Home / Romansa / Benih Papa Sahabatku / Bab 138A. Sebuah Pesan

Share

Bab 138A. Sebuah Pesan

Author: Syatizha
last update Huling Na-update: 2025-01-30 17:33:50

"Mas Ayang kok belum berangkat kantor? Bukannya tadi udah mau masuk mobil, kok malah duduk di sini?" tegur Namira ketika Bi Rusmi mengatakan kalau Daniel masih ada di depan rumah. Namira yang sebelumnya sudah mencivm punggung tangan suaminya kembali keluar rumah dan menghampiri.

Namira duduk di pegangan kursi yang ditempati Daniel. Sebelah tangannya merangkul pundak sang suami.

"Enggak tau. Tiba-tiba aku malas berangkat," jawab Daniel, memindahkan tangan Namira dari pundaknya, lalu ia genggam.

"Bianca mana?"

"Bianca tadi dijemput Evan. Dia udah berangkat."

"Lho, bukanya tante Gita masih di rumah sakit? Evan kenapa masih anter jemput Bianca?" Namira heran, kalau Evan mengantar Bianca ke kampus, berarti Gita sendirian di sana.

"Aku juga gak tau. Sayang, kamu ikut ke kantor ya?" Pandangan Daniel menusuk hati Namira. Wanita yang tengah mengandung benihnya itu melipat kening. Tidak mengerti, kenapa tiba-tiba Daniel menginginkan ia pergi ke kantor?

"Memangnya kenapa? Mas Ayang, ada ap
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 404. Mengungkapkan

    Nida enggan menanggapi ucapan Bianca. Ia tak mau berdebat di depan orang banyak. Membiarkan Bianca dalam egonya. Haifa yang duduk di samping Nida, hanya menoleh sekilas. Kemudian, fokus kembali ke meeting selanjutnya. Haifa tahu perasaan Nida saat ini. Ia hanya berusaha menjaga harga diri dan wibawa Bianca di depan karyawan lain. Kasihan Nida, selalu saja mengalah pada wanita yang telah merawat dan membesarkan Axel dan Alea itu. Usai meeting, Nida sengaja tak langsung keluar ruangan. Ia ingin bicara empat mata dengan Bianca. Evan dan Haifa mengerti, kedua orang itu keluar membiarkan Nida dan Bianca berbicara. "Aku akan tetap membawa keluarga Pak Ferry," ucap Nida bersikeras mengajak keluarga itu ke Bandung. "Enggak bisa, Nida. Tadi udah aku putuskan. Kamu enggak boleh ----""Kaaak!" sela Nida kesal. Kalimat Bianca terpotong. Sorot mata Nida begitu menghujam Bianca. "Itu urusanku. Kakak jangan ikut campur! Yang penting, aku bisa kelola cabang perusahaan kita. Please lah, Kak. Jangan

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 403. Tidak diberi Izin

    "Bukan begitu, Mbak. Justru aku ngerasa gak enak hati kalau ikut pindah ke Bandung. Nanti malah ngerepotin Mbak," jelas Haifa tak ingin Nida salah paham. "Enggak ngerepotin, Haifa. Adanya kamu di sini, di dekat aku, sangat membantuku. Tapi aku juga belum ambil keputusan kapan pindahnya. Kamu kan tau, sekarang Mbak lagi proses sidang cerai. Mungkin kalau urusanku dengan mas Hanif udah selesai, barulah pindah ke Bandung. Menurutmu bagaimana?"Sengaja Nida meminta pendapat Haifa. Tujuannya agar Haifa merasa dibutuhkan. Nida yang duduk di balik kemudi menoleh sekilas. Melihat Haifa yang tampak berpikir. "Aku sih ikut apa kata Mbak saja. Tapi, baiknya memang setelah urusan perceraian Mbak dengan mas Hanif selesai, barulah kita pindah. Oh ya, Mbak. Nasib rumah tanggaku gimana? Aku juga ingin gugat cerai mas Rangga. Aku udah enggak mau berurusan dengan lelaki mokondo itu." Giliran Haifa yang meminta pendapat pada Nida. Haifa benar-benar ingin terlepas dari lelaki hidung belang macam Rangga

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 402. Rencana Pindah

    Pagi hari di paviliun.Tina mengendap-endap masuk ke dalam kamar anak semata wayangnya. Ia berniat mengembalikan handphone Rina di laci meja rias. Kebetulan saat itu, Rina masih di dalam toilet. Setelah memasukkan handphone Rina ke dalam laci meja rias, Tina bergegas keluar kamar. Ia tak ingin kepergok putrinya. "Udah disimpan, Sayang?" Ferry bertanya ketika Tina ke ruang makan. Jam menunjukkan pukul lima lewat tiga puluh menit. Masih pagi buta. Sebelumnya Tina sudah menyiapkan nsarapan untuk Nida, Haifa dan Rafasya. Setelah rapi, barulah menyiapkan sarapan untuk Rina dan Ferry. "Sudah, Mas," jawab Tina sambil menyendokkan nasi ke atas piring serta lauk pauk, lalu disodorkan ke depan sang suami. "Aku berharap, Rina enggak deket lagi dengan Axel. "Iya, Mas."Setelah itu, tak ada lagi yang bicara. Kedua orang tua Rina menyantap sarapan lebih dulu, tidak menunggu anaknya datang. Selang beberapa menit, suara Rina terdengar riang. "Ibu, Ayah, lihat ini!"Rina datang ke ruang makan,

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 401. Tidak Ditinggalkan

    "Oke, Kak. Makasih banyak, Kak. Sekarang aku jauh lebih tenang. Enggak kepikiran Axel terus," ucap Cassandra setelah mendengar nasihat dari kakak sambungnya. "Iya, sama-sama. Insya Allah Axel lelaki yang setia. Kalaupun dia dekat dengan Rina bukan berarti jatuh cinta lagi.""Iya, Kak. Kalau begitu, Kakak istirahat dulu. Di sana udah malam 'kan?" Sebetulnya Cassandra merasa tak enak hati malam-malam mengganggu Nida. Tetapi, sudah dua hari ia merasa resah tak berkesudahan. Ingin cerita pada Alea, ia tak enak hati. "Iya. Kamu juga jaga diri baik-baik.""Iya, Kak. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Sambungan telepon berakhir. Nida menghela napas berat. Beranjak dari balkon, masuk ke dalam kamar dan istirahat. **Jam sepuluh malam, keluarga Ferry baru pulang dari pasar malam. Mereka langsung masuk ke dalam paviliun. Tidak ada kebahagiaan yang terpancar dari raut wajah Rina. Selama di sana, Rina hanya berdiam diri dan menekuk wajahnya. Pikirannya benar-benar kacau. Entah mengapa, ada r

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 400. Jangan Lama-Lama!

    Mengetahui yang mengirim pesan Haifa, Hanifa langsung membalasnya. "Aku enggak peduli. Aku juga enggak ada niat buat ngejenguk mama. Aku udah enggak mau tau kehidupan kalian lagi termasuk kehidupan mas Hanif. Anggap saja aku udah mati. Sekarang kita masing-masing saja."Balasan yang dikirim Hanifa membuat anak bungsu ibu Ros terperangah. Tak menyangka jika Hanifa membalas pesannya demikian. Hanifa telah memutuskan tali silaturahmi.Tanpa berpikir panjang, Haifa menelepon langsung kakaknya. "Apa lagi, Haifa?" tanya Hanifa sinis. "Kenapa Mbak bilang gitu sih? Mbak mau memutuskan tali silaturahmi keluarga?" Haifa ingin meyakinkan pernyataan kakak kandungnya itu. "Kenapa mesti tanya kalau udah tau maksudnya? Lagian ya, aku sangat kecewa sama mama. Gara-gara dia, kita sekarang jadi kayak gini. Kita jadi terpisah!" Hanifa meluapkan kekecewaan pada ibu kandungnya. "Kok gara-gara mama? Justru semuanya gara-gara Mbak! Coba kalau Mbak setorin Bank nya enggak nunggak. Udah enak dibantu Mbak

  • Benih Papa Sahabatku   Bab 399. Nomor Baru

    "Jangan sedih, Nak. Ibu dan ayah sebelumnya udah kasih tau kamu. Kamu mesti sadar diri. Keluarga kita enggak sama dengan dia. Axel berasal dari keluarga konglomerat dan terhormat. Sedangkan kita?" Tina mencoba menyadarkan putrinya. Ia tak ingin Rina semakin menaruh harapan pada Axel. Rina terdiam, merunduk, menghela napas berat, lalu mengajak ibunya pergi ke pasar malam. Di paviliun, Ferry sedang menunggu kedatangan istri dan anaknya. Melihat keduanya datang, Ferry tersenyum. Rina tak menyapa, ia langsung masuk ke dalam kamar, mengambil tas. "Gimana, Sayang?" bisik Ferry pada istrinya. "Seperti yang kita rencanakan."Ferry hanya menganggukkan kepala, tersenyum tipis, tidak menanggapi dengan kata-kata. Taksi online yang dipesan Ferry sudah menunggu di depan gerbang rumah Nida. Sebenarnya Nida sudah menyuruh Ferry agak menggunakan mobilnya saja tapi Ferry menolak. Tidak enak jika harus meminjam mobil majikannya. Nida sudah terlalu baik pada mereka. Sepanjang jalan, Rina yang duduk

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status