Share

9. Naufal Radinka

Naufal berjalan meninggalkan Reynaldi dan Indah di kantin dengan rasa malu karena Reynaldi yang mengetahui perasaannya. Dan selama seminggu, dia menahan rasa cemburu dan berpikir buruk ke Reynaldi. Dia berpikir alasan mengapa Reynaldi dekat dengan Indah karena dia menyukai Indah. Dia termakan dengan gosipan dari Anggun dan teman-temannya. Naufal berjalan semakin cepat berusaha untuk bersembunyi di ruang OSIS.

‘Anjir. Malu gue.’ pikir Naufal.

Ketika dia akan memasuki ruang OSIS, Bagas berdiam diri di depan pintu ruang OSIS. Naufal bingung melihat Bagas yang hanya menghalangi pintu dan tidak masuk ke dalam sambil menatap dirinya sedang berjalan.

Naufal menghampiri Bagas lalu bertanya padanya, “Anak-anak udah beres kerjain tugasnya?”

“Gue serahin ke Anggun. Lama-lama gue bosen juga nunggu yang lain beres.” kata Bagas.

“Sudah gue duga lo pasti ga akan mau lama-lama di kelas.” kata Naufal sambil membuka pintu ruang OSIS. Dia melihat ke dalam dan memperlihatkan bahwa ruangan itu kosong. Naufal masuk ke dalam ruangan OSIS diikuti oleh Bagas dari belakang. Naufal duduk di sebuah kursi yang dekat dengan sebuah meja sementara Bagas duduk di atas meja.

“Lo habis darimana?” tanya Bagas.

“Kantin.”

“Oh, baru ketemu si Indah, dong?”

“Iya, sama si Rey.”

Bagas tersenyum jahil sesaat mendengar nada bicara Naufal yang terdengar berbeda, “Cemburu lo?”

“Ga, b aja.”

“Halah.”

“Sebelumnya sih iya, tapi sekarang ga.”

“Kenapa?”

“Rey udah tahu perasaan gue, dia tadi ngomong ke gue kapan gue nyatain ke Indah. Lo yang kasih tahu ‘kan?”

Bagas menggelengkan kepalanya, “Kagak. Buset dah, ngobrol sama Rey aja jarang.”

“Lah terus dia tahu dari siapa dong?”

“Dia bilang ga tahu dari siapanya?”

Naufal menggelengkan kepala dan berusaha untuk mengingat apa yang dikatakn Reynaldi sebelumnya, “Dia bilang dia tahu sendiri.”

“Ya berarti dia diem-diem merhatiin lo. Ga nyangka juga dia kek begitu orangnya. Gue kira dia bodo amatan.” kata Bagas.

“Bodo amatannya sih iya dia tuh.”

Bagas menjitak kepala Naufal dengan keras membuat Naufal merasakan sakit di belakang kepalanya. Dia memberikan tatapan marah ke Bagas sambil mengusap kepalanya yang terasa sakit. Bagas hanya menjulurkan lidahnya sambil bangun dari duduknya. Dia berdiri di hadapan Naufal.

“Makanya, cepet-cepet nyatain. Giliran nanti si Indah di embat orang bakal nangis kejer lagi lo.”

“Gue, ga yakin.”

“Ga yakin maksudnya?”

Naufal menundukkan kepalanya melihat kedua kakinya yang mengenakan sepatu sekolah itu. Dia menggerakkan kakinya ke atas ke bawah secara bergantian. Dia melihat kembali Bagas yang sedang menunggu jawaban dari dirinya.

“Gimana ya...,” Naufal mengambil napas yang panjang sambil melipat kedua tangannya di bawah dadanya.

“Gue ga yakin gue bakal bisa sembuhin rasa sakit hatinya Indah, mengingat kisah cinta dia sama si berengsek itu. Gue takutnya malah bikin dia terluka.”

Bagas menganggukkan kepalanya berkali-kali pertanda dia mengerti. Bagas memasukkan kedua tangannya ke dalam kedua saku celana seragamnya, “Terus lo gamau berusaha, gitu?”

“Ga, gue ga nyerah. Cuma—“

“Sampai kapan pun juga, rasa sakit di hati Indah ga akan pernah sembuh kecuali lo berniat dan berusaha untuk menyembuhkan luka di hatinya.” kata Bagas sambil menatap Naufal dengan serius.

“Mau sampai kapan lo meragu, Fal? Kalau lo terlambat, lo pasti gagal lagi kayak dulu. Gue ngomong gini karena kesel ngeliat lo galau mulu, tahu. Makanya, cepet-cepet bilang perasaan lo. Toh, mau di terima atau di tolak itu urusan selanjutnya dari jawaban Indah setelah lo nyatain perasaan lo.”

“Iya, sih.”

“Makanya, nyatain! Jangan banyak a i u e o.”

“Hm.”

Naufal memirikan ucapan Bagas dan itu menempel dalam benaknya. Apa yang dikatakan Bagas memang benar adanya. Selama ini Naufal tidak dapat mengatakannya ketika mereka berada di bangku 1 SMA Indah memiliki sepasang kekasih. 1 tahun kemudian Indah putus dengan kekasihnya karena suatu hal yang telah membuat Indah hancur. Hingga sekarang, Naufal tidak dapat mengatakan perasaannya karena selalu mengingat Indah menangis di pelukannya ketika dia putus oleh kekasihnya dulu dan takut bahwa dia akan membuat Indah menangis. Mengingat itu semua membuat Naufal kembali meragu. Dia bangun dari duduknya dan berdiri di hadapan Bagas.

“Gue berharap kalau gue ga akan meragu lagi sekarang.”

“Semoga aja lo ga melakukan kecerobohan lagi.”

“Hm.” Naufal menganggukkan kepalanya.

Bel istirahat pertama pun berbunyi. Sesaat mendengar suara bel, Naufal dan Bagas keluar dari ruang OSIS. Naufal pergi kembali ke kelas sementara Bagas pergi ke kantin. Mereka pun berpisah di koridor tersebut. Sesaat Naufal kembali ke kelas, dia mendapati ada beberapa siswa yang memakan bekal di dalam kelas. Dia melihat meja guru dan tidak melihat tumpukan hasil tugas yang sebelumnya.

Naufal menganggukkan kepala, mengartikan bahwa amanatnya sudah di bantu oleh Anggun. Naufal pun duduk di kursinya dan berniat untuk mendengarkan lagu dan membaca manga. Dia membaca manga tersebut dengan serius hingga lupa dengan keadaan sekitar. Dia membacanya melalui ponsel miliknya. Dia terus membaca dan ibu jarinya terus bekerja dalam menggerakkan halaman demi halaman. Naufal sudah tenggelam ke dunia sendiri.

15 menit kemudian, bel istirahat berbunyi kembali dan membuat Naufal sedikit terkejut. Meskipun dia sudah mendengarkan musik, dia tetap bisa mendengar suara nyaring dari bel tersebut. Dia melepas earphone lalu bangun dari duduknya dan merasa pegal karena duduk terus. Setelah memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, entah kenapa dia ingin berjalan ke depan pintu kelas. Ketika dia sampai di depan pintu kelas, Indah menabraknya dan hampir terjatuh jika Naufal tidak menahannya. Naufal bingung dan merasakan suhu tubuh Indah yang sangat panas.

“Indah.” Naufal mengangkat wajah Indah sedikit dan melihat bahwa Indah pingsan.

Dengan sigap, Naufal langsung menggendong Indah dan membawanya ke UKS. Reynaldi yang sebelumnya berada di belakang Indah bahkan tidak menyadari bahwa Indah sakit. Dia melihat kepergian keduanya yang menjadi pusat perhatian para siswa-siswi yang berada di koridor kelas. Reynaldi tersenyum miring sambil masuk ke dalam kelas.

Naufal sudah tiba di depan UKS dan langsung masuk kedalam. Dia merebahkan Indah di kasur dan memberitahu guru perawat yang sedang berjaga di sana mengenai kondisi Indah. Setelah itu Naufal pun berdiam diri di ruang tunggu. Dia mengirimkan pesan ke Bagas melalui ponselnya bahwa dia akan kembali ke kelas jika Indah sudah bangun.

15 menit telah berlalu dan akhirnya Indah pun terbangun dari pingsan. Ketika dia membuka mata, dia sedikit terkejut karena mendapati dirinya sudah berada di ruang UKS. Dia melihat sekitar dan berpikir tidak ada orang di sini. Indah berusaha untuk bangun dari tidurnya dan meraih air minum yang sudah di sediakan di sebelahnya yang di simpan di atas meja kecil.

Namun ketika mengangkat gelasnya, seketika tangannya mati rasa dan menjatuhkan gelas itu begitu saja dan pecah. Naufal yang mendengarnya langsung berlari masuk ke dalam dan melihat Indah yang sudah terbangun.

“Akhirnya bangun juga.” kata Naufal sambil menghampiri Indah dan merapihkan gelas yang pecah di lantai.

“Maaf, jadi ngerepotin.”

“Hati-hati makanya.” kata Naufal selesai membersihkan pecahan gelas tersebut. Dia menyimpannya ke dalam sebuah kantong kresek lalu di masukkan ke dalam tempat sampah. Setelah itu dia mengambil lap untuk mengeringkan lantai yang terkena basah itu.

“Beres.” kata Naufal sambil melihat tangan Indah, “Lo ga luka, ‘kan?”

Indah menggelengkan kepalanya perlahan. Dia masih merasakan pening di kepalanya. Indah pun berpikir untuk kembali merebahkan tubuhnya kembali.

Naufal yang menyadarinya langsung membantu Indah agar tidur kembali, “Masih pusing?”

Indah mengangguk, “Hm.”

“Bilangnya aja ke gue cuman kecapekan. Ternyata, emang kenyataan lo sakit.”

“Maaf, Pal. Jadi ngerepotin.”

“Bisa ga lo berhenti kerja sambilan?” tanya Naufal.

“Terus ga punya uang buat kebutuhan sehari-hari, gitu?” tanya balik Indah.

“Ya atau ga lo kurangi kek biar ga kecapekan amat.”

Indah melihat Naufal yang khawatir padanya. Entah mengapa Indah merasa bersalah ketika Naufal memperlihatkan tatapan itu.

Indah menutup wajahnya dengan lengan kanannya, “Kalau lo khawatir, tolong anter gue pulang. Gue gamau naik ojek online, lebar ongkos.”

“Ya udah yuk pulang sekarang.”

“Hm.”

Naufal pun meminta izin untuk mengantarkan Indah pulang lebih awal ke guru lalu setelah mendapat izin akhirnya dia dan Indah pulang. Naufal membantu Indah dengan membuka pintu mobilnya dan setelah itu Naufal masuk ke dalam mobil. Tak perlu memakan waktu lama, Naufal menjalankan mobilnya dan keluar dari sekolah.

Di dalam perjalanan tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya suara dari radio yang menemani dan pemecah suasana sepi itu. Indah menatap jalanan yang tidak terlalu ramai. Beberapa mobil dan motor sudah dilewati. Dia melirik ke Naufal dan mulai berbicara.

“Gue lupa. Gue udah pindah rumah.” kata Indah sambil mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi peta. Setelah itu dia mencari rute menuju rumahnya. Setelah dia menemukannya dan langsung mengaktifkan instruksi menuju rumahnya.

In a 500 meter, continue straight.

“Nih. Pake GPS. Gue ga akan sanggup kalau harus ngejelasin pake mulut.”

“Oke.” Naufal menerima ponsel Indah dan menyimpannya di tempat penyimpanan ponsel khusus yang di pasang di dashboard mobilnya. Naufal pun mengikuti perintah dari aplikasi tersebut.

Sambil menatap jalanan, ada kalanya mencuri pandangan untuk melihat kondisi Indah. Dia melihat Indah dengan tatapan khawatir. Naufal menghentikan mobilnya sambil menatap lampu lalu lintas yang memperlihatkan lampu warna merah. Dia menangkat rem tangan lalu melepas pijakan rem dan kopling di kakinya. Sekarang Naufal bisa melihat Indah untuk beberapa menit.

“Indah.”

“Hm?”

Naufal memegang puncak kepala Indah dan merasakan tubuhnya yang mulai turun suhu tubuhnya. Dia memberikan minuman ke Indah yang sudah di buka tutup botolnya. Indah langsung menerimanya dan meminumnya perlahan. Setelah itu, Naufal memberikan sebuah obat ke Indah, “Nih, minum dulu obatnya. Untungnya, lo udah makan jadi gapapa kalau mau minum obatnya sekarang.”

“Obat apaan tuh?”

“Obat kesukaan lo, obat menolak angin masa lalu.”

Indah tertawa kecil sambil menerima obatnya. Dia membuka obat itu lalu meminum obat tersebut. Setelah itu dia meminum air lagi. Ketika Indah selesai minum, Naufal langsung menginjak rem dan kopling bersamaan lalu menurunkan rem tangan dan memasukkan kopling. Perlahan dia memajukkan mobilya.

15 menit kemudian, Naufal dan Indah sudah sampai di depan rumah Indah. Naufal memakirkan mobilnya lalu keluar dari mobil. Dia membantu Indah keluar dari mobilnya.

“Anjir sebel. Gue masih bisa buka pintu kali.” kata Indah sambil keluar dari mobil.

“Udah diem.” kata Naufal sambil menuntun Indah dengan merangkul gadis itu. Mereka berjalan menuju pintu rumah. Indah membuka pintu dan keduanya masuk kedalam rumah. Naufal masih menuntun Indah hingga sampai ke ruang keluarga. Indah duduk di atas sofa sambil menyimpan tas di sebelahnya. Naufal melihat sekitar rumah Indah yang sepi. Dia masih asing dengan rumah itu.

“Indah, karena gue belum pernah ke sini jadi agak canggung.”

“Iya, wajar. Gue ngerti kok. Mending sekarang lo balik lagi ke sekolah. Gue bisa ngurus diri sendiri kok.”

“Ya deh. Gue percaya lo bisa.” kata Naufal sambil merogoh sesuatu di saku celana sekolahnya. Dia mengeluarkan sebuah gelang yang berbahan dari kulit dan terdapat sebuah tulisan Indah. Naufal berjongkok di depan Indah sambil memasangkan gelang di lengan kiri Indah. Indah melihat yang dilakukan Naufal dengan heran.

“Ngapain lo kasih gue gelang?” tanya Indah sambil mengangkat tangannya dan memegang gelang tersebut. Dia melihat terdapat namanya.

“Pengen aja. Awalnya sih mau bikin gelang buat gue sendiri. Tapi kebetulan lagi promo beli 1 gratis 1 jadi sekalian aja bikin buat lo.” kata Naufal.

“Oh. Makasih.” kata Indah sambil tersenyum kecil. Naufal melihat senyuman Indah yang tulus.

Naufal setengah bangun sambil memegang puncak kepala Indah, “Sama-sama. Gue balik ke sekolah ya.”

“Iya. Hati-hati di jalan, Pal.”

“Yo. Gue pamit ya. Lo ga usah anter gue ke pintu depan. Nanti gue tutup pintunya kok.” kata Naufal yang hanya mendapat balasan anggukkan dari Indah.

Naufal pun pergi dari rumah Indah. Di dalam perjalanan kembali ke sekolah, Naufal tersenyum senang karena bisa memberikan gelang pasangan itu ke Indah.

“Jangan sampai gagal lagi, Naufal. Lo harus maju sekarang dan jangan sampai terlambat lagi.” kata Naufal kepada dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status