Sidney sebenarnya tersinggung karena ucapan Alva yang dinilai kurang sopan meski nadanya santai dan terkesan bercanda, tidak sepantasnya Alva mengucapkan hal semacam itu padahal mereka baru mengenal. Tetapi, menimbang ia berada di pesta milik Aliyah yang merupakan rekan bisnisnya yang sangat berharga, Sidney memilih tetap menjaga sikapnya dan melanjutkan mengobrol hingga beberapa saat.
Beberapa menit berlalu Sidney kemudian merogoh tasnya untuk mengecek jam di ponselnya. "Dan sepertinya ini sudah waktunya aku kembali ke kamar.""Aku akan mengantarmu ke kamar," sahut Alva.Sidney bergidik membayangkan diantarkan pria yang beberapa saat mengatakan akan mengantarkannya ke kamar, pria yang mulai menunjukkan sikap tidak sopan itu bisa saja mengambil kesempatan. "Terima kasih, tapi aku bisa sendiri."Alva diam-diam menggertakkan giginya. Selain menolakku apa kau selalu menolak semua pria yang mencoba mendekatimu?Pikiran Alva muram, juga geram. Ribuan wanita rela antre untuk mendapat perhatian darinya atau sekedar senyumnya, tetapi Sidney bersikap datar padanya bahkan terkesan terus menghindari tatapan matanya. Si pemilik bokong indah di depannya benar-benar membuatnya jengkel, tidak terima diperlakukan seolah ia adalah pria yang tidak pantas diperhitungkan. Dan ia tidak peduli dengan penolakan Sidney kali ini.Ia meraih jasnya mengenakannya kembali. Tetapi, baru saja satu lengannya masuk ke dalam lengan jas, ia buru- bangkit dari duduknya karena Sidney yang sedang bangkit dari duduknya oleng dan nyaris terjatuh."Kau mabuk?" tanya Alva seraya menahan punggung Sidney menggunakan lengannya.Bukankah sudah jelas? Aku sangat mabuk hingga tidak bisa berdiri?Kesadaran Sidney hanya tinggal seperempat, ia mati-matian mempertahankan kesadarannya karena ia tidak ingin terlihat payah di depan Aliyah dan suaminya, juga teman-teman mereka. Termasuk Alva juga."Aku hanya pusing, sedikit," desah Sidney berusaha setenang mungkin.Alva mengenakan jasnya tanpa melepaskan Sidney dari lengannya. "Kau memang perlu istirahat," ucapnya dengan sangat lembut.Sidney mengangguk dan berusaha berdiri dengan benar meskipun ia kepayahan hingga terpaksa menerima bantuan Alva yang memapahnya karena pandangannya mulai kabur dan kepala terasa semakin berputar."Seharusnya kau tidak memaksakan diri minum jika kau ketahananmu terhadap alkohol serendah ini," omel Alva yang entah kenapa merasa kesal karena di balik sikap tenang Sidney ternyata wanita itu sedang mencoba bertahan agar ia terlihat kuat.Sidney tidak memedulikan omelan Alva, jika bukan karena toko perhiasan Aliyah adalah penyumbang omset terbesar ke perusahaannya, Sidney juga tidak akan memaksakan diri berada di tengah pesta berlama-lama apa lagi berlama-lama bersama Alva yang membuat batinnya semakin resah."Berapa nomor kamarmu?" tanya Alva ketika mereka memasuki lift.Sidney menyebutkan nomor kamarnya dan Alva menekan nomor lantai yang tertera di dinding lift. Ketika mereka tiba di depan kamar Sidney, Alva kembali menanyakan di mana kunci akses pintu kamar Sidney dan dengan gerakan yang nyaris tidak bertenaga Sidney memberikan tasnya kepada Alva.Alva menerima tas Sidney dan membukanya untuk mengambil kunci tanpa melepaskan Sidney dari kungkungan lengannya, ia sempat berhenti sejenak saat Sidney mengerang sambil menyandarkan kepalanya ke dada Alva.Sial. Erangan Sidney terdengar menggairahkan. Dengan gerakan halus Alva merapatkan tubuhnya ke tubuh Sidney sembari menempelkan kunci pintu ke sensor yang berada di pintu kamar hotel dan entah keputusan dari mana, ia membopong tubuh Sidney memasuki pintu yang ia dorong menggunakan lututnya.Ia melemparkan tas Sidney ke atas tempat tidur lalu merebahkan wanita itu dengan hati-hati dengan posisi kaki Sidney yang menjuntai ke lantai kemudian memandangi wajah cantik Sidney. Mata wanita itu terpejam, bulu matanya panjang dengan alis yang menaungi tidak terlalu tebal tetapi terbentuk dengan rapi. Bibirnya yang indah menggunakan lipstik berwana tidak mencolok dan kulit wajahnya terlihat halus dengan bintik-bintik cokelat samar. Benar-benar cantik meski menggunakan riasan sederhana.Alva mengalihkan pandangannya ke leher dan tulang selangka Sidney kemudian mendekatkan wajahnya ke leher wanita itu untuk mencicipi leher jenjang itu. Tetapi, ia khawatir Sidney terbangun dan akan mengira jika ia sedang mencuri kesempatan meskipun benar adanya. Akhirnya Alva memutuskan hanya menghirup aroma Sidney dan kembali memandangi wajah dan tubuh yang masih terbalut gaun si pemilik bokong indah yang mencuri perhatiannya sejak pertama kali ia melihat.Alva turun dari atas tempat tidur, ia berlutut lalu meletakkan satu kaki Sidney yang masih mengenakan sepatu di atas pahanya, ia membelai betis wanita itu dengan gerakan lembut lalu melepaskan sepatunya. Ia memperhatikan kuku kaki Sidney yang dicat dengan warna putih susu kemudian matanya menelusuri kulit betis Sidney.Alva menelan ludah menyaksikan kemolekan kulit Sidney, gaun warna hitam yang kenakan Sidney dengan belahan tinggi itu terbuka menampakkan pahanya dengan jelas hingga hasrat di dalam diri Alva tidak dapat ditahan lagi, perlahan mengecup betis Sidney dengan lembut dan dorongan kuat di dalam dirinya semakin membuncah. Ia mengulanginya beberapa kali dan bibirnya mulai menelusuri betis itu hingga ke paha Sidney. Dan ia mendengar Sidney mengerang. Alva menghentikan cumbuannya kemudian ia merangkak ke atas tempat tidur."Sidney," panggilnya seraya satu lengannya membelai paha Sidney yang terbuka.Sidney membuka matanya, tetapi kemudian memejamkan matanya kembali dan bergumam, "Kau ingin mengambil kesempatan dariku?"Alva mengira pertahanan Sidney telah menguap bersama kesadarannya. Tetapi, ia salah. Sidney yang terlihat tidak berdaya ternyata masih berusaha mempertahankan kesadaran dan menurut Alva, cara Sidney mempertahankan diri harus diberikan apresiasi."Aku tidak seperti itu," sangkal Alva. "Jika aku ingin mengambil kesempatan aku tidak perlu berepot-repot membuatmu terjaga."Sidney membuka matanya. "Apa yang kau inginkan dariku?"Alva menyentuh anak rambut di kening Sidney dengan gerakan sangat lembut kemudian matanya langsung mengunci pandangan Sidney. "Aku menginginkanmu, dan aku yakin kau juga menginginkan aku."Sidney tersenyum sedikit sinis. "Karena kau Alvaro Leonard?"Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE.Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.🍒❤️Epilogue Enam tahun rumah tangga Sidney dan Alva tidak terasa dilalui, mereka menikmati hubungan rumah tangga yang harmonis—nyaris tanpa kendala yang berarti kecuali pertengkaran kecil yang lumrah. Selama itu pula Sidney mengikuti ke mana pun suaminya pergi untuk bertanding, bukan karena ia takut ada wanita yang akan mengambil Alva. Melainkan dirinya tidak sanggup jauh dari hangatnya tatapan suaminya, begitu juga Alva yang tidak bisa jika Sidney terlepas dari pandangannya. Di tempat tinggal pribadi mereka yang berada di Palma, Sidney meringkuk di samping tubuh Alva yang hanya mengenakan celana pendek, lengannya melingkar di pinggang suaminya dengan posesif seolah enggan jika suaminya menjauh darinya meskipun hanya berbeda detik. Sidney tidak sedang tidur, ia hanya sedang merasakan kebahagiaan yang melampaui kebahagiaan lain karena setelah lebih dari enam tahun menikah akhirnya mereka akan memiliki buah hati. Suaminya memang tidak pernah mengungkapkan keinginan apa lagi menuntut adan
Happy reading and enjoy! Chapter 40 Belongs to the Player-End Satu persatu teman Alva mendekat, menyapa kemudian memberikan selamat atas hubungan mereka dan pastinya mereka juga menggoda Alva dengan pembicaraan khas pria. Untungnya mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris sehingga Sidney tidak perlu merasa terkucilkan. Meski beberapa orang menggunakan bahasa Spanyol, tetapi Alva dan Aliyah dengan senang hati menerjemahkannya untuk Sidney. Sikap ramah dan santai teman-teman Alva membuat perasaan canggung yang menggelayuti pikirannya sejak Sidney memasuki tempat pesta sedikit memudar, bahkan beberapa orang wanita pasangan teman-teman Alva juga menyapa dan berusaha mengakrabkan diri kepada Sidney. Sidney tersenyum seraya mengeratkan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Alva, ia belum pernah merasa sebaik ini berada di tengah orang asing dan menjadi pusat perhatia
Happy reading and enjoy! Chapter 39 Marry Me Alva menghentikan langkahnya saat memasuki ruang ganti karena matanya terpaku pada sosok Sidney yang sedang berdiri membelakanginya di depan cermin. Wanita itu terlihat sempurna mengenakan barang-barang pilihnya, kecuali bra yang tidak dikenakan oleh Sidney karena gaun itu ternyata dirancang untuk dikenakan tanpa bra.Ia kemudian melangkah menghampiri Sidney dan lengannya langsung melingkari pinggang ramping kekasihnya dan berbisik, "Aku menyesal memilih gaun ini."Gaun itu seolah di desain khusus untuk Sidney, nyaris tanpa cela menonjolkan liukan tubuh Sidney.Sidney melirik cermin untuk memastikan riasan sederhananya dan juga tatanan rambut yang ia buat sendiri menggunakan kemampuan terbaiknya, khawatir jika riasannya terlihat payah karena di pesta nanti mungkin akan ada banyak wanita cantik yang mendampingi para pemain sepak bola. "Gaun yang indah dan aku tidak
Happy reading and enjoy! Chapter 38 I Love You Alva menggenggam telapak tangan Sidney menjauhi stadion dengan dikawal beberapa orang bodyguard karena wartawan dan beberapa penonton mengikuti mereka seolah haus akan berita percintaannya yang seketika mengguncang jagat sepak bola dan juga hiburan. Seorang Alvaro Leonard yang beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar memiliki kekasih tiba-tiba mencium seorang wanita di tribune dan diketahui wanita itu adalah salah satu putri keluarga Johanson, tentunya berita itu menjadi sangat menarik. Lebih menarik dari pada dua gol yang dicetaknya. "Sepertinya kita membuat kerusuhan," seringai Alva seraya mengeratkan genggamannya di telapak tangan Sidney. "Aku belum pernah dikejar wartawan seperti ini," ujar Sidney dengan polos dan diselingi tawa ringan. Bahu Alva terguncang pelan. "Mulai hari ini kau harus menghadapi mereka." Sidney merengut, tetapi wajahnya tetap merah meron
Happy reading and enjoy! Chapter 37 Never Surrender "Dua gol yang indah." Suara itu membuat Alva yang sedang memasang kancing kemejanya mengerutkan keningnya. Dengan gerakan santai berbalik dan mendongakkan kepalanya, bibirnya mengulas senyum tipis saat mendapati wanita di depannya. Dibandingkan enam tahun yang lalu, Jasmine jauh lebih terlihat matang dan pastinya banyak perubahan dari penampilannya yang tidak lagi kekanakan. "Jasmine?" sapanya seraya menyelesaikan mengancingkan kancing kemejanya. "Sepertinya aku selalu kehilangan momen yang tepat jika berurusan denganmu," ujar Jasmine dengan nada murung. Alva memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" "Kau selalu tidak memiliki ruang kosong untuk kutempati. "Jasmine mengedikkan bahunya kemudian menghela napasnya. "Mulai besok aku akan menjadi salah satu pengurus tim ini." Alva tersenyum seraya mengangkat sebelah le
Happy reading and enjoy! Chapter 36 Kept His Promise Pergi ke Madrid seorang diri mungkin lebih baik dibandingkan pergi bersama Gabe dan Leonel. Ia dan Gabe memang sudah sepakat untuk mengakhiri ganjalan dalam hubungan mereka, tetapi nyatanya ketegangan di antara mereka masih membentang.Keberadaan Leonel bahkan tidak mencairkan suasana karena saudara kembarnya sibuk dengan iPad-nya selama perjalanan, sedangkan Gabe tidak membuka mulutnya, pria itu bersandar dengan nyaman di kursinya dan memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari earphone-nya. Sementara Sidney yang tidak bisa memejamkan matanya mulai dilanda kebosanan setelah tiga puluh menit pesawat lepas landas dan mulai merasakan kegelisahan yang sebenarnya telah lama bercokol di dalam benaknya.Bagaimana jika Alva gagal mencetak dua gol?Pemikiran itu telah menghantui Sidney sejak kesepakatannya bersama Alva bergulir, yang artinya hubungannya bersa