Anakku Terlalu Pelit

Anakku Terlalu Pelit

last updateDernière mise à jour : 2025-07-03
Par:  Devie PutriEn cours
Langue: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Notes insuffisantes
23Chapitres
201Vues
Lire
Ajouter dans ma bibliothèque

Share:  

Report
Overview
Catalog
Scanner le code pour lire sur l'application

Wulan sering diperlakukan tidak adil oleh ibunya sewaktu kecil dulu. Ibunya selalu bersikap pilih kasih dan lebih menyayangi adik-adiknya saja. Di masa tua ibunya, Wulan berniat membalas dendam. Dia bersikap pelit dan jahat pada ibunya. Dia ingin ibunya merasakan apa yang dulu sering dia rasakan.

Voir plus

Chapitre 1

1. Jangan Sentuh Makanan Itu!

"Jangan sentuh makanan itu! Itu buat anak-anak. Bukan buat Ibu! Ibu makan saja sama tempe goreng," sergahku, setengah berteriak, saat tangan keriput Ibu hampir menyentuh pudding warna-warni yang baru saja aku susun rapi di atas meja makan.

"Iya, Lan. Maaf," jawab Ibu dengan raut wajah sedih. 

Tangan itu langsung ditariknya kembali. Perlahan tubuh ringkihnya berbalik, lalu melangkah menjauh tanpa sepatah kata pun. Suaranya yang biasanya lembut kini hilang ditelan keheningan. Sedangkan aku hanya menatapnya sekilas lalu mengabaikannya. 

"Ingat! Jangan makan apa pun tanpa izin dariku! Apalagi pudding itu. Nanti kalau gula darah Ibu naik lagi, aku juga yang repot. Uang pensiunan Ayah nggak cukup buat biaya berobat!" lanjutku, kali ini sambil duduk di lantai, melepas sepatu kerjaku yang terasa menyiksa setelah seharian mengaja.

"Iya, Lan. Ibu ngerti." Jawabnya lagi, dengan nada pasrah. 

Ibu masih berdiri, tubuhnya membelakangi aku, kaku, seperti patung hidup. Aku tahu, walau tak menatap wajahnya, bahwa matanya pasti mulai digenangi air mata. Tapi aku tak peduli. Yang penting aku tidak melukainya secara fisik. 

Aku berjalan meninggalkan Ibu, beranjak ke kamar, mengganti pakaian kerjaku dengan daster tipis yang lebih nyaman. Tak lama, terdengar suara langkah kaki kecil di teras.

"Mama ... Mama ..." suara si bungsu, nyaring seperti biasanya. Aku keluar menemui mereka, wajahku langsung merekah melihat anak-anakku pulang dengan peluh di wajah tapi tawa riang di bibir. Mereka baru pulang dari bermain. 

"Ada apa, Sayang?" tanyaku, membungkuk sedikit untuk meraih pelukannya. Meski sedikit bau asem, aku tetap mencintainya. 

"Puddingnya mana, Ma? Aku sudah lapar. Pengen pudding yang lezat itu," ucapnya dengan mata berbinar dan mengelus perutnya yang sedikit membuncit.

"Aku juga, Ma. Capek habis main bola. Panas banget di luar. Makan pudding dingin pasti segar banget," sambung si sulung sambil mengibas bajunya yang basah oleh keringat.

Aku tersenyum. "Itu di meja makan. Baru Mama keluarkan dari kulkas. Sebentar, Mama tuangkan fla-nya dulu, ya."

Mereka mengekor di belakangku seperti dua ekor anak bebek mengikuti induknya. Dengan hati-hati, aku menuangkan fla vanila ke atas pudding-pudding itu. Anak-anak menatap dengan tak sabar.

"Wow... pasti rasanya enak sekali," si bungsu berseru, nyaris tak sabar menunggu sendok menyentuh bibirnya. Bahkan mereka terlihat menahan air liur yang hampir menetes. 

Tapi mataku menangkap sosok Ibu berdiri di sudut ruangan, setengah tersembunyi di balik rak buku. Pandangannya terpaku pada pudding-pudding yang kini mulai dinikmati oleh cucu-cucunya. Matanya basah, dan ada senyum kecil di sudut bibirnya, entah senyum bahagia melihat cucu-cucunya makan dengan lahap, atau senyum getir karena hanya bisa melihat tanpa ikut mencicipi.

Alisku mengernyit. “Ibu ngapain di sini? Lapar, ya? Sudah aku bilang, Ibu makan saja sama tempe goreng. Sisa kemarin sudah aku angetin pagi tadi. Aku taruh di lemari makan, biar nggak dimakan kucing tetangga. Udah, jangan ganggu anak-anak makan!” kataku tajam sambil berkacak pinggang.

“Iya, Lan. Ibu nggak akan minta makanan mereka kok.” jawabnya pelan. Ia pun berbalik dan berjalan perlahan ke dapur.

Kulihat dia mengambil piring plastik yang memang khusus aku sediakan untuknya. Aku tak mengizinkannya pakai piring kaca. Takut pecah. Aku malas merawatnya jika sampai kakinya terluka. Dia sudah tinggal di sini dengan gratis. Aku tidak mau direpotkan lagi dengan merawatnya jika kenapa-kenapa. 

Dengan tenang, Ibu mengisi piringnya dengan nasi dingin dari dalam bakul. Ia tahu nasi dari rice cooker bukan untuknya. Nasi hangat hanya untuk aku, suami dan anak-anakku. Paha ayam panggang dan sayur sop segar juga bukan untuknya. Dia hanya makan dengan tempe goreng sisa kemarin yang kupanaskan pagi tadi.

Sementara anak-anakku sudah selesai makan, beranjak dari kursi dan menaruh piring mereka di wastafel.

"Taruh aja di situ. Biar nanti Nenek yang nyuci," kataku, sambil menyendok nasi hangat dan sepotong ayam ke piringku sendiri. Aroma ayam panggang yang kubeli sepulang kerja menguar kuat, menggoda selera. Aku makan dengan lahap karena perutku sudah keroncongan. 

Selesai makan, kulemparkan pandanganku ke wastafel. Bertambah satu lagi tumpukan piring kotor. Ibu masih makan di ujung dapur, tak bersuara, tak menoleh. Perlahan-lahan dia bangkit dari duduknya, menggulung lengan baju lusuhnya, dan mulai mencuci piring.

Aku membaringkan tubuhku di sofa, memejamkan mata sejenak. Tubuhku letih, pikiranku penuh. Hari ini, aku harus mengajar tambahan karena jadwal kelas tiga yang makin padat jelang ujian. Rasanya pantas jika aku ingin sedikit istirahat, membiarkan tubuhku rileks sambil menonton TV.

Di kejauhan, terdengar suara gemericik air dari wastafel. Suara piring saling beradu. Lalu sesekali batuk kecil dari tenggorokan Ibu yang sudah tak sekuat dulu.

Aku menengok sebentar. Ada rasa puas melihat ibu demikian. Api dendam itu terbakar lagi. Meski bertahun-tahun berlalu, belum bisa aku melupakan rasa sakit itu. 

"Kamu itu anak durhaka!" Begitu orang-orang sering melabeli diriku. Tapi aku tidak peduli. Yang penting aku bisa membalas sakit hatiku pada ibuku. 

Mereka hanya tidak tahu saja, bagaimana ibu memperlakukanku semasa kecilku dulu. Dan sekarang, saat dia sudah tua, saat dia tidak punya lagi kekuatan untuk melawanku, aku membalas semua rasa sakitku. 

***

Déplier
Chapitre suivant
Télécharger

Latest chapter

Plus de chapitres

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Commentaires

Pas de commentaire
23
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status