Share

3. What do You Want?

Chapter 3

What do You Want?

Sidney sebenarnya tersinggung karena ucapan Alva yang dinilai kurang sopan meski nadanya santai dan terkesan bercanda, tidak sepantasnya Alva mengucapkan hal semacam itu padahal mereka baru mengenal. Tetapi, menimbang ia berada di pesta milik Aliyah yang merupakan rekan bisnisnya yang sangat berharga, Sidney memilih tetap menjaga sikapnya dan melanjutkan mengobrol hingga beberapa saat.

Beberapa menit berlalu Sidney kemudian merogoh tasnya untuk mengecek jam di ponselnya. "Dan sepertinya ini sudah waktunya aku kembali ke kamar."

"Aku akan mengantarmu ke kamar," sahut Alva.

Sidney bergidik membayangkan diantarkan pria yang beberapa saat mengatakan akan mengantarkannya ke kamar, pria yang mulai menunjukkan sikap tidak sopan itu bisa saja mengambil kesempatan. "Terima kasih, tapi aku bisa sendiri."

Alva diam-diam menggertakkan giginya. Selain menolakku apa kau selalu menolak semua pria yang mencoba mendekatimu?

Pikiran Alva muram, juga geram. Ribuan wanita rela antre untuk mendapat perhatian darinya atau sekedar senyumnya, tetapi Sidney bersikap datar padanya bahkan terkesan terus menghindari tatapan matanya. Si pemilik bokong indah di depannya benar-benar membuatnya jengkel, tidak terima diperlakukan seolah ia adalah pria yang tidak pantas diperhitungkan. Dan ia tidak peduli dengan penolakan Sidney kali ini.

Ia meraih jasnya mengenakannya kembali. Tetapi, baru saja satu lengannya masuk ke dalam lengan jas, ia buru- bangkit dari duduknya karena Sidney yang sedang bangkit dari duduknya oleng dan nyaris terjatuh.

"Kau mabuk?" tanya Alva seraya menahan punggung Sidney menggunakan lengannya.

Bukankah sudah jelas? Aku sangat mabuk hingga tidak bisa berdiri?

Kesadaran Sidney hanya tinggal seperempat, ia mati-matian mempertahankan kesadarannya karena ia tidak ingin terlihat payah di depan Aliyah dan suaminya, juga teman-teman mereka. Termasuk Alva juga.

"Aku hanya pusing, sedikit," desah Sidney berusaha setenang mungkin.

Alva mengenakan jasnya tanpa melepaskan Sidney dari lengannya. "Kau memang perlu istirahat," ucapnya dengan sangat lembut.

Sidney mengangguk dan berusaha berdiri dengan benar meskipun ia kepayahan hingga terpaksa menerima bantuan Alva yang memapahnya karena pandangannya mulai kabur dan kepala terasa semakin berputar.

"Seharusnya kau tidak memaksakan diri minum jika kau ketahananmu terhadap alkohol serendah ini," omel Alva yang entah kenapa merasa kesal karena di balik sikap tenang Sidney ternyata wanita itu sedang mencoba bertahan agar ia terlihat kuat.

Sidney tidak memedulikan omelan Alva, jika bukan karena toko perhiasan Aliyah adalah penyumbang omset terbesar ke perusahaannya, Sidney juga tidak akan memaksakan diri berada di tengah pesta berlama-lama apa lagi berlama-lama bersama Alva yang membuat batinnya semakin resah.

"Berapa nomor kamarmu?" tanya Alva ketika mereka memasuki lift.

Sidney menyebutkan nomor kamarnya dan Alva menekan nomor lantai yang tertera di dinding lift. Ketika mereka tiba di depan kamar Sidney, Alva kembali menanyakan di mana kunci akses pintu kamar Sidney dan dengan gerakan yang nyaris tidak bertenaga Sidney memberikan tasnya kepada Alva.

Alva menerima tas Sidney dan membukanya untuk mengambil kunci tanpa melepaskan Sidney dari kungkungan lengannya, ia sempat berhenti sejenak saat Sidney mengerang sambil menyandarkan kepalanya ke dada Alva.

Sial. Erangan Sidney terdengar menggairahkan. Dengan gerakan halus Alva merapatkan tubuhnya ke tubuh Sidney sembari menempelkan kunci pintu ke sensor yang berada di pintu kamar hotel dan entah keputusan dari mana, ia membopong tubuh Sidney memasuki pintu yang ia dorong menggunakan lututnya.

Ia melemparkan tas Sidney ke atas tempat tidur lalu merebahkan wanita itu dengan hati-hati dengan posisi kaki Sidney yang menjuntai ke lantai kemudian memandangi wajah cantik Sidney. Mata wanita itu terpejam, bulu matanya panjang dengan alis yang menaungi tidak terlalu tebal tetapi terbentuk dengan rapi. Bibirnya yang indah menggunakan lipstik berwana tidak mencolok dan kulit wajahnya terlihat halus dengan bintik-bintik cokelat samar. Benar-benar cantik meski menggunakan riasan sederhana.

Alva mengalihkan pandangannya ke leher dan tulang selangka Sidney kemudian mendekatkan wajahnya ke leher wanita itu untuk mencicipi leher jenjang itu. Tetapi, ia khawatir Sidney terbangun dan akan mengira jika ia sedang mencuri kesempatan meskipun benar adanya. Akhirnya Alva memutuskan hanya menghirup aroma Sidney dan kembali memandangi wajah dan tubuh yang masih terbalut gaun si pemilik bokong indah yang mencuri perhatiannya sejak pertama kali ia melihat.

Alva turun dari atas tempat tidur, ia berlutut lalu meletakkan satu kaki Sidney yang masih mengenakan sepatu di atas pahanya, ia membelai betis wanita itu dengan gerakan lembut lalu melepaskan sepatunya. Ia memperhatikan kuku kaki Sidney yang dicat dengan warna putih susu kemudian matanya menelusuri kulit betis Sidney.

Alva menelan ludah menyaksikan kemolekan kulit Sidney, gaun warna hitam yang kenakan Sidney dengan belahan tinggi itu terbuka menampakkan pahanya dengan jelas hingga hasrat di dalam diri Alva tidak dapat ditahan lagi, perlahan mengecup betis Sidney dengan lembut dan dorongan kuat di dalam dirinya semakin membuncah. Ia mengulanginya beberapa kali dan bibirnya mulai menelusuri betis itu hingga ke paha Sidney. Dan ia mendengar Sidney mengerang. Alva menghentikan cumbuannya kemudian ia merangkak ke atas tempat tidur.

"Sidney," panggilnya seraya satu lengannya membelai paha Sidney yang terbuka.

Sidney membuka matanya, tetapi kemudian memejamkan matanya kembali dan bergumam, "Kau ingin mengambil kesempatan dariku?"

Alva mengira pertahanan Sidney telah menguap bersama kesadarannya. Tetapi, ia salah. Sidney yang terlihat tidak berdaya ternyata masih berusaha mempertahankan kesadaran dan menurut Alva, cara Sidney mempertahankan diri harus diberikan apresiasi.

"Aku tidak seperti itu," sangkal Alva. "Jika aku ingin mengambil kesempatan aku tidak perlu berepot-repot membuatmu terjaga."

Sidney membuka matanya. "Apa yang kau inginkan dariku?"

Alva menyentuh anak rambut di kening Sidney dengan gerakan sangat lembut kemudian matanya langsung mengunci pandangan Sidney. "Aku menginginkanmu, dan aku yakin kau juga menginginkan aku."

Sidney tersenyum sedikit sinis. "Karena kau Alvaro Leonard?"

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE.

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒❤️

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
waduh kesempatan dalam kesempitan....wkwkwkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status