Share

4. I Want You

last update Last Updated: 2021-07-05 16:27:54

Chapter 4

I Want You

Terlepas dari sikap kurang ajar Alva, Sidney bersyukur karena pria seksi itu berbaik hati melepaskan satu sepatunya dan memosisikan tubuh Sidney dengan benar di atas tempat tidur sebelum melangkah meninggalkan kamar. Pria itu juga menarik selimut untuk menutupi tubuh Sidney hingga Sidney tidak perlu repot-repot mengurus dirinya yang bahkan tidak mampu lagi mengangkat kepalanya.

Sidney memejamkan matanya, jemari tangannya menyentuh bibirnya yang mengulas senyum tipis. Ia masih bisa mengingat rasa bibir Alva di bibirnya dan aroma pria itu masih samar-samar berada di sekitarnya.

Nyaris saja Sidney membukakan pahanya untuk Alva, atau mungkin untuk dirinya sendiri karena sejujurnya ia juga menginginkan pria seksi itu. Kencan satu malam bersama Alvaro Leonard sepertinya patut dicoba, tetapi Sidney bimbang melakukannya.

Bukan karena ia memiliki tunangan, Gerald juga pastikan tidak akan peduli dengan apa yang dilakukannya. Ia dan Gerald memiliki kesepakatan satu tahun yang lalu, pernikahan mereka akan dilaksanakan kurang lebih satu tahun lagi kemudian bercerai pada tahun berikutnya. Dan selama belum ada ikatan pernikahan baik Sidney maupun Gerald juga sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing. Mereka bebas menjalin hubungan bersama siapa pun, tetapi ada pula batasan yang mereka sepakati karena bebas berkencan bukan berarti bebas pula membiarkan publik mengetahui skandal yang mereka bangun bersama orang lain.

Yang membuat Sidney bimbang menjalani kencan satu malam bersama Alva adalah ia khawatir anggapan Alva terhadapnya. Alva mungkin akan mengira jika dirinya bersedia membukakan paha untuk Alva karena pria itu terkenal dan digilai wanita.

Jika Sidney hanya menginginkan pria terkenal, ia bisa memilih aktor yang bernaung di bawah Glamor Entertainment, perusahaan yang bergerak di bidang industri hiburan milik ayahnya yang kini dikelola oleh saudara kembarnya, Leonel Johanson. Ada banyak pria yang tersedia menjadi teman kencan satu malamnya, atau bahkan lebih dari sekedar itu.

Seharusnya persetan dengan anggapan Alva karena kencan satu malam berarti ketika matahari terbit, maka segalanya berubah. Mereka tidak lagi terlibat apa pun lagi.

"Ya Tuhan," erang Sidney pelan seraya menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Ia menginginkan Alva lebih dari apa pun. Pemilik mata cokelat pekat itu lebih lebih memabukkan ketimbang alkohol yang ia konsumsi di pesta pernikahan Aliyah.

"Jangan berharap ada kencan satu malam di antara kita."

Kalimat itu adalah sesuatu yang paling Sidney sesali hari ini. Seharusnya ia tidak mengucapkan kalimat itu dan membuat Alva meninggalkan kamar setelah memastikan Sidney dalam posisi yang nyaman.

Sekarang mungkin ia tidak akan memiliki kesempatan kedua untuk bersama pria seksi itu, satu-satunya kesempatan dapat merasakan otot dada dan perut pria seksi itu telah hangus.

Seharusnya ia menahan Alva agar tetap tinggal. Ya Tuhan, Sidney benar-benar menyesali keangkuhannya.

"Oh, sial," erang Sidney sekali lagi menyesali sikapnya seraya meraba-raba kasur untuk mencari-cari ponselnya yang berdering. Tetapi, ia tidak berusaha bergeser dari posisinya karena dipastikan dering ponsel itu bukan panggilan dari Alva.

***

Alva mempercepat laju alat treadmill yang ia naiki, berharap kecepatan treadmill mampu membuatnya melupakan Sidney. Sialnya, ia sama sekali tidak bisa melupakan wajah wanita cantik yang seolah terus menjaga jarak darinya.

"Sial!" geram Alva. Ia tidak pernah sefrustrasi ini hanya karena seorang wanita dan ia tidak pernah merasa penasaran kepada seorang wanita hingga batinnya tersiksa.

Bukan hanya batinnya yang tersiksa, seluruh tubuhnya terutama kelelakiannya juga tersiksa sepanjang malam hingga ia tidak bisa memejamkan mata dengan benar. Ia menginginkan Sidney lebih dari apa pun.

Ia ingin memerangkap wanita itu dalam pelukannya, mencicipi bibi sekali lagi, membelai kulit betis dan pahanya yang lembut.

Entah karena penasaran terhadap wanita itu, atau karena harga dirinya yang terluka karena penolakan Sidney. Yang jelas ia bertekad untuk tidak melepaskan Sidney, ia akan menaklukkan wanita angkuh itu bagaimana pun caranya agar penderitaan batinnya terhenti.

Alva memperlambat laju treadmill kemudian menghentikannya dan turun dari sana, ia meraih handuk olah raganya kemudian menyeka peluh yang membasahi tubuhnya. Ia melangkah ke ruang ganti untuk mengambil ponselnya yang berada di dalam loker, di depan cermin yang membentang luas tepat di depan pintu masuk ia menghentikan langkahnya.

Matanya menjelajahi wajah dan tubuhnya yang terpantul di cermin, rahangnya mengeras mana kala kembali teringat penolakan Sidney.

Pria seperti apa yang Sidney inginkan? Pikiran Alva muram. Ia memiliki tubuh yang tinggi, otot yang tersusun sempurna, dan wajah yang tampan. Untuk masalah finansial, ia juga telah mapan dalam segala hal. Ia memiliki beberapa mobil sport, beberapa unit pent house, dan beberapa aset lain. Juga beberapa investasi saham yang menguntungkan.

Sialan. Sidney benar-benar meremehkanku.

Alva keluar dari ruangan itu setelah mengambil barang-barang miliknya dan melangkah meninggalkan tempat gym di dalam hotel tempatnya menginap. Grant dan Aliyah benar-benar memanjakan seluruh tamu undangan dengan fasilitas hotel bintang lima di jantung kota Dubai.

Kedatangan Alva sukses membuat Grant mengerutkan kedua alisnya ketika mendapati saudara laki-lakinya berdiri di depan pintu kamarnya pukul setengah delapan pagi menggunakan pakaian olahraga yang basah oleh peluh.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Mengajakmu berolah raga," sahut Alva dengan nada datar.

Grant nyaris tertawa karena alasan Alva yang jelas omong kosong. "Sejak kapan kau sangat perhatian padaku?"

Meski mereka adalah kakak beradik dan tergabung dalam satu tim sepak bola, bukan berarti mereka sangat akrab. Grant memperlakukan Alva sebagai seniornya di lapangan dan Alva, ia memperlakukan Grant seperti memperlakukan teman-temannya yang lain. Mereka juga jarang berkumpul karena di luar latihan dan jadwal pertandingan, mereka memiliki kesibukan masing-masing.

"Kurasa latihan mengangkat beban di pagi hari bagus untuk pengantin baru."

Kali ini Grant tertawa geli tanpa suara hingga bahunya terguncang. "Kau tahu, aku lebih baik memeluk Aliyah pagi ini dari pada bersamamu di tempat olah raga." Ia mengamati wajah kakaknya yang menunjukkan gelagat tidak biasa. "Apa ada yang penting?"

Meski tidak terlalu akrab dengan Alva, tetapi mereka tumbuh bersama. Grant setidaknya tahu sifat kakaknya yang tidak mungkin datang menemuinya pukul setengah delapan pagi jika tidak ada sesuatu yang penting.

"Apa kau tahu jam berapa Sidney akan melakukan tur ke padang pasir?" tanya Alva dengan ekspresi serius.

Kerutan di alis Grant semakin dalam. "Kenapa tidak bertanya langsung pada Sidney?"

Alva mengedikkan bahunya. "Aku tidak tahu nomor ponselnya."

"Kenapa kau tidak memintanya?"

Tidak adawaktu meminta nomor ponsel Sidney dan dipastikan wanita itu juga tidak akan memberitahu nomor ponselnya."Barangkali Aliyah tahu jadwal Sidney, bisakah kau tanyakan pada Aliyah?"

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak komentar dan RATE!

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒❤️

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belongs to the Player   Epilogue

    Epilogue Enam tahun rumah tangga Sidney dan Alva tidak terasa dilalui, mereka menikmati hubungan rumah tangga yang harmonis—nyaris tanpa kendala yang berarti kecuali pertengkaran kecil yang lumrah. Selama itu pula Sidney mengikuti ke mana pun suaminya pergi untuk bertanding, bukan karena ia takut ada wanita yang akan mengambil Alva. Melainkan dirinya tidak sanggup jauh dari hangatnya tatapan suaminya, begitu juga Alva yang tidak bisa jika Sidney terlepas dari pandangannya. Di tempat tinggal pribadi mereka yang berada di Palma, Sidney meringkuk di samping tubuh Alva yang hanya mengenakan celana pendek, lengannya melingkar di pinggang suaminya dengan posesif seolah enggan jika suaminya menjauh darinya meskipun hanya berbeda detik. Sidney tidak sedang tidur, ia hanya sedang merasakan kebahagiaan yang melampaui kebahagiaan lain karena setelah lebih dari enam tahun menikah akhirnya mereka akan memiliki buah hati. Suaminya memang tidak pernah mengungkapkan keinginan apa lagi menuntut adan

  • Belongs to the Player   40. Belongs to the Player-End

    Happy reading and enjoy! Chapter 40 Belongs to the Player-End Satu persatu teman Alva mendekat, menyapa kemudian memberikan selamat atas hubungan mereka dan pastinya mereka juga menggoda Alva dengan pembicaraan khas pria. Untungnya mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris sehingga Sidney tidak perlu merasa terkucilkan. Meski beberapa orang menggunakan bahasa Spanyol, tetapi Alva dan Aliyah dengan senang hati menerjemahkannya untuk Sidney. Sikap ramah dan santai teman-teman Alva membuat perasaan canggung yang menggelayuti pikirannya sejak Sidney memasuki tempat pesta sedikit memudar, bahkan beberapa orang wanita pasangan teman-teman Alva juga menyapa dan berusaha mengakrabkan diri kepada Sidney. Sidney tersenyum seraya mengeratkan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Alva, ia belum pernah merasa sebaik ini berada di tengah orang asing dan menjadi pusat perhatia

  • Belongs to the Player   39. Marry Me

    Happy reading and enjoy! Chapter 39 Marry Me Alva menghentikan langkahnya saat memasuki ruang ganti karena matanya terpaku pada sosok Sidney yang sedang berdiri membelakanginya di depan cermin. Wanita itu terlihat sempurna mengenakan barang-barang pilihnya, kecuali bra yang tidak dikenakan oleh Sidney karena gaun itu ternyata dirancang untuk dikenakan tanpa bra.Ia kemudian melangkah menghampiri Sidney dan lengannya langsung melingkari pinggang ramping kekasihnya dan berbisik, "Aku menyesal memilih gaun ini."Gaun itu seolah di desain khusus untuk Sidney, nyaris tanpa cela menonjolkan liukan tubuh Sidney.Sidney melirik cermin untuk memastikan riasan sederhananya dan juga tatanan rambut yang ia buat sendiri menggunakan kemampuan terbaiknya, khawatir jika riasannya terlihat payah karena di pesta nanti mungkin akan ada banyak wanita cantik yang mendampingi para pemain sepak bola. "Gaun yang indah dan aku tidak

  • Belongs to the Player   38. I Love You

    Happy reading and enjoy! Chapter 38 I Love You Alva menggenggam telapak tangan Sidney menjauhi stadion dengan dikawal beberapa orang bodyguard karena wartawan dan beberapa penonton mengikuti mereka seolah haus akan berita percintaannya yang seketika mengguncang jagat sepak bola dan juga hiburan. Seorang Alvaro Leonard yang beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar memiliki kekasih tiba-tiba mencium seorang wanita di tribune dan diketahui wanita itu adalah salah satu putri keluarga Johanson, tentunya berita itu menjadi sangat menarik. Lebih menarik dari pada dua gol yang dicetaknya. "Sepertinya kita membuat kerusuhan," seringai Alva seraya mengeratkan genggamannya di telapak tangan Sidney. "Aku belum pernah dikejar wartawan seperti ini," ujar Sidney dengan polos dan diselingi tawa ringan. Bahu Alva terguncang pelan. "Mulai hari ini kau harus menghadapi mereka." Sidney merengut, tetapi wajahnya tetap merah meron

  • Belongs to the Player   37. Never Surrender

    Happy reading and enjoy! Chapter 37 Never Surrender "Dua gol yang indah." Suara itu membuat Alva yang sedang memasang kancing kemejanya mengerutkan keningnya. Dengan gerakan santai berbalik dan mendongakkan kepalanya, bibirnya mengulas senyum tipis saat mendapati wanita di depannya. Dibandingkan enam tahun yang lalu, Jasmine jauh lebih terlihat matang dan pastinya banyak perubahan dari penampilannya yang tidak lagi kekanakan. "Jasmine?" sapanya seraya menyelesaikan mengancingkan kancing kemejanya. "Sepertinya aku selalu kehilangan momen yang tepat jika berurusan denganmu," ujar Jasmine dengan nada murung. Alva memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" "Kau selalu tidak memiliki ruang kosong untuk kutempati. "Jasmine mengedikkan bahunya kemudian menghela napasnya. "Mulai besok aku akan menjadi salah satu pengurus tim ini." Alva tersenyum seraya mengangkat sebelah le

  • Belongs to the Player   36. Kept His Promise

    Happy reading and enjoy! Chapter 36 Kept His Promise Pergi ke Madrid seorang diri mungkin lebih baik dibandingkan pergi bersama Gabe dan Leonel. Ia dan Gabe memang sudah sepakat untuk mengakhiri ganjalan dalam hubungan mereka, tetapi nyatanya ketegangan di antara mereka masih membentang.Keberadaan Leonel bahkan tidak mencairkan suasana karena saudara kembarnya sibuk dengan iPad-nya selama perjalanan, sedangkan Gabe tidak membuka mulutnya, pria itu bersandar dengan nyaman di kursinya dan memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari earphone-nya. Sementara Sidney yang tidak bisa memejamkan matanya mulai dilanda kebosanan setelah tiga puluh menit pesawat lepas landas dan mulai merasakan kegelisahan yang sebenarnya telah lama bercokol di dalam benaknya.Bagaimana jika Alva gagal mencetak dua gol?Pemikiran itu telah menghantui Sidney sejak kesepakatannya bersama Alva bergulir, yang artinya hubungannya bersa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status