Diterima menjadi staff finance di perusahaan itu tak sewajarnya membuat Kiara berhubungan erat dengan general manager yang sebentar lagi akan diangkat resmi menjadi bos. Lalu ada apa ini? "Kiara Haega, datang ke ruangan saya sekarang juga! Ini panggilan terakhir dan tidak ada toleransi." Suara kencang memekik yang keluar dari telepon itu membuat seisi ruangan menatap dengan tatapan kosong ke arah gadis itu. Kiara buru-buru melangkahkan kaki dengan bermodalkan secarik kertas, pena, dan detakan jantung yang tidak beraturan. "Selamat sore, Pak. Ada masalah a—" "Siapa kamu sebenarnya? Bisa kamu ceritakan masa lalumu yang sepertinya sangat kelam itu? Kiara Haega. Baiknya kita memainkan peran balas dendam atau ganti rugi?" "Ap-apa maksud, Anda?" *** Masa lalu seperti apa yang dimaksud oleh sang general manager? Bagaimana kisah Kiara setelah ini? Apakah dia masih tetap bertahan bekerja di sana demi sang ayah?
Lihat lebih banyak“Ingat, kamu di sini untuk bekerja. Jangan bersentuhan atau menjalin hubungan dengan orang lain, apa lagi pria, kalau masih mau hidupmu aman,” tegas Ben pada Kiara sebelum gadis itu menjalani hari ketiga bekerja.
“Baik, Ben.”
“Ingat itu dan keluarlah!” Jambakan rambut itu segera dilepaskan oleh Ben.
Segera menyeka air mata yang menetes. Ia bersikap seolah baik-baik saja dan berjalan dengan cepat, sebab sudah terlambat beberapa menit.
"Happy birth day to you! Happy birth day to you! Happy birth day, happy birth day, happy birth day to you!"
Suara nyanyian itu membuat Kiara—si anak baru yang ditugaskan membawa kue ulang tahun menjadi sangat panik. Ia telat.
Drrrt! Drrrt! Drrrt! Suara getaran ponselnya semakin membuat panik.
"Tunggu, tunggu, aku akan segera sampai!" geramnya pada diri sendiri.
Keringat di keningnya bahkan mengucur sangat deras. Ia sudah tidak peduli lagi. Setelah mengabsen di print finger, gadis itu buru-buru menaiki tangga menuju lantai 2.
Ia terduduk sejenak di kursi kerjanya sebelum akhirnya sadar dengan hiasan kue yang bertuliskan 'hbd father'. What? Father? Ini sudah jelas sangat salah. Lalu apa dan bagaimana sekarang?
"Kiara, cepetan dong! Masa iya, lagu udah tiup lilin tapi lilinnya kagak ada?" protes Lutri, senior yang paling dikagumi. Ia bahkan berteriak dari balik jendela kaca.
"Eh iya, sebentar, Bu. Ini aku datang." Kiara tersenyum tipis kemudian bangkit dari duduknya.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang..." Suara yang tadinya bersemangat malah kian meredup. Kenapa?
"Brother? Kok jadi brother sih, Kia? Hiasannya juga terkombinasi dengan kertas seperti itu?" tanya Lutri memburu. Ia menahan amarahnya sekarang. Alis matanya menaik.
"Yeee!" Mereka bersorak dan bertepuk tangan tatkala lilinnya telah ditiup oleh sang general manager.
"Terima kasih untuk kalian semua. Ini kejutan yang benar-benar kejutan, sih. HAHAHA." Lehon mengangkat kertas yang untung saja tidak ikut terbakar. "Semoga saja tulisan aslinya bukanlah father," lanjutnya dengan lekungan senyum, walau sudah bisa dipastikan itu adalah paksaan.
"Kok bisa bener sih, Pak?" tanya Kiara dalam hati. Ia mengelus dada sekarang.
"Kuenya juga kecil sekali. Hanya cukup untuk dua orang. Ulang tahun hari ini benar-benar kejutan!" seru Lehon disusul dengan tepuk tangannya.
"Kok bisa bener lagi, sih? Ha?" Kiara menundukkan kepalanya dalam.
"Dira, ini tolong berikan saja pada orang yang membawa kuenya tadi dan kalian silakan buat pesta sendiri. Khusus hari ini bisa pulang jam 3 dan saya akan transfer biaya pesta kalian."
"Baik, Pak." Setelah jawaban itu, semua karyawan yang ikut merayakan di ruangan Lehon segera keluar.
Pria itu sekilas menatap ke arah Kiara yang keluar paling terakhir, masih dengan kepala yang tertunduk. Ia tak berkata apa-apa.
"Apa ada yang mau disampaikan?" tanya Lutri dengan nada tegasnya membuat Kiara tertunduk.
"Kak Lut, kenapa kita tidak ada sesi salam-salaman dengan Pak Lehon? Padahal ini adalah kesempatan emas dan satu-satunya untuk menyentuh tangan lembutnya," decit Nesya. Adik kandung Lutri.
"Sudah berapa puluh kali saya sampaikan, panggil saya ibu di tempat kerja. Di sini, kita adalah rekan kerja, bukan keluarga atau adik kakak!" tegas Lutri. "Sekarang keluar dari ruangan saya dan tolong tutup pintunya."
"Iya ih, galak amat!" Nesya bergumam pelan, namun segera mengiyakan perintah sang kakak yang terkenal tegas itu.
"Apa yang terjadi, Kia? Apa kamu ada masalah? Sejak awal kamu masuk ke sini, saya sudah bilang berkali-kali untuk cerita kalau memang lagi ada masalah. Siapa tau bisa bantu cari solusi."
"Tidak apa-apa, Bu." Kiara menggeleng keras hingga poninya segera menutupi keningnya yang sepertinya lebam.
"Apa itu?" Semakin merasa penasaran.
"Bukan apa-apa, Bu. Kalau memang saya salah dan harus mendapat surat peringatan, silakan saja. Kalau begitu saya permisi dulu. Selamat pagi!"
Gadis itu keluar dari ruangan dengan menyisakan seribu tanya di kepala Lutri. Ia menatap ke arah kue yang ada di mejanya, lalu bergerak mengantarkan ke meja kerja Kiara.
***
"Apakah Ayah baik-baik saja? Apa tempat tidur di sini cukup nyaman?" tanya Kiara setelah ia sampai di tempat tinggal ayahnya selama ini, bui.
"Cukup nyaman, Sayang. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan keadaan ayah. Pikirkan saja dirimu sendiri dan ... ini apa?" Bimo menunjuk ke arah kening putrinya. "Luka apa ini? Apa kamu dilukai oleh Ben lagi?"
"Tidak sama sekali, Ayah. Mendengar nama ayahku saja, dia sudah takut. Bimo Hernanda!" jawab Kiara dengan ceria dan lantang. Senyum itu benar-benar mengambang di bibirnya sekarang.
"Ayah tidak akan percaya begitu saja. Coba kamu ceritain ke ayah, ada apa?"
Begitulah Bimo, akan selalu mendengar apapun dari putrinya setiap mereka punya waktu untuk bertemu.
Kali ini ia kesiangan, tak menjelaskan alasannya pada sang ayah. Ia menyalakan mesin motor lalu buru-buru berangkat menuju toko yang sebelumnya sudah dipesankan oleh Lutri.
Kala kemacetan melanda, ia dengan sedikit memaksa mencoba lewat dari celah yang ada untuk segera sampai di kantor tepat waktu. Namun, malangnya, ia malah terjatuh dan membuat kue besar pesanan bosnya yang ada di belakang terjatuh dan hancur.
"Mau tidak mau, aku harus menggunakan kue yang bertuliskan father ini, Ayah."
Cerita gadis itu lolos membuat keduanya saling tertawa sambil menikmati potongan kue yang masih bersisakan tulisan 'ther'.
"Lalu, apa bosmu galak? Apa dia pernah melukai hati putri ayah?" tanya Bimo.
Menghela napas panjang. "Yah, aku sangat bersyukur untuk sekarang. Mereka semua baik. Ayah juga tidak perlu khawatir, segalak-galaknya bos, itu tidak akan berpengaruh padaku. Aku sama sekali tidak ada hubungan dengan mereka. Aku hanya karyawan biasa, Ayah, jadi tenang saja."
"Baiklah, Sayang. Semoga hidupmu selalu bahagia mulai sekarang, bahkan sampai nanti ketika Ayah menghilang dari dunia ini dan duniamu."
"Ayah, jangan berkata seperti itu. Keadilan itu akan selalu didapatkan oleh orang percaya dan tidak bersalah. Ayah tidak bersalah." Gadis itu menjadi sangat sedih.
Bimo tak kuasa menahan air matanya. Ia berniat memeluk putrinya yang bertepatan dengan waktu berkunjung yang telah habis.
"Tolong biarkan aku memeluk putriku," pintanya.
"Tolong, Pak. Biarkan saya memeluk ayahku." Kiara juga berusaha melunakkan hati penjaga dengan mengatupkan kedua tangannya yang hanya berakhir sia-sia.
Ponselnya bergetar sekarang. Panggilan masuk dari Ben.
"Aku harus segera pergi, Ayah. Maafkan aku yang masih belum punya kekuatan untuk mengeluarkanmu dari sini," gumamnya sedih kemudian memakan sisa kue dengan lahap.
"Hei? Dasar wanita jalang, kenapa lama sekali? Apa kau tidak tau seberapa berharganya rasa sabarku menunggumu?" teriak Ben yang sudah menunggu sedari tadi.
Kiara menahan amarahnya dengan mengepal tangannya. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia masuk ke dalam mobil.
"Bagaimana keadaan keningmu sekarang?" tanya lelaki itu sambil sengaja menekan lukanya sehingga Kiara meringis kesakitan. "Jangan berlebihan! Diam atau aku akan membunuh ayahmu. Jangan pernah membuatku marah. Ingat itu!"
Plak! Tamparan keras itu benar-benar menyakitkan.
***
Lutri sudah lebih baik keadaannya sekarang. Ia tak sengaja mendengar percakapan antara dokter dengan perawat yang membuatnya tau akan keberadaan adiknya. Ia tersenyum simpul sebelum akhirnya kembali menutup matanya untuk berpura-pura tidur.Beberapa saat kemudian, ia segera bangun dan memeriksa sendiri keadaannya. Senyumannya melebar tatkala seluruh anggota tubuhnya masih bisa digerakkan dengan mudah. Ia juga segera mencoba berdiri dan memang bisa berjalan seperti biasa walau masih ada bagian tertentu yang terasa sakit.Ia sekarang melepaskan jarum infus di tangannya lalu mencoba ke luar dari sana. Dengan sangat hati-hati, ia mencari ruangan Nesya yang ternyata berada tepat di sampingnya.Senyumannya semakin melebar, ia juga semakin bersemangat untuk melanjutkan aksinya sekarang. Bagaimana tidak, wanita itu bahkan mendapatkan sebuah ide untuk segera menghabisi nyawa sang adik saat itu juga.Melihat Nesya yang tengah terduduk namun dengan wajah yang dipenuhi perban, ia segera mendorong
Jodi diberi izin untuk segera menikah dan menghabiskan waktu bersama selama sebulan. Begitulah Mery yang selalu memberi pengertian dan perhatian lebih pada para pekerjanya. Walaupun, mungkin pekerjaan mereka tak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan.Sesungguhnya, Lehon tidak begitu setuju dengan keputusan sang nenek. Namun, ia juga harus tetap menerima hal itu sebab tak ingin membuat perdebatan dan perselisihan di antara keduanya."Kalau mereka berdua pergi dalam waktu yang lama, siapa yang bakal ngurusin Nenek?" tanyanya pada Mery."Sudahlah, kamu jangan terlalu memikirkan nenek. Urus saja dulu masalah kematian sahabatmu itu. Siapa yang sebenarnya telah salah."Mendengar perintah sang nenek, kini Lehon memilih untuk setuju. Hingga saat ini, masalah kematian pria itu masih dalam proses. Hal itulah yang membuat Lehon tidak bisa berpikir dengan jernih, sebab ia juga masih harus sibuk dengan kehidupan dan pekerjaannya.Tatkala ia sudah berada di kantor untuk memulai menghandle
Lehon menjadi sangat panik menyaksikan apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia tak peduli dengan tragedi dan kasus yang sedang berlangsung. Baginya, yang paling penting saat ini adalah masalah hidup dan mati Abi, Nesya juga Lutri.Dengan segera suara ambulans bergerak mendekat kemudian mengangkut tubuh kedua insan itu. Sementara Ben, ia segera mendekat dengan Kiara lalu membawa gadis itu pergi dari sana.Sesungguhnya, Kiara hendak menolak. Bagaimana pun, ia tahu jika posisinya tidak sedang baik-baik saja sekarang. Ada masalah yang amat berat yang mungkin akan membahayakannya nanti."Ben, maaf ... pergi saja duluan. Aku tidak boleh lari dari masalah ini. Aku harus segera memberikan penjelasan."Mendengar pernyataan Kiara membuat Ben panik serta frustasi. Menurutnya, jalan pikiran Kiara sudah tidak lurus lagi."Aku sudah bilang sebelumnya, Kiara. Jangan sungkan-sungkan denganku. Kalau ada masalah, langsung cerita padaku. LIhatlah hasil perb
Kiara kini mempercayakan hidupnya pada Ben yang ia yakini akan mengubah sikapnya menjadi lebih baik. Sesungguhnya, ia tentu sedikit ragu, apalagi setelah mendengar pesan dari Nesya. Namun, ketika ia sudah melangkah dan berkata iya, maka lebih baik ia lanjutkan langkah itu. Lelaki itu tampak menunggu di meja makan, seperti biasa. Ia segera menyendokkan makanannya sekarang. "Ambil saja untukmu, Kia. Kita makannya bebas mulai sekarang. Bahkan kalau kamu merasa tidak nyaman di sini bersamaku, bisa kok makannya di ruangan lain saja."Mendengar hal itu, ada gurat keraguan yang amat besar di keningnya. Ingin sekali ia beratnya, kenapa tiba-tiba berubah? Namun, itu adalah sebuah hal yang sangat tidak mungkin."Baik. Terima kasih." Hanya itu jawaban yang ke luar dari mulutnya.Kini, acara makan pun berlalu dengan hikmat. Tidak terdengar suara manusia, hanya pergesekan antara sendok dengan piring."Kamu mau Nesya tinggal di sini juga?" t
Ben membuat janji untuk bertemu Lutri di hari itu. Kali ini, ia keluar dari apartemen dengan penampilan yang sangat berbeda. Ia yang biasanya selalu berpakaian santai ketika keluar, kini selalu dengan topi, masker dan hoodie.Orang yang biasanya mengantarkan pesanan ke huniannya yang kebetulan saling berpapasan tentu saja menyapa dan iseng bertanya."Tumben nih Pak Ben keliatan beda gitu? Cool!" ucapnya bersamaan dengan anak yang masih remaja.Ben tidak peduli. Ia segera memalingkan pandangannya, tanpa menatap sedikit pun ke arah dua orang itu. Setelahnya, ia berjalan meninggalkan tempat itu dengan langkah yang sangat cepat."Kenapa dia?" tanya anak itu."Ibu tidak tau, Nak. Padahal, mencurigakan memang. Sudah lama ini dia nggak mempekerjakan ibu. Biasanya ngebersihin rumah, laundry baju, dan jemput makanan untuk mereka. Bayarannya gede.""Kalau gitu, kita buat aja kartu nama usaha kita di sini," ucap anak kecil itu pada ibunya s
Pikiran Lehon sedikit lebih santai setelah ia menyuruh sahabatnya untuk berisitirahat sejenak dan tidak masuk kerja. Setidaknya, untuk saat ini hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengurangi rasa sedih dan lelah Abi.Ia terduduk di kursi kerjanya sembari memikirkan masalah Kiara. Rasa ingin mencari tahu dan memastikan seketika mencuat. Hal itu membuat ia untuk menghubungi Lutri dan memerintahkan untuk datang menghadapnya."Sepertinya kamu sering banget deh dipanggil ke ruangan Pak Lehon? Nggak ada masalah dengan kerjaan, kan?" tanya Ayu selaku kepala di bagian itu dan sebagai bentuk kepedulian terhadap bawahannya."Enggak ada kok, Kak. Aman." Nesya menjawab dengan santai sembari membawa alat tulisnya sebagai bentuk formalitas. Walau ia tahu, ia dipanggil hanya untuk membahas permasalahan tentang Kiara."Baguslah kalau begitu. Tapi tunggu..." ucap Ayu kembali menghentikan langkah buru-buru Nesya. "Kamu nggak ada ... itu kan sama Pak Lehon?" Mengge
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen