsung minta jemput kamu ya sayangku?” lirih Khadijah dengan penuh kasih.

“Ya, Mi.”  timpalnya pada malaikat tak bersayapnya itu.

****

Alianz Nightclub, salah satu club malam terkenal, seluruh artis papan atas berkumpul dan menghabiskan malam di tempat itu.  Sebuah tempat hiburan yang berkelas. Neona dan kedua sahabatnya tampak celigukan mencari bayangan tubuh Agnes. Setelah menyusup di antara kerumunan pengunjung yang tengah menikmati music Dj di dancefloor, sebuah lambaian tertangkap oleh iris Neona. Benar itu adalah Agnes yang meminta Neona dan kedua sahabatnya mendekat ke meja bartender.

“Gue pikir lo nggak akan datang?” ujar Agnes menjeltikkan jarinya meminta racikan minum untuk Neona. Nensi dan Mega segera memainan drama mereka berdua. Keduanya menyeret Moly dan Laras ke lantai dansa. Tanpa rasa curiga, Moly dan Laras menurut begitu saja. Tepat saat mata Neona melirik ke  arah punggung sahabatnya, saat itulah Agnes memasukkan sebuah bubuk perangsang ke dalam minuman Neona.

“Bersulang yuk, Na” pinta Agnes mengangkat gelas minumannya.

“Untuk apa?” tanya Neona menyidik.

“Ya untuk merayakan perdamaian kita lah, bebb.”

Beberapa saat setelah Neona meneguk habis minumannya, tiba-tiba saja ia merasakan berat pada kepalanya dan pusing. Detik berikutnya tubuhnya pun seketika melemas di atsa meja bartender. Agnes menjeltikkan jemarinya pada dua orang algojo yang sudah disewanya sejak tadi.

“Bawa dia ke ruang VVIP” perintah Agnes pada kedua lelaki berotot itu.

Zenan yang tak sengaja menangkap bayangan tubuh Neona, memasang mata awasnya. Sementara Agnes yang merasa berhasil pada jebakannya kali ini tersenyum sinis ketika menuntun dua lagojo itu ke ruang VVIP.

Di ruang VVIP, seorang lelaki yang sudah tak muda lagi sudah menunggu dengan dua orang wanita penghiburnya. Bagi Agnes lelaki itu tidak asing, dia adalah rekan bisnis papanya om Salman, konglomerat hidung belang yang memiliki  Istri sepuluh.

“Kamu bawa barang bagus rupanya, Agnes,” lirih suara berat lelaki tua itu

“Ya dong Om, ini hadiah buat Omku tersayang, jangan lihat bungkusnya Om, tapi dalemnya, masih virgine, om pasti suka.”

“Bhuahahhahahaaa, kamu memang pintar Agnes,” suara Salman melambung keras.

“Haha ahha ha, kau lumayan juga gadis,” ujarnya sinis

“Cuihh, dasar tua bangka, berengsek kamu,” hardik Neona meludahi Salman, gadis itu masih berusaha menyadarkan dirinya meskipun obat perangsang itu sudah hampir menguasainya.

“Agnes, ternyata…ternyata lo jebak gue,” lirihnya lagi.

“ Hahaha, emang iya, kriwil. Dan sebentar lagi seluruh kota ini akan mencaci bokap lo dan mempermalukan keluarga terhormat, lo, itu.” sinis Agnes penuh kelicikan.

Neona semakin tak bertenaga, sendi-sendi kakinya sudah kehilangan daya menopang tubuhnya. Kedua lelaki berotot itu membawa tubuh lemas Neona ke soa tamu.

“Malam ini, gue akan jual lo ke germo, kriwil. Dan ini adalah pembalasan gue atas kelakuan keluarga lo ke gue.” Ujar Agnes mencibir Neona yang sudah tak berdaya. Gadis itu lantas mulai mengaktifkan layar ponselnya dan merekam aksi Salman dan anak buahnya.

Sementara di luar sana, Moly dan Laras tampak cemas karena tidak menemukan Neona di tempat semula. Saat kedua dara itu sibuk mencari, tak sengaja tubuh mereka bertubrukan dengan Zenan. Keduanya pun terkejut melihat lelaki berkepala pelontos itu.

“Eh, maaf ,Om., kami lagi nyari teman kami.” Kata Moly.

“Apakah teman kalian yang memakain rok mini dengan rambut dikuncir ke belakang?” tebak Zenan.

“Oh, iya, benar, Om. Om lihat dia dimana?” tanya Laras.

“Berarti kalian temannya Neona?” sidik Zenan lagi.

“Kok, Om tahu, sih?”

“Saya kebetulan lihat dia di sini. Dia di seret oleh dua orang algojo. Firasat saya teman kalian dalam bahaya. Sebaiknya kalian segera tinggalkan tempat ini dan hubungi keluarganya. Saya akan menyelamatkan dia dari perdagangan manusia. Saya Zenan, anggota polisi.” Tukas Zenan.

Moly dan Laras saling berpandangan, keduanya lantas menuruti intrukksi Zenan. Moly segera merogoh ponselnya dan menghubungi Adnan, malam itu.

“Halo, kak Adnan, gawat, kak! Neona dalam bahaya!” seru Moly melalui sambungan telponnya.

“Dia kenapa? Emang kalian dimana? Kok kedengarannya ramai?” cecar Adnan dari suara seberang.

“Di Alianza Nightclub, kak. Agnes jebak Neona lagi. buruan kemari, kak.”

“Oke kalian tunggu di situ, jangan kemana-kemana, kakak akan segera ke sana.” Pungkas Adnan.

Ang Lin H

Jangan lupa nyalakan aku bintang cingu di kolom komentar

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status