Namira baru saja menikahi Daniel Bragastara, duda 45 tahun yang sudah cerai dua kali sekaligus ayah dari sahabatnya. Katanya, si duda matang itu mau punya anak lagi. Makanya dia menikahi Namira yang masih gadis. Kalau sudah seperti itu, Namira bisa apa selain menuruti "bimbingan" sang suami?
View MoreSetelah mengatakan itu, Axel pergi meninggalkan Hanif yang masih melongo di tempat duduk. Tak menyangkal jika Axel berani bicara kasar padanya. Selama ini Axel sangat sopan dari sikap dan ucapnya. Tetapi sekarang, sifat Axel berubah drastis. Hanif menggelengkan kepala, mengusap wajah kasar. Kecemasan terlihat jelas. Ia takut kalau bukti perselingkuhannya tersebar luas. Di depan kelas Axel, ternyata Arfan dan Alea sedang menunggu kedatangannya. "Kak, gimana? Dia enggak ngomong macam-macam 'kan?" cecar Alea agak mendongak, menatap wajah kakaknya yang tampak masam. "Enggak waras dia! Udah tau salah, malah mencari pembelaan. Bilang rumah tangganya udah hambar, enggak romantis, enggak cinta lagi sama tante. Aku bilang, kalau emang kayak gitu, harusnya bilang baik-baik. Eh dia bilang, takut tante Nida sakit hati. Lah, dia selingkuh apa enggak bikin tante Nida sakit hati? Kan sakit jiwa!"Mendengar cerita Axel, Arfan dan Alea membelalakkan kedua mata. "Pak Hanif ngomong gitu, Xel?""Iya
Evan tiba di rumah sakit langsung mengetuk pintu ruangan di mana papanya menerima perawatan medis. Shella terkejut melihat kedatangan Evan. Ia lantas berdiri, mempersilakan Evan duduk di kursi samping ranjang pasien. Shella pamit keluar ruangan, membiarkan Evan berdua dengan sang suami. "Pa, Papa kenapa? Kenapa Papa bisa jatuh sakit begini? Perasaan kemaren Papa sehat wal afiat," ucap Evan menunjukkan rasa cemas. Yuda yang mulutnya masih ditutupi masker oksigen hanya tersenyum tipis. "Sekarang juga Papa udah lebih baik."Jawaban Yuda tak membuat Evan percaya seratus persen. Ia yakin ada masalah yang mengganggu pikiran Papa kandungnya itu. "Pa, apakah penyebab Papa sakit karena masalah yang menimpa Nida?" telisik Evan menatap lekat Yuda. "Kasihan Nida, Van. Dia sendirian."Ternyata benar dugaan Evan. Lelaki itu menghela napas berat, menggenggam telapak tangan papanya. "Papa tenang saja. Nida enggak sendirian. Aku akan membantu masalahnya. Kalau emang Nida ingin mempertahankan ruma
Hanif terkejut melihat riwayat chatnya dengan Friska di-print oleh Axel. Segera, ia remukkan kertas itu dan setengah berlari mengejar kembaran Alea. "Axel tunggu! Axel!" Panggilan Hanif sengaja diabaikan. Axel melenggang berjalan menuju kelas. "Axel!" Hanif mencekal lengan Axel membuat langkah kaki remaja itu terhenti. Dengan kasar, Axel menghempaskan. "Kenapa? Kaget? Takut? Oh tenang aja, selama kamu dan selingkuhanmu enggak nyakitin tante Nida, bukti itu enggak akan tersebar luas. Tapi kalau sebaliknya? Dalam hitungan detik, aku akan menyebarkannya. Dan perlu kamu tau, aku juga punya video menjijikanmu dengan jalang itu." Kalimat terakhir tentu saja bohong. Axel tak punya satu video asusila Hanif dengan Friska. Sekadar menakut-nakuti saja. "Eh, Axel! Kamu jangan kurang ajar!""Tenang dong. Seperti tadi yang aku bilang, kalau kamu dan si Friska enggak macam-macam ke tante Nida, kamu aman. Udah bel, aku mau masuk."Puas sekali Axel berkata demikian. Paling tidak, Hanif tidak akan
Cassandra langsung mematikan sambungan telepon. Merasa malu karena mengucapkan kata 'Sayang' pada Axel. Cassandra meletakkan handphone di atas nakas, lalu keluar kamar, hendak ke dapur. "Pagi, Kak," sapa Cassandra tiba di dapur melihat Nida tengah memanggang roti tawar. "Pagi. Kamu udah bangun? Aku pikir masih tidur," timpal Nida mengangkat roti tawar yang sudah matang. Meletakkan di atas piring. "Aku bangun dari jam setengah lima, Kak." "Masya Allah hebat sekali. Di LN juga kamu bangun jam segini, Sandra?" Nida berusaha mengakrabkan diri dengan adik sambungnya. "Iya, Kak. Udah kebiasaan. Kak, sebelum ke kantor, Kakak mau ke rumah dulu kan?" "Iya. Mau ambil laptop dan handphone papa dulu. Kerjaan kan ada di sana. Kenapa? Kamu mau di sini dulu?" "Enggak, Kak. Jam sepuluhan aku mau ke rumah sakit. Gantiin mama jagain papa." Andai saja Nida tak bekerja, mungkin dia yang akan menjaga papanya. "Maaf, Sandra, aku enggak jagain papa dulu." "Enggak apa-apa. Kakak kan
"Pa, jangan bilang seperti itu dulu. Papa enggak usah mencemaskanku. Aku baik-baik saja. Aku enggak akan trauma. Aku enggak akan terpuruk. Pa, aku mohon fokuslah pada kesehatan Papa. Papa harus sembuh," ujar Nida menggenggam sebelah telapak tangan Yuda. Air mata tak juga berhenti membasahi wajahnya."Iya. Papa akan sembuh."Setelah obrolan itu, Nida pamit keluar ruangan. Membiarkan papanya istirahat cukup. Shella dan Cassandra yang menunggu di bangku tunggu berdiri saat Nida keluar ruangan. "Nida, bagaimana Papamu?" tanya Shella menunjukkan raut wajah cemas. "Katanya papa mau istirahat dulu. Mama dan Sandra pulang saja. Biar aku yang di sini, nungguin papa." Dari pada Nida di rumah sendirian, lebih baik di rumah sakit, menemani sang papa. Shella menggelengkan kepala, menolak perintah Nida. "Mama di sini saja. Kalau pulang, Mama enggak bisa tenang."Nida mengerti. Seorang istri yang baik dan setia tidak mungkin meninggalkan suaminya yang sedang sakit di sini. "Ya sudah kalau begi
Nida mengabaikan pesan yang dikirim Friska, tak ingin terpancing emosi. Saat ini, Nida ingin bertemu papanya. Ingin mengetahui kondisi Yuda. Nida berharap kondisi Yuda jauh lebih baik. Tiba di rumah sakit, terlihat Cassandra sedang mengelus punggung Shella. "Ma, Sandra!" panggil Nida pada kedua wanita itu. Mereka menoleh, berdiri. Nida langsung memeluk Shella. Dirinya benar-benar tak menyangka jika penyakit papanya yang sudah lama tidak dirasa sekarang kambuh lagi. "Gimana kondisi papa?" tanya Nida setelah melepaskan pelukan. Shella menyeka air mata. "Masih di ruangan ICU. Tadi enggak sadarkan diri. Enggak tau sekarang, huhuhu .... "Tangisan Shella kembali pecah. Nida menoleh ke ruangan ICU. Ia berjalan cepat, mendekati ruangan tersebut. Dari kaca jendela, Nida melihat beberapa dokter sedang memeriksa keadaan papanya. Dokter berjalan ke arah pintu. Nida secepatnya mendekati, pintu terbuka. "Keluarga pasien?""Saya, dok," jawab Nida cepat.Shella dan Cassandra yang melihat dokte
"Mas, Mas Yuda, Mas kenapa, Mas?" Tiba-tiba dada Yuda terasa sesak. Shella panik melihat suaminya sesak napas secara mendadak. "Ya Allah, Mas! Mas kenapa?" jerit Shella tak kuasa melihat suaminya yang kesulitan bernapas. Shella mengambil handphone, menghubungi Cassandra yang baru saja membersihkan badan. "Sandra, cepat kamu panggil security. Suruh ke kamar sekarang! Papamu sesak napas!" "I-iya, Ma!" Tanpa banyak tanya, Cassandra keluar kamar. Menuruni anak tangga dengan cepat. Berlari keluar, memanggil dua security yang berjaga di dekat gerbang. "Pak Gugun! Pak!!" teriakan Cassandra membuat lelaki yang telah lama mengabdi di rumah Yuda menoleh. "Sini, Pak! Ajak Pak Heri!" Kedua security berlari menghampiri Cassandra yang tampak cemas. "Ada apa, Non?" "Ke kamar papa. Kata mama, papa sesak napas! Pak Heri, tolong siapin mobilnya!" "Baik, Non." Pak Gugun dan Cassandra masuk ke dalam rumah, berjalan cepat ke kamar kedua orang tuanya. Cassandra membuka pintu kama
Axel menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Rina. "Oke aku minta maaf. Tadi tuh maksudnya bercanda. Emang kamu kata siapa, kalau cafe itu milik aku?" telisik Axel mengalihkan pembicaraan. Rina menghela napas berat. "Ayahku yang bilang." "Oh, om Ferry. Gimana ayahmu kerja di cafe? Betah enggak?" "Alhamdulillah betah." "Syukurlah. Kalau ada apa-apa, nanti kabarin aku aja. Oke?" "Iya, Xel. Terima kasih." "Assalamu'alaikum." "Waalaikumsalam." Panggilan telepon terputus. Senyum tipis terlihat jelas di wajah Rina. Kini hatinya lega ternyata Axel sudah menyimpan nomor kontaknya. Rina pikir, chat Axel tadi benar kalau Axel tidak tahu dirinya yang mengirim pesan. Hanya saja, harapan Rina yang ingin dijemput berangkat sekolah dengan Axel tidak terwujud. Padahal Rina sudah berharap Axel akan mengantar ke sekolahnya lagi. "Mikir apa sih aku? Kayaknya enggak mungkin juga Axel mau berangkat sekolah bareng aku lagi. Duh Rina ... Please jangan cinta duluan sama cowok ... Malu-m
Rina serba salah. Apakah membalas pesan Axel atau membiarkannya. Di lubuk hatinya paling dalam, Rina bersedih dan kecewa. Ternyata Axel tak menyimpan nomor kontaknya padahal waktu itu mereka sempat berbalas pesan. Tiba-tiba handphone Rina berdering. Keningnya mengkerut, Axel menelepon. Namun, ia tetap meragu. Tak diangkat, dibiarkannya berdering. Rina memilih keluar kamar, menyantap makan malam bersama ibunya. "Kamu kenapa, Rin? Cemberut begitu?" telisik Tina melihat mimik wajah putrinya yang berubah drastis. Sebelum masuk kamar, Rina masih sumringah. Sekarang tiba-tiba muram? "Enggak apa-apa, Bu."Tina tak pantas percaya akan jawaban gadis yang tengah menyendok nasi dan lauk pauk ke atas piring. "Kamu enggak bisa bohongi Ibu. Ya sudah kalau kamu enggak mau cerita," tutup Tina tak ingin memaksa anaknya untuk bercerita. Meski hatinya sangat yakin kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Rina. Selesai makan malam, Rina kembali lagi ke kamar. Tina hanya menghela napas berat melihat
"Om, sakit ...."Namira Rashid, gadis yatim piatu yang bersedia menikah dengan papa sahabatnya, Daniel Bragastara 45 tahun. "Lubang cincinnya sangat kecil. Tahan!" Daniel berusaha melepaskan cincin pada jari istrinya."Om, pelan-pelan ...." Namira meringis kesakitan."Ini udah pelan-pelan. Tahan sebentar!""Aduh, Om. Sakit banget. Lagian cincinnya aneh, bisa masuk kok susah keluar?" Daniel menghentikan gerakan memutar, ia menatap iba gadis yang baru dinikahinya tiga jam lalu. "Pake sabun ya biar licin.""Hah? Pake sabun? Emang kalau pake sabun cincinnya keluar?" Namira terkejut, kedua bola matanya membulat. "Insya Allah keluar. Ayok, ikut ke toilet."Bibir Namira cemberut, menahan rasa sakit dan perih pada jari manisnya. Semua ini gara-gara Bianca, sahabat sekaligus anak sambungnya. Ia membelikan cincin untuk Namira kekecilan. "Mana jarimu? Sini biar Om sabunin!"Namira pasrah, membiarkan suami yang usianya jauh lebih tua mengeluarkan cincin dari jari manisnya. "Nah, bisa kan? Al...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments