Anna segera menyelesaikan urusannya di toilet, entah kenapa tiba-tiba perasaanya tidak tenang. Dengan langkah cepat dia segera kembali ke kamar rawat Esa.
Keningnya mengernyit, begitu membuka pintu kamar dan dihadapannya sudah ada orang lain yang tengah berdiri memunggungi Anna.
"E-do? " Ucap Anna ragu. Dari belakang memang tampak seperti Elfredo, tapi mengingat ini adalah tengah malam jadi Edo tidak mungkin berada di sini.
"A-ah t-tante. " Jawab Edo gagap karena terkejut sambil mengelus dadanya.
"Kau benar Edo? Sedang apa disini nak? " Tanya Anna yang tidak kalah terkejut dan juga bingung.
Tidak seperti biasa, sudah beberapa hari ini Wenda tampak berubah. Dia mulai kembali menjalani rutinitas seperti biasa. Hanya saja ada perbedaan dari sebelumnya, Wenda terlihat lebih peduli dan perhatian terhadap Jinu. Tidak aneh memang, karena Jinu adalah anak kandungnya sendiri. Hanya saja Wenda bertingkah seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Tidak pernah sekalipun dia menyinggung lagi tentang Dara, dan itu sedikit mengganggu Raiden."Sayang, habiskan makanannya. Setelah ini bersiaplah, mama akan mengantarmu ke sekolah. " Ucap Wenda pada Jinu yang tengah sibuk memakan sarapannya."Biar aku saja yang mengantar Jinu, Wen. Kau bisa beristirahat. " Rai menyelesaikan sarapannya lebih dulu.
PRANGJinu tersentak, dan tanpa sengaja menjatuhkan gelas yang di pegangnya begitu Raiden mengatakan bahwa Edo menitipkan salam untuknya."Kau tidak apa? " Tanya Rai yang ikut terkejut."A-aku tidak a-apa-apa papa. " Jinu segera berjongkok untuk membersihkan kekacauan yang baru saja dia buat."Tinggalkan itu, biar papa yang membereskan. " Perintah Rai, dia takut Jinu akan terluka jika harus membersihkan bekas pecahan gelas tersebut."M-maaf papa tadi tanganku licin. " Jinu sedikit menundukkan kepalanya."Tidak apa-apa. Papa hanya takut kau akan terluka. " Rai mengusap lembut kepala putranya. "Sekarang kembali ke kamar ya, nanti papa bawakan buah untukmu. " Rai tersenyum lembut.Jinu mengangguk dan meninggalkan Ra
Edo mengetuk-ngetukkan jari tangannya di atas meja. Sementara tangan lainnya dia gunakan untuk menopang dagu.Selama 30 menit, suasana masih juga canggung. Jinu yang duduk bersebrangan dengannya terus menundukkan kepala. Kedua tangannya dia tautkan untuk menghilangkan rasa gugup."Aku mengajakmu kesini bukan untuk menikmati hening Jinu. " Dengus Edo kesal. Stok kesabarannya mulai menipis."A-aku tidak ada urusan dengan kakak. " Balas Jinu lemah karena merasa gugup."Kenapa kau melakukannya? " Tanya Edo langsung sebelum kesabarannya benar-benar habis. "Aku sudah memperingatkan mu. " Tambahnya lagi."Melakukan apa? " Jinu mengangkat kepalanya agar berhadapan langsung dengan wajah Edo."Kau tahu apa yang aku maksud. ""Itu bukan urusanmu! ""Jinu, aku mengenalmu dari kecil. Dan aku tahu dengan betul kau bukan orang yang seperti itu. " Edo mengungkapkan pendapatnya tentang Jinu yang dia kenal.Jinu tersenyum samar.
Waktu terus berjalan, dan Esa sekarang sudah diperbolehkan pulang. Anna dan Jesfer sudah merapihkan semua barang-barang Esa, namun Esa justru terlihat tidak bersemangat. Sejak pagi dia hanya memandang datar tanpa minat."Sa, apa ada masalah nak? " Tanya Anna lembut dan menyentuh kepala Esa.Esa menggeleng pelan. "Tidak apa-apa ma, aku hanya merasa sedikit aneh. ""Kenapa prince? Mau bercerita? " Tanya Jesfer yang sekarang ikut duduk di samping Esa bersama Anna. Seperti sebuah keluarga utuh dan bahagia.Lagi-lagi Esa menggeleng. "Tidak ada paman. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa sedikit bingung. Tapi tidak jelas kenapa. " Jawab Essa disertai dengan kekehan pelan. Jesfer memang selalu bisa membuat Esa mau bercerita. Walaupun apa yang Esa katakan hari ini sangat tidak jelas."Bai
Anna kembali memuntahkan makanannya, sudah 1,5 jam Anna bolak-balik kamar mandi karena rasa mual yang terus membuat perutnya tidak nyaman.Tadi pagi Anna kembali berdebat dengan Esa karena putranya tetap memaksa untuk berangkat melanjutkan PKL ke hotel Dareen. Esa bahkan meminta Edo untuk menjemputnya.Namun perdebatan tersebut tidak berlangsung lama. Selain karena Esa berlari ke luar, Anna juga berlari ke toilet karena sudah tidak mampu menahan rasa mualnya.Wajah Anna tampak pucat, tubuhnya juga terasa sangat lemas. Sejak pagi tidak ada makanan yang berhasil masuk ke perutnya. Bahkan setelah memaksa sarapan, makanan yang berhasil dia telan pun selalu berakhir di toilet.
Anna memberanikan diri untuk memasuki sebuah rumah sakit dikawasan tempat tinggalnya. Perasaannya sangat bercampur aduk, di satu sisi Anna merasa lega karena hasil pengecekan mandirinya tadi pagi adalah negatif, namun dirinya tetap ragu dan bergegas pergi ke rumah sakit untuk benar-benar memastikan semuanya.Jantung nya berdegup kencang begitu masuk kedalam ruangan pemeriksaan. Di sana ada seorang dokter ahli kandungan yang tengah tersenyum ramah begitu melihat Anna masuk."Selamat datang." Sapanya dengan senyuman manis yang tidak pernah luntur dari wajah cantiknya. Anna akui dokter dihadapannya memang sangat manis dan tampan secara bersamaan. Rambut hitam dan juga wajah tirusnya membuat siapa saja akan menyukainya baik perempuan maupun laki-laki."Ah, selamat siang dok." Anna me
Seperti yang Anna inginkan, Esa mengantarnya ke rumah milik Wendy, tempat dimana Dareen kini berada. Dengan langkah tergesa, Anna menekan bel rumah tersebut.Wendy yang tengah mengobrol bersama Dareen dan juga seorang tamu lain menolehkan kepalanya kearah pintu."Perlu aku bukakan pintu?" Ucap tamu tersebut."Tidak perlu, biar aku saja. Kalian lanjutkan obrolannya." Wendy segera berdiri menuju pintu.Begitu pintu terbuka, matanya melebar karena terkejut. "Esa, Anna." Ucap Wendy lemah."Maaf mengganggu malam-malam. Bisakah saya bertemu Dareen?" Ucap Anna to the point. Namun tetap mengedepankan sopan santun.
Dareen termenung di balkon kamarnya, tangannya menggenggam sebuah pigura foto miliknya bersama Dara. Sejak kepulangan Anna dan juga Esa, Dareen mengurung dirinya di kamar. Berkali-kali Wendy dan Dona memintanya untuk keluar dan makan, namun Dareen tak memberi jawaban sama sekali.Pandangannya beralih kepada foto tersebut. Sebuah senyuman hangat terukir dari wajah tampannya yang seolah enggan untuk menua. Diusap nya foto tersebut dengan begitu pelan dan lembut. "Ra, daddy rindu." Gumamnya pelan dan ingatannya kembali ke masa lalu.*FlashbackDara memasuki kamar Dareen dengan rusuh. Suara cempreng dan langkah kaki yang di hentak-hentakkan membuat Dareen menatap kearahnya tajam.