Riverside Park, 06 pm - Yasmin.
Sekali lagi Vander membaca isi pesan pada ponsel barunya dan mencocokkan waktu dengan jam tangannya lalu menghela napas panjang dan berkata dalam hati untuk bersabar lebih lama demi mobil yang diidamkannya. Meski sudah sejam menunggu, yang dinanti belum juga tiba.
Poor Vander.
Sudah pukul tujuh malam, namun langit New York masih terang. Sedikit menampakkan pendar jingganya, dikala itu matahari sudah mulai menurun. Membuat suasana senja sangat indah bila dipandang.
Apalagi kini ia tengah berada di taman umum tepi laut. Berdiri di depan pembatas dengan semilir angin pantai yang seolah menggodanya untuk tetap diam disana. Menikmati ciptaan alam yang jarang sekali dilihatnya.
Sambil menutup mata, Vander berpegangan pada pembatas besi. Menikmati s
"Aku sudah di bawah. Bisa kau jelaskan apa yang terjadi? Apa perlu kupanggilkan ambulan?"Seorang berseragam kepolisian baru saja tiba dengan atribut lengkapnya di sebuah parkiran basement— berkomunikasi dengan menggunakan ponsel pada seseorang yang dari suaranya seperti mengalami kejadian tragis."Aku membunuhnya. Ya, Tuhan... aku membunuhnya," suara pria histeris keluar dari benda tipis itu. Sang polisi dengan sigap berjalan menuju muasal tempat yang dimaksud."Tenang. Aku akan kesana segera," putus sang polisi muda. Kemudian berlari cepat memasuki lift.Setibanya sampai di tempat tujuan. Pria berseragam yang sudah hapal kode kunci unit tersebut, menekan angka demi angka yang diingatnya. Kemudian tanpa membuka sepatu dan topinya, ia berhambur kedalam melihat kondisi sang teman yang tadi katany
Jika ada yang harus berubah disini adalah diri Vander. Tak hanya merubah cara berpikirnya yang selama ini terbilang sederhana. Menghadapi seorang Angelic Demon ternyata perlu pemikiran yang lebih kompleks, di luar nalar ataupun sesuatu yang tak pernah terlintas. Vander harus mengambil sisi tergelapnya untuk berurusan dengan si ratu onar. Bila perlu ia menjadi raja atas segalanya. Bahkan sekarang dirinya harus menjungkir balikkan kewarasannya, bermain-main dengan ketidak stabilan dan mengambil resiko yang jauh lebih tinggi. Seperti berjudi, ia tak hanya bisa berdiam duduk sambil memerhatikan, atau dirinya berakhir dalam kekalahan telak. Banyak yang ia pertaruhkan. Termasuk mengubah penampilan? Adalah poin penting jika
"Are you ready? Let's get f*cked up!"Dan ketiganya turun dari mobil mewah yang telah mengantarkan mereka ke sebuah gedung dengan menara tinggi yang menjulang di atasnya.Sebuah bangunan yang merupakan tempat dimana kaum elit berada, sekaligus tempat dimana pesta diadakannya ulang tahun Chloe yang juga merupakan kelabter-eksklusif se-kota New York.Dengan menggunakan kaca mata hitam secara kompak dan dengan tampilan yang super memukau— mereka berjalan gagah saat memasuki lobi bangunan tersebut, membuat siapa saja yang melihat pangling dengan keberadaan para pria tampan itu.Bahkan hampir semua orang yang berada di area sekitar mereka tampak tak ingin melewatkan kesempatan untuk mencari tahu siapa sosok 'wajah baru' yang baru saja menunjukkan batang hidungnya kini.
"Let's go to my room."Setelah berbisik dengan suara seksinya yang provokatif, Chloe dengan gerakannya yang sensual turun dan memisahkan dirinya dari si 'panas' Vander yang masih terdiam lantaran menahan gairahnya— hanya melihat bagaimana si setan cantik itu mempermainkannya; berlari kecil sambil menggodanya agar segera di buru.Tak perlu berpikir panjang sebelum ia kehilangan jejak si kelinci nakal itu.Vander menyusuri jalannya yang hampir dipenuhi banyak orang yang berlalu lalang demi mendapatkan santapan malamnya yang menggiurkan.Sedangkan Chloe ... gadis itu sengaja membuat dirinya timbul-tenggelam di keramaian— mencoba membuat permainannya agar terlihat lebih menyenangkan.Vander menggeram begitu melihat Chloe berlari ke arah pintu darurat, dim
Bisa Vander lihat perubahan mimik pada wajah Chloe dari bayangan di cermin di hadapan mereka. Air wajah itu menampilkan berbagai sirat yang menunjukkan rasa terkejut, cemas juga rasa ... takut?Vander tak yakin jika permintaannya tadi mampu membuat si setan cantik itu juga sedikit bergetar. Aneh bila mengingat sepak terjang wanita itu yang begitu lihai menggoda, bahkan terkenal agresif. Ada yang berbeda dengan Chloe. Rasanya seperti menghadapi dua orang berbeda dari Chloe yang ia temui beberapa hari yang lalu dengan yang sekarang.Perubahan yang cukup signifikan. Padahal Vander mengira kegiatan mereka akan terkesan sangat binal malam ini.Entahlah kalau begini keadaannya. Lagi-lagi si biang onar tak dapat di prediksi dengan benar."Jangan katakan bila kau belum siap, Chloe. Bahkan sedari awal kau yang mencoba mencumbuku, re
Vander terus mengerjai tubuh indah Chloe. Tak peduli jika gadis itu meracau-racau karena ulah lidah nakalnya yang begitu lihai mengerjai setiap jengkal pemilik tubuh.Seolah mengobrak-abrik diri si biang onar— Vander menyentuh si pemilik tubuh eksotis itu dengan liar juga lembut. Sengaja membuat kesan yang nantinya takkan terlupakan sebagai kenang-kenangan yang mematikan.Vander ingin membuat seorang Chloe menyesal. Sangat menyesal."Oh, God. It's so good," erang Chloe ketika mendapati kepala Vander berada di antara kedua kaki jenjangnya, "kau yang terbaik, Rexie. It's always you."Senyum Vander tersungging selagi ia mengerjai bagian inti gadis itu— merasa bangga dengan apa yang dilakukannya. Dan itu artinya adalah kabar baik. Chloe terhipnotis akan perlakuannya. Si setan cantik itu benar-benar melupakan kekas
Vander duduk terdiam dengan keadaan bertelanjang dada dalam kegelapan di sebuah sofa yang beberapa waktu lalu adalah saksi dimana ia mencumbu gadis yang kini tengah terbaring nyenyak di ranjang belakangnya. Isi pikirannya masih berkecamuk, dengan hati yang kian berantakan. Dimana keduanya beradu, saling berperang dan semakin tidak terbantahkan. Lantaran kenyataan yang menjungkir balikkan semua harapan. Menjadi lebih runyam dari apa yang telah direncanakan.Chloe.Masih didekatnya, bersamanya dan telah mengorbankan dirinya. Vander tak tahu bagaimana cara menghubungkan semua tautan persoalan dan fakta yang ia hadapi. Masih menerka-nerka tetapi tidak berani lagi berpikir terlalu jauh.Dan sepertinya ... Vander telah melewati garis kehati-hatiannya. Terlalu angkuh akan kepercayaan dirinya. Lalu kini hanyalah sebuah penyesalan dan tanda tanya besar yang bersarang dalam
Tanpa kata. Juga dua tatapan yang berbeda. Adalah ketika Vander dan Louis berhadapan. Setelah sekian lamanya tak bertemu sapa, akhirnya keduanya dipertemukan juga dalam waktu yang tak terduga. Amarah, kecewa, dan luka merupakan rasa yang telah dipendam Vander sedari lama. Kilat matanya tak pernah berbohong. Dan sangat kontras dengan mimik wajahnya.Berbeda dengan Louis. Air wajahnya kini tampak tenang. Tidak seperti awal yang terlihat agak emosional. Sosoknya berubah menjadi tak terbaca dengan sikap berdiam dirinya yang membuat Vander jengah."Maaf," ucap Louis lebih dulu sebelum Vander membuka mulutnya, "maaf untuk kejadian yang lalu.""Percayalah, bukan maafmu yang ingin kudengar," kekeh Vander seraya memasukkan kedua tangannya ke saku jaket dan mengalihkan pandangannya pada gedung pencakar la