Share

Merayu

Author: Miss Secret
last update Last Updated: 2025-10-14 10:20:24

Sudah dua minggu berlalu. Hari-hariku berjalan seperti biasa. Aku tetap berangkat kerja, tersenyum pada rekan-rekan di kantor, menyiapkan sarapan untuk Mas Ethan, dan berinteraksi profesional dengan Devan. Ya, benar-benar profesional, sampai senyuman di bibirnya pun tak pernah kulihat ketika kami bersama.

Mas Ethan sudah pulang, kira-kira sepuluh hari yang lalu. Dia tampak lelah, tapi juga bahagia karena proyeknya di Puncak berjalan lancar.

Aku berusaha menemaninya, melayaninya seperti istri yang baik, memastikan dia makan, mendengarkan ceritanya. Namun, setiap kali dia tersenyum, hatiku justru terasa semakin berat.

Kemarin sore, dia pergi lagi, selama kurang lebih satu minggu, untuk membahas desain interior, dan sistem marketing.

Aku mengangguk, seperti biasa, menyembunyikan rasa lega sekaligus hampa di balik senyum tipis.

Kini rumah kembali sunyi. Aku duduk di sofa, menatap jendela yang menampilkan langit senja, lalu menarik napas panjang.

Kebimbangan itu belum pergi.

Tentang masa d
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Tempat Mengasyikkan

    "Jangan mancing-mancing lagi deh," desahku, sembari memejamkan mata.Mulutku menolak, tapi tubuh ini terus merespon sentuhannya. Kami kemudian berciuman, dengan tubuh yang berdempetan. Aku pun merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana. Spontan aku pun mengenggamnya. Gerakan tanganku pada benda itu, seketika membuat Devan melepaskan ciumannya, dan mengeram nikmat.Detik berikutnya, Devan menarik tubuhku, hingga membuatku berdiri membelakanginya. Desahan demi desahan terus keluar dari mulutku ketika Devan menciumi tengkuk dan punggungku sembari meremas kedua gunung kembarku.Teriakkan demi teriakkan pun sebuah lolos begitu saja dari mulutku, saat Devan menyatukan tubuh kami dari arah belakang. Aku sontak memejamkan mata, menikmati pergerakan Devan yang mulai menghujam dengan begitu keras. Tubuhku menegang nikmat dan menggelinjing hebat merasakan hentakan demi hentakan dari Devan yang terasa begitu luar biasa. Kini keringat mulai membanjiri kedua tubuh polos kami, seiring dengan sua

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Mandi Pagi

    Darahku seperti berhenti mengalir, melihat panggilan video call itu.Aku menatap layar beberapa detik, sebelum refleks menoleh ke arah Devan. Dia masih duduk di tepi tempat tidur, menatapku dengan wajah tenang.“Jawab, kalau kamu nggak angkat, dia justru curiga.”Tanganku gemetar. Aku menarik napas panjang, sebelum menekan tombol hijau, lalu cepat-cepat memalingkan kamera ke arah tempat tidur, agar latar apartemen ini tak terlihat. Semoga saja, dia tidak terlalu memperhatikan warna spreinya.“Halo, Mas.”Suaraku terdengar serak, canggung. Mas Ethan tersenyum kecil di layar, wajahnya terlihat lelah tapi tetap hangat.“Kamu baru bangun ya? Mukanya masih bantal banget.”Aku tertawa gugup, berusaha menutupi kegelisahan. “Iya, agak capek, makanya aku nggak langsung beres-beres, masih di atas kasur. Apalagi ini weekend”Sedangkan Devan berdiri perlahan, mengambil piring-piring kosong dari nampan dan berjalan ke dapur dengan langkah senyap.“Lagi di mana sih?” tanya Mas Ethan tiba-tiba.Jant

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Pengkhianatan

    Devan terus menciumi tubuhku, sentuhannya semakin berani dan tak terkendali. Dia menjelajahi setiap inci kulit dengan bibir dan lidahnya, memberikan perhatian khusus pada area-area sensitif yang membuatku menggeliat tak sabar.Aku memejamkan mata, menikmati setiap sensasi yang menjalar. Aku membiarkan Devan memimpin, sepenuhnya menyerahkan diri pada gairah yang membara. Tanganku mencengkeram sprei dengan erat, tubuhku melengkung saat Devan memberikan ciuman yang lebih dalam dan intens."Oh, Devan."Aku mendesah lirih dengan suara nyaris hilang di antara deru napas yang semakin cepat, saat Devan memainkan kedua gunung kembarku, mengecupnya satu per satu, lalu memainkan lidah kasarnya dengan begitu bergairah."Di situ, jangan berhenti di situ. Enak banget."Devan mengangkat wajahnya, menatapku dengan mata yang berkilat penuh hasrat. "Aku tahu apa yang kamu inginkan, Sayang," bisiknya serak, lalu kembali menciumiku, memberikan perhatian khusus pada titik-titik yang membuat tubuhku berget

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Penuh Gairah

    "Hah? Nginep di sini?"“Udah malam, hujan juga masih turun. Kamu capek, kaki kamu juga masih sakit."Nada suaranya lembut, tapi ada ketegasan yang sulit kutolak. Lebih tepatnya, bagiku ini adalah kesempatan.“Baiklah," jawabku."Aku siapin kamarnya, ya."Tanpa menunggu jawabanku, Devan pun masuk ke dalam kamar. Tak berapa, tepatnya setelah Devan membereskan kamar, suara bel apartemen berbunyi.Devan berjalan ke pintu, dan seorang kurir berdiri di sana, membawa dua kantong paper bag besar.“Ini pesanan Anda, Pak,” katanya singkat.Devan menerima kantong itu, menutup pintu, lalu meletakkannya di atas meja makan.“Apa ini?” tanyaku, sedikit heran.“Cuma beberapa barang biar kamu nyaman di sini,” jawabnya tenang.Dia mengeluarkan isinya satu per satu, setelan tidur berbahan halus, cardigan hangat, pakaian santai, dan juga casual."Ini buat kamu, tadi saat baru turun dari mobil, aku sempet telepon temenku yang punya butik buat kirim beberapa pakaian cewek. Kebetulan, ukuran badannya sama k

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Tidur di sini

    Sepanjang perjalanan menuju apartemen, suasana yang tadinya tegang perlahan mencair. Aku tak tahu siapa yang memulai lebih dulu, mungkin aku, atau mungkin Devan yang sengaja membuat lelucon ringan.Yang jelas, kami tertawa. Tawa yang terdengar seperti nostalgia. Seperti dua orang yang pernah begitu mengenal satu sama lain, lalu pura-pura menjadi orang asing terlalu lama.Suara kami seoleh mengisi ruang yang dulu hanya diisi dengan hening dan jarak.Malam ini, semua sudah berbeda. Tak ada lagi batas profesional yang membatasi kami. Tak ada kata-kata kaku. Hanya dua hati yang tahu kalau mereka sedang bermain di tepi jurang, tapi memilih untuk tak mundur.Selang sepuluh menit, mobil sudah berhenti di basement apartemen. Jarak apartemen dengan lokasi saat kami mengalami kemacetan, memang tidak terlalu jauh.Kami tak langsung turun. Saat aku hendak membuka pintu, Devan tiba-tiba menahan tanganku. Sentuhannya ringan, tapi cukup untuk membuatku untuk berhenti bergerak.“Cleo ....”Aku menole

  • Benih Terlarang Bos Brondongku   Ke Apartemen

    Namun sebelum itu terjadi, aku menarik napas, menutup mata sejenak, lalu mundur setengah langkah.“Aku bisa sendiri,” bisikku pelan, berusaha menata napas yang berantakan.Devan tidak menjawab. Dia hanya memandangiku, seolah ingin mengatakan sesuatu tapi menahannya.Akhirnya dia berjalan ke arah meja, mengambil sebotol air dan menyerahkannya padaku.“Minum dulu. Setelah itu aku antar pulang."Aku pun di sofa ruangannya, menatap pergelangan kaki yang mulai membengkak. Rasa nyerinya makin terasa menusuk, apalagi ketika aku coba menggerakkan kaki sedikit.Devan berdiri di depanku, bersedekap, menatapku dengan ekspresi yang sulit ditebak. Setelah beberapa detik hening, dia akhirnya bicara.“Kamu nggak bisa nyetir dalam kondisi begini. Telepon suamimu. Minta dia jemput.”Aku menelan ludah. Suara itu begitu tenang, tapi kalimatnya terasa menusuk.“Dia lagi di Puncak, untuk urusan bisnis. Mungkin baru pulang beberapa hari lagi.”Devan terdiam, matanya menatapku sedikit lebih lama dari seharu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status