Share

05. Makan Malam Romantis

Lagi-lagi Guntur sudah ada di depan gerbang. Sepertinya tidak butuh satu atau dua teguran untuk menyadarkan pria itu, mungkin setiap detik Erisca harus memberitahu jika orang tuanya tukang ngatur. Erisca hanya tidak ingin Guntur terkena imbas gara-gara dirinya. 

"Ih, bapak, udah berapa kali aku bilang jangan diem di depan rumah! Kalau ada papa atau mama buka gerbang terus lihat cowok di sini, bisa-bisa aku enggak dibolehin lagi buat kerja." Wajah Erisca merah padam, dia kesal lantaran Guntur tidak mau nurut. 

"Aku enggak masalah ketemu orang tua kamu sekarang. Justru itu suatu hal yang bagus. Aku bisa minta restu sama mereka buat deketin kamu. Beres, 'kan?" Guntur berkata enteng, padahal ia sadar jika saat ini gadisnya sedang marah. 

"Beres bapak bilang? Segampang itu kah minta restu? Bapak enggak tahu aja kalau orang tua aku keras kepala." Erisca melipat kedua tangan di depan dada. Menatap lurus ke arah yang bersangkutan. 

"Iya-iya, aku paham, kok, Ris. Sekarang kamu jangan panggil aku bapak lagi, oke? Tapi kalau masih bandel, aku bakalan kasih hukuman setimpal buat kamu." Guntur mengalihkan pembicaraan. Karena berdebat dengan cewek tidak akan ada habisnya. 

"Oke, aku enggak akan panggil bapak lagi. Tapi kalau boleh tahu, hukuman apa yang bakal k-kamu kasih ke aku?" Erisca bertanya penasaran. Rupanya dia sudah teralihkan oleh pembahasan kali ini. 

Guntur meraih satu tangan Erisca, menggiringnya supaya menjauh dari depan rumah menuju tempat di mana mobil terparkir. Ia menjawab dengan mimik jahil, "Cium misalnya." 

Sontak saja Erisca membeku. Apa-apaan Guntur ini. Berani sekali melayangkan lelucon yang sudah jelas tidak boleh dilakukan oleh sepasang kekasih non-halal. Tapi tidak bisa disembunyikan, sekarang jantung Erisca berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. 

"Lah, k-kamu apaan, sih. Jangan aneh-aneh, deh." Erisca memalingkan wajah saat Guntur menatapnya. Dia tidak bisa menetralkan eskpresi jika sedang berbunga-bunga. 

"Aneh-aneh tapi suka, 'kan?" Guntur mencolek-colek pipi Erisca dari samping. Ia tak henti menebar senyum karena merasa bahagia ada di dekat gadis pujaannya. 

"Enggak, ih!" Erisca sengaja melepas genggaman tangan Guntur. Dia buru-buru masuk mobil saat Guntur sudah membuka kuncinya. 

Sementara Guntur segera duduk di kursi kemudi. Ia terus saja menggoda Erisca dengan tatapan andalannya. Melihat gelagat gugup dari cewek itu, membuatnya jadi nagih untuk terus mencari cara lain agar dia baper sendiri. Duh ... wajah cewek jika sedang salah tingkah memang menggemaskan! 

Guntur ingin meraup wajah cewek itu sembari menguyelnya. Tapi ia masih tahu batasan dan cara yang sehat dalam berpacaran. Kalau ia lancang, bisa-bisa Erisca menjauh lalu minta putus. Uh, itu tidak boleh terjadi. 

***

"Kamu baru selesai solat, ya?" Guntur muncul dari balik pintu. Erisca tersenyum lalu mengangguk sebagai tanggapan. "Calon istri idaman," lanjut Guntur, terkekeh kecil saat Erisca melotot. 

"Aku mau balik lagi ke depan, masih banyak pelanggan yang harus dilayani di sana." Erisca hendak berlalu pergi, tetapi Guntur menahan tangannya. "Kenapa lagi?" 

"Enggak kenapa-kenapa, cuma mau ajak kamu makan aja." Guntur menarik Erisca ke arah dapur, meminta kepada koki khusus agar memasakkan makanan spesial untuk mereka berdua. 

"Tapi aku harus balik kerja." Erisca protes, tetapi Guntur malah menempelkan telunjuknya di depan bibir cewek itu. 

"Jangan banyak omong. Kamu punya perut yang harus dikasih makan. Kalau enggak, nanti kamu sakit." Ini lah Guntur, tidak pernah mau dibantah. 

"Tap–" 

"Sttt!" Lagi-lagi Guntur membuat bibir Erisca bergetar. Pria itu tampak serius menatap cewek di depannya ini. 

"Tolong antar ke meja di luar yang udah saya siapkan, ya? Jangan pakai lama!" perintah Guntur, mutlak. 

"Kita mau ke mana?" tanya Erisca, tetapi Guntur tidak menjawab. Ia terus menarik tangan gadisnya hingga sampai di luar kafe, memperlihatkan tatanan meja dan kursi yang dihiasi sedemikian rupa. "Wah ... bagus banget." Erisca menyapu sekeliling, ada banyak lilin berbentuk hati yang terletak di bawah. Sangat indah. 

"Gimana, suka enggak?" Guntur menarik satu kursi makan untuk Erisca, gadis itu pun duduk di sana. 

"Suka banget." Erisca tak henti menampilkan deretan gigi-giginya yang putih. Mata gadis itu berbinar-binar karena takjub dengan keadaan sekitar. "Tapi apa maksud kamu buat ini semua?" lanjut Erisca, bertanya. 

"Aku sengaja bikin semua ini sebagai dinner pertama antara kita. Aku harap kamu bisa menikmati suasana malam ini dengan damai." Guntur membalas manis. Ia menatap mata Erisca dengan sorot lembut. 

Senyum cewek itu bagai candu. Gerak gemulai tubuhnya membuat Guntur ingin memeluk sang pujaan hati erat-erat. Baru kali ini ia merasakan cinta luar biasa. Atau mungkin saja karena sudah lama ia sendirian, hingga saat ini ia kembali berlabuh pada wanita lagi? 

"Aku menikmati banget, kok. Makasih, ya?" tutur Erisca, tersenyum lebar-lebar. "Tapi aku kurang enak sama karyawan lain. Apa mereka enggak akan iri lihat aku sekarang? Aku juga 'kan sama-sama pekerja di sini." Seketika wajah Erisca berubah murung saat mengingat semua itu. Dia mana bisa tenang jika banyak orang lain yang cemburu sosial? 

"Tenang aja, Ris, mereka enggak apa-apa, kok. Aku di sini atasan, kalau mereka macam-macam sama kamu, bisa langsung aku tegur atau bahkan langsung pecat sekalian!" balas Guntur, tegas tanpa ragu-ragu. 

"Tapi tetep aja aku enggak enak. Apalagi mereka suka blak-blakan soal ganjalan di hati. Aku sering lho kena sinis cewek-cewek di sini." Erisca manyun, keceriaan berubah total jadi kegalauan. Dia paling tidak mau ada orang lain yang kasar –termasuk pada pelanggan saat itu. Tapi semua memang tidak bisa dihindari begitu saja. 

"Orang lain cuma bisa menggunjingkan tanpa tau dasarnya apa. Jangan jadikan perilaku mereka sebagai penghancur hubungan kita. Sekarang aku mau kamu makan sampai kenyang. Tuh, kebetulan masakannya udah siap." 

Beberapa koki serta pelayan tampak mendekat dengan masing-masing membawa nampan alumunium. Mereka menata makanan di atas meja dengan sangat apik sesuai perintah dari Guntur. Ada satu pelayan cewek yang mendelik ke arah Erisca sebelum ia melenggang pergi memasuki kafe. Erisca jadi tambah muram mendapatkan perilaku seperti itu. 

"Sayang." Guntur memanggil lembut, meluluhkan hati Erisca hingga kembali tersenyum. "Aku suapi, ya?" 

Erisca perlahan mengangguk. Dia menerima satu suapan pertama dari Guntur dengan suka cita. Dia pun kemudian membalas suapan kepada pria itu hingga rasa tak nyaman hilang melayang. 

Gadis itu berharap penuh, semoga saja kebahagiaan ini tidak akan pernah pudar sampai dia mati sekali pun. Dia juga akan menjaga hubungan baik antara dirinya dan Guntur dari gangguan orang lain yang berusaha meruntuhkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status