Lutri sudah lebih baik keadaannya sekarang. Ia tak sengaja mendengar percakapan antara dokter dengan perawat yang membuatnya tau akan keberadaan adiknya. Ia tersenyum simpul sebelum akhirnya kembali menutup matanya untuk berpura-pura tidur.Beberapa saat kemudian, ia segera bangun dan memeriksa sendiri keadaannya. Senyumannya melebar tatkala seluruh anggota tubuhnya masih bisa digerakkan dengan mudah. Ia juga segera mencoba berdiri dan memang bisa berjalan seperti biasa walau masih ada bagian tertentu yang terasa sakit.Ia sekarang melepaskan jarum infus di tangannya lalu mencoba ke luar dari sana. Dengan sangat hati-hati, ia mencari ruangan Nesya yang ternyata berada tepat di sampingnya.Senyumannya semakin melebar, ia juga semakin bersemangat untuk melanjutkan aksinya sekarang. Bagaimana tidak, wanita itu bahkan mendapatkan sebuah ide untuk segera menghabisi nyawa sang adik saat itu juga.Melihat Nesya yang tengah terduduk namun dengan wajah yang dipenuhi perban, ia segera mendorong
“Ingat, kamu di sini untuk bekerja. Jangan bersentuhan atau menjalin hubungan dengan orang lain, apa lagi pria, kalau masih mau hidupmu aman,” tegas Ben pada Kiara sebelum gadis itu menjalani hari ketiga bekerja.“Baik, Ben.”“Ingat itu dan keluarlah!” Jambakan rambut itu segera dilepaskan oleh Ben.Segera menyeka air mata yang menetes. Ia bersikap seolah baik-baik saja dan berjalan dengan cepat, sebab sudah terlambat beberapa menit."Happy birth day to you! Happy birth day to you! Happy birth day, happy birth day, happy birth day to you!"Suara nyanyian itu membuat Kiara—si anak baru yang ditugaskan membawa kue ulang tahun menjadi sangat panik. Ia telat.Drrrt! Drrrt! Drrrt! Suara getaran ponselnya semakin membuat panik."Tunggu, tunggu, aku akan segera sampai!" geramnya pada diri sendiri.
Kiara telah sampai di kantornya tepat pukul tujuh. Padahal jam kerja dimulai pukul delapan. Ia memang termasuk karyawan yang paling loyalitas, sangat jarang terlambat.Ia merapikan rambutnya yang ia biarkan terurai untuk hari ini untuk menyempurnakan maksud menutupi luka di keningnya.Ia terus berkaca sambil sesekali memeriksa komputernya yang baru saja ia nyalakan. Tanpa sadar jika Lehon yang telah berada di ruangannya, tengah memperhatikan dirinya dari layar komputer yang tersambung dengan kamera pengawas."Wanita sekarang, datangnya cepat bukannya bekerja malah begaya. Dunia permodelan kah?" ucapnya pada diri sendiri seraya geleng-geleng kepala.Sudah hampir sepuluh menit, dandanan gadis itu masih belum kelar membuat Lehon kembali tertarik untuk memperhatikan. Ia sejenak terbengong, keningnya mengerut ketika gadis itu terus menepuk-nepuk bedak di area keningnya sembari menunjukkan raut wajah kesak
Bimo menatap pakaian tahanannya, tak habis pikir dengan nasibnya sekarang. Ini adalah tahun ke-2 ia mendekam di sel. Masih tak bisa percaya begitu saja.Beberapa saat beristirahat dan bersantai, tahanan terkuat di sana segera meneriaki namanya. Ia yang tak mau membuat masalah tentu saja segera patuh dan menurut."Ada apa, Bos?""Ini." Menendang keranjang berisikan pakaian kotor. "Cuci pakaian kotorku dan jangan coba-coba membuat masalah denganku. Artinya, pintar-pintarlah menjaga mulut," ancam pria berkulit hitam itu. Tatapannya juga ganas.Bimo buru-buru membawa pakaian kotor itu untuk ia cuci. Ya begitulah kesehariannya yang selalu direndahkan dan dibully. Sebagai manusia normal, naluri ingin melawan dan memberontak tentu saja ada. Namun, ia hanyalah manusia lemah dibanding mereka-mereka yang membentuk geng."Keselamatan putriku tiada duanya," gumamnya.***
"Nah. Riri, ini dia Kiara. Kiara, ini dia Riri. Kalian akan bertukar pekerjaan seperti yang aku katakan sebelumnya," terang Ben memberi kejelasan."Sebelumnya? Kamu kan-" Terhenyak. "Maksud saya, Pak Ben nggak ada bilang sebelumnya. Saya benar-benar nggak tau." Kiara benar-benar kebingungan sekarang ini. Terlebih lagi, tatapan semua orang begitu aneh padanya. Terkhusus Riri."Harusnya kamu senang dong, Nona Kiara." Riri sedikit menekankan kata-katanya. "Di sini, kamu akan mendapatkan pengalaman baru. Ayo, ikut saya."Benar-benar canggung, suasananya begitu mencekam. Riri sepertinya tidak suka dengan Kiara, itu terlihat dengan sangat jelas. Walau begitu, ia tetap melangkah mengikuti wanita itu. Bagaimana pun, ia harus mengikuti skenario yang dimainkan oleh Ben."Kamu pakai pelet apa sama Pak Ben sampai tiba-tiba mindahin kamu ke sini yang kamu sendiri aja nggak tau? Nona Kiara, ingat ya, segala sesuat
Lutri tengah sibuk memperhatikan biodata para karyawan di kantornya. Ia terpaku cukup lama dengan biodata Kiara. Ia menatap layar laptopnya hingga terbenong dan dikejutkan oleh sang adik yang memang selalu usil."Aish! Kamu bener-bener ngangetin kakak, deh!" seru Lutri dengan sangat kencang sembari memukul punggung adiknya sehingga menimbulkan bunyi. Korbannya tentu saja meringis."Kakak apa-apaan juga, sih?! Sakit tau. Aw! Sssh!""Diam!" kesal Lutri segera menutup pekerjaannya."Kakak tau nggak sih kalau Pak Lehon ternyata tinggal di daerah sini. Rumahnya di mana, Kak?" Gadis centil penyuka budaya korea itu menggoyang-goyangkan paha kakaknya dan berharap akan mendapat informasi.Lutri bangkit sembari menunjuk-nunjuk keningnya seolah sedang berpikir. Tunggu punya tunggu, ternyata gadis itu malah berlari untuk pergi dari sana."Aku tau... aku beli ayam g
Keesokan paginya, Lehon telah bangun dari tidurnya. Ia merasakan pening di kepalanya sebab kebanyakan minum. Tersentak kemudian sadar. 'Aku pikir tidur di rumah orang lain, ternyata di kamar sendiri,' batinnya merasa tenang dan damai. Perlahan, ia bangkit untuk membereskan kamar tidurnya kemudian berjalan menuju meja makan."Nenek, siapa yang anterin aku ke sini?"Mery yang sebenarnya masih merasa malas pada cucunya itu pun tak sanggup untuk mengabaikan setelah melihat Lehon yang sedang memijit keningnya sendiri."Nenek nggak kenal sama dia, katanya sih teman kamu. Sini..." Membantu Lehon menghilangkan rasa penat di kepalanya."Sepertinya dia Abi. Dia sangat keren, Nenek. Sebentar lagi dia pasti akan memberiku undangan untuk peresmian perusahaannya. Tidak seperti aku yang masih tak berkembang dan masih harus makan gaji setiap bulannya." Menghela napas panjang.Mendorong kepala cucunya sebab merasakan kekesalan yang teramat pada lelaki itu. "Apa-apaan? Dia saja memakai pakaian pelayan
Kiara benar-benar histeris dengan kegiatan Ben yang tengah menyakiti dirinya sendiri. Lelaki itu malah menampar dirinya sendiri untuk memuaskan rasa kesalnya, juga menendang apapun yang ada di hadapannya.Gadis itu mencoba menahan lelaki itu dengan penuh kekuatan hingga tak sengaja memeluknya. Entah dari mana asalnya ketenangan itu, tapi Ben seketika tenang kemudian membalas pelukan Kiara."Apa kamu baik-baik saja sekarang?" tanya Kiara ketika dirinay dituntun untuk masuk lebih dalam ke kamar Ben.Lelaki itu hanya mengangguk kemudian menempelkan kepalanya di dada gadis itu ketika keduanya duduk di atas kasur. "Aku ingin tetap seperti ini, tolong. Aku capek, kepalaku rasanya mau pecah. Maafkan aku, Kiara."Tampaknya lelaki itu telah ketiduran sekarang. Ben benar-benar terlelap dalam dekapan gadis yang masih berusia belasan tahun itu.Kiara masih sangat bingung dengan suasana ini. Entahlah ia harus berbuat apa. Tatkala dirinya hendak bergerak keluar dari sana, ia malah semakin didekap d