
Istri Kedua Tuan Elvan
Arneya Devanka, gadis belia berusia 19 tahun, harus kehilangan kehormatannya akibat diruda paksa oleh seorang pria tak dikenal, Ausky Elvan Kiandra, 35 tahun yang dijebak oleh seseorang dengan menggunakan obat perangsang. Akibat dari kejadian tersebut, Neya pun hamil. Akhirnya Elvan menikahi Neya, tanpa sepengetahuan Aileen, istri dari Elvan. Neya mau menikah dengan Elvan untuk memberikan kehidupan yang layak pada buah hatinya, tanpa dia tahu jika Elvan yang sebenarnya sudah memerkosa dirinya. Pesona Elvan, membuat Neya jatuh cinta pada laki-laki itu. Akan tetapi, Elvan mengabaikan keberadaan Neya dan selalu mengutamakan Aileen, karena baginya, dia menikahi Neya hanya sebatas rasa tanggung jawab saja. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan Neya dan Elvan, kian dekat hingga membuat Elvan juga jatuh cinta pada Neya. Aileen yang mengetahui hal itu, berusaha memisahkan keduanya, dengan mengatakan pada Neya jika Elvan lah yang telah memerkosanya. Lantas, apakah Neya mau memaafkan Elvan? Bagaimana pernikahan mereka selanjutnya? Lalu, siapakah sebenarnya dalang yang sudah menjebak Elvan dengan menggunakan obat perangsang?
Read
Chapter: Berdamai Dengan Keadaan Tiga Bulan Kemudian ....Luna berdiri di balkon kamar. Netra coklatnya menatap lekat laki-laki yang saat ini tengah berdiri di depan pintu rumah, di bawah temaram cahaya lampu dalam pekatnya malam.Sudah tiga bulan lamanya, Luna tak mau bertemu, dan berbicara pada laki-laki itu. Sejak pertama kali dia sadarkan diri dari kecelakaan yang menimpanya, Luna begitu muak pada Dewa yang telah membuatnya kehilangan janin yang dia kandung.Sudah tiga bulan lamanya pula, Dewa selalu melakukan apapun untuk meminta maaf padanya. Namun, Luna tak peduli. Hatinya sudah begitu sakit, teramat amat sakit. Bahkan, rasa cinta yang menggebu kini telah pupus, berganti amarah yang bergejolak di dalam dada.Sebenarnya sudah dua minggu ini, Dewa tidak datang. Luna pikir, Dewa sudah menyerah, tapi sepertinya tidak. Malam ini, dia kembali datang, masih dengan raut wajah sendunya, dan Luna benci itu.Cahaya temaram lampu memantul di wajahnya yang pucat, menciptakan bayangan-bayangan yang berdansa di ruangan yang
Last Updated: 2024-05-26
Chapter: Jangan Mendekat"Neya, Elvan? Kalian di sini?""Iya Tante, kami mengambil hasil test kesehatan Papa yang tertinggal. Dewa, kamu kenapa?" balas Elvan beri menatap Dewa dengan tatapan penuh tanda tanya. Wajah Dewa tampak begitu sendu dan tidak bersahabat.Dewa pun mengangkat wajah, dan melihat Elvan dan Neya yang saat ini berdiri di depannya. Lelaki itu hanya diam, tak menjawab sama sekali. Hanya ada gurat sendu di wajahnya."Luna mengalami kecelakaan, dan bayi yang ada di kandungnya tidak bisa diselamatkan.""Astaga ...." Kedua pasangan suami istri itu, menatap Dewa iba. Elvan kemudian duduk di samping Dewa, dan menepuk bahunya."Semua orang pernah pernah berbuat salah. Kau bahkan pernah menjadi saksi mata kesalahan fatal yang kulakukan, bukan?"Dewa tak menjawab, tapi hati terdalamnya membenarkan perkataan Elvan. "Minta maaflah dengan kesungguhan hatimu. Jika Luna belum bisa memaafkanmu, teruslah berusaha sampai pintu maaf terbuka untukmu."Laki-laki itu pun mengangguk. "Terima kasih, Elvan."Beberap
Last Updated: 2024-03-19
Chapter: Ruang ICU"Kami harus segera melakukan operasi, lebih baik Tuan segera mengurus persyaratan administrasinya," sambung dokter tersebut. Dewa pun mengangguk lemah sambil memejamkan mata. Sekuat tenaga dia mencoba menata hati dan kembali pada kewarasannya."Tolong selamatkan istri saya ....""Saya akan berusaha semaksimal mungkin, Tuan."Setelah itu, Luna dikeluarkan dari bilik ruang emergency. Mereka membawanya ke ruang operasi, sedangkan Dewa menunggu di luar ruangan tersebut.Dewa menunggu dengan gelisah. Saat ini, laki-laki itu tampak berjalan mondar-mandir. Sesekali dia mengucapkan doa. Hingga tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang memanggilnya."Dewa ...!" Laki-laki itu pun menoleh, melihat Santi, ibunya yang saat ini sedang berjalan cepat ke arahnya. Dewa memang memberi kabar pada Santi, jika Luna mengalami kecelakaan. Hanya pada Santi saja, karena dia pikir satu-satunya orang yang dia percaya adalah ibu kandungnya sendiri."Bagaimana keadaan Luna?""Untuk saat ini, aku nggak tau, Ma
Last Updated: 2024-02-05
Chapter: Maafkan Aku, LunaMata Dewa mengerjap tatkala mendengar dering ponsel yang berbunyi. Dengan malas, laki-laki itu pun menghela napas, lalu duduk dan mengangkat panggilan tersebut.[Ya halo.] Sejenak, Dewa mengedarkan pandangan dan melihat apartemennya kini tampak begitu rapi. Namun, dia tak memedulikan itu, karena di ujung sambungan telpon, suara wanita yang menelponnya terdengar asing.[Halo, dengan Tuan Dewa?][Ya, benar.][Begini, Tuan. Apa benar Nyonya Luna adalah istri Anda?][Ya, ada apa?][Saya mendapatkan nomer Anda dari ponsel Nyonya Luna. Tadi siang, dia mengalami kecelakaan di Jalan Pahlawan. Sekarang, dia berada di Rumah Sakit Harapan Indah, dan kondisinya saat ini kritis.]Seketika ponsel yang dipegang Dewa pun terlepas begitu saja. Bahkan, tak menghiraukan wanita yang masih berbicara di ujung sambungan telpon. Laki-laki itu justru sibuk dengan pikirannya sendiri."A-apa? Luna ada di Jakarta?" gumam Dewa sembari meneguk saliva dengan kasar."Argh sial ... apa tadi dia bilang? Kecelakaan?Rum
Last Updated: 2024-02-04
Chapter: Waktu Yang TepatSatu Bulan Kemudian ....Singapura 11.00 am ...Luna tampak menyunggingkan senyum manis saat keluar dari sebuah gedung, tapi tiba-tiba saja tubuhnya terasa begitu lunglai. Kepalanya juga terasa berat hingga semuanya menjadi gelap.Entah berapa lama matanya terpejam dalam keadaan tidak sadarkan diri, Luna pun tak tahu. Yang dia tahu saat membuka kelopak matanya, Luna sudah terbaring di atas brankar di dalam sebuah ruangan dengan cat keseluruhan berwarna putih. Detik itu juga, Luna menyadari jika saat ini dia sedang berada di rumah sakit. Saat tengah bergelut untuk kembali pada kesadarannya, tiba-tiba sebuah suara berbariton rendah terdengar di samping Luna."Kau sudah bangun?" sapa suara itu. Luna pun menoleh, dan melihat seorang laki-laki yang wajahnya tidak asing.Melihat Luna yang tampak menautkan kedua alisnya, laki-laki tersebut pun menyadari jika wanita itu pasti terkejut dengan kehadirannya."Maaf, tadi kau pingsan, dan kebetulan aku berada di tempat yang sama denganmu. Jadi, ak
Last Updated: 2024-01-24
Chapter: Menyelesaikan Masa LaluElvan mamasuki sebuah kamar, dan di balkon kamar itu tampak seorang wanita berdiri, menatap halaman mansion dengan tatapan sendu. Dia mengamati setiap sudut mansion sembari mengingat semua kenangannya. Karena mungkin, setelah ini dia tidak akan kembali lagi. 'Jika aku masih bisa menyelipkan kata mungkin, bukankah itu artinya aku masih berharap? Padahal aku sudah tidak sepantasnya berharap apapun,' batin Aileen. Dia kemudian menghela napasnya kasar, seolah ingin menghilangkan rasa sesak di dada."Apa kau sudah siap?" Suara bariton rendah Elvan membuat wanita itu menoleh. Lalu, membalikkan tubuh dan mengangguk."Kita pergi sekarang!" ajak Elvan. Laki-laki itu kemudian memegang koper yang ada di samping tempat tidur. Namun, sebelum dia melangkah tiba-tiba Aileen mencekal tangan Elvan."Tunggu dulu, Mas. Kasih waktu aku buat bicara sebentar sama kamu."Elvan mengernyit. "Bicara tentang apa, Aileen? Bukankah kau sudah berjanji untuk tidak ikut campur kehidupan kami lagi."Aileen menunduk.
Last Updated: 2024-01-20
Chapter: Bab 243Rain melirik Arumi, kekasihnya, yang tampak sendu saat menatap prosesi akad nikah Alan dan Kanaya. Tatapan wanita itu kosong, seolah pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Rain mengeratkan genggamannya di tangan Arumi, mencoba mengalirkan kehangatan, tetapi Arumi tetap terpaku.Alan, mantan suami Arumi, duduk dengan tenang di seberang mereka, mengucapkan ijab kabul dengan suara mantap. Setiap kata yang keluar dari bibir pria itu seperti bilah pisau yang mengiris perasaan Arumi. Rain bisa merasakan tarikan napas berat dari kekasihnya, seolah dia sedang berjuang keras menahan sesuatu di dalam hatinya.Rain tahu, meski kini Arumi adalah miliknya, ada bagian dari hati wanita itu yang masih berdamai dengan luka lama, dan di momen ini, Rain yakin, luka itu kembali menganga.Wanita itu masih terpaku menatap prosesi akad nikah Alan dan Kanaya. Wajahnya terlihat tenang, tetapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang sulit diartikan.Perlahan, Rain meraih tangan Arumi, menggenggamnya dengan lembut
Last Updated: 2025-03-25
Chapter: Bab 242Pagi ini, mentari bersinar lembut, menyapa dengan kehangatan yang membalut langit dalam semburat jingga keemasan. Angin sepoi-sepoi berbisik di antara dedaunan, menyertai aroma bunga-bunga segar yang menghiasi pelataran rumah besar tempat pernikahan Kanaya berlangsung.Kanaya baru saja selesai dirias. Wajahnya tampak begitu cantik dengan balutan make-up pernikahan yang sempurna. Dia menatap bayangannya di cermin, mengagumi bagaimana setiap detail dirancang untuk hari istimewanya. Jemarinya perlahan merapikan gaun yang membalut tubuhnya, memastikan segalanya tampak sempurna.Senyum manisnya merekah seperti mawar yang baru bermekaran. Matanya berbinar, mencerminkan harapan dan kebahagiaan yang memenuhi hatinya. Hari ini adalah awal dari babak baru dalam hidupnya, dan dia siap melangkah dengan penuh keyakinan.Saat ini, gadis itu berdiri di depan cermin dengan gaun pengantinnya yang anggun. Jemarinya sedikit gemetar saat merapikan kerudung yang menjuntai indah. Dia menatap bayangannya de
Last Updated: 2025-03-25
Chapter: Bab 241Di sudut taman rumah sakit jiwa, di bawah pohon kamboja yang bunganya mulai berguguran, seorang wanita tua duduk sendiri di bangku besi yang mulai berkarat.Rambutnya kusut, sebagian telah memutih, dan gaun lusuh yang dia kenakan tampak terlalu besar untuk tubuhnya yang semakin kurus. Namun, ada sesuatu yang menenangkan dalam caranya duduk, tenang, dan anggun, seolah dunia yang dulu pernah menghancurkannya kini tak lagi punya kuasa atasnya.Dia tersenyum, senyum yang bukan dibuat-buat. Senyum yang bukan karena bahagia, tetapi karena menerima. Matanya kosong, tapi di kedalaman sorotnya, ada sesuatu yang sulit dijelaskan—keikhlasan. Seakan semua luka, semua kepedihan yang pernah membawanya ke tempat ini, telah dia genggam, lalu dia lepaskan dengan ringan.Angin sore berembus lembut, mengayun ujung selendangnya yang lusuh. Beberapa pasien lain berjalan mondar-mandir di taman itu, beberapa berbicara sendiri, beberapa hanya diam seperti patung. Namun, Bu Dahlia berbeda, dia tidak berbicara
Last Updated: 2025-03-23
Chapter: Bab 240Hujan turun dengan lembut, membasahi dedaunan di halaman rumah Rain. Hawa dingin menyusup melalui celah jendela, menciptakan suasana sendu yang seolah menggambarkan isi hatinya.Sudah beberapa hari sejak Arumi kembali, kepulangannya tidak seperti yang diharapkan Rain. Wanita yang dia cintai selalu berdiri di depannya dengan tatapan kosong, tak lagi mengenalnya, tak lagi mengingat kisah mereka. Yang lebih menyakitkan, ingatan yang tersisa justru tentang pria lain, mantan suaminya, Alan.Hal tersebut, membuat Rain ragu untuk menemui Arumi, dan beberapa hari terakhir, dia memilih tak datang ke rumah kekasihnya. Padahal Arumi sudah menunggunya. Malam itu, Arumi pun memutuskan untuk datang ke rumah Rain. Gadis itu berdiri di ambang pintu, mengetuk pelan pintu rumah tersebut. Lalu, tak berapa lama, pintu itu pun terbuka, dan Bu Hani berdiri di depannya."Selamat malam, Bu.""Oh Arumi, ayo masuk, Nak." Bu Hani menyuruh Arumi masuk ke dalam rumah dengan lembut, sambil memperhatikan wajah ga
Last Updated: 2025-03-23
Chapter: Bab 239Arumi menatap secangkir cappuccino di hadapannya, uap hangat mengepul pelan, seolah menari di udara. Namun, pikirannya jauh lebih dingin dan berkabut daripada minuman itu. Di depannya, Kanaya duduk dengan tenang, sesekali mengaduk minumannya tanpa benar-benar meminumnya."Jadi ...." Arumi membuka suara, suaranya terdengar ragu. "Apa aku benar-benar mencintainya?"Kanaya mengangkat wajahnya, menatap kakak tirinya dengan sorot lembut tapi penuh berhati-hati. "Yang aku tahu, kalian sudah menjalin hubungan cukup lama. Kalau tentang bagaimana perasaanmu padanya, aku nggak tahu."Arumi mengangguk pelan, mencoba mencerna kata-kata itu. Kekasih, kata itu terdengar begitu asing. Dia menggigit bibir, menatap jemarinya sendiri yang menggenggam sendok kecil. "Tapi, aku sama sekali nggak ingat sedikitpun tentang dia. Bahkan, saat berada di sampingnya tak ada sama sekali getaran layaknya orang jatuh cinta."Kanaya menghela napas. "Itu wajar. Amnesiamu membuatmu melupakan banyak hal. Tapi Rain ....
Last Updated: 2025-03-19
Chapter: Bab 238Arumi terdiam di dalam mobil yang berhenti di depan rumah megah itu, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi bukan itu yang membuatnya gemetar, melainkan ketakutan yang mencengkeram hatinya. Setelah sekian lama, akhirnya dia memberanikan diri datang ke rumah mantan mertuanya, tempat Kenan kini tinggal.Di sampingnya, Kanaya menyentuh lengannya pelan. “Kak, kalau belum siap, kita bisa balik,” bisiknya, suaranya lembut tapi penuh dukungan. Kayana mengatakan itu bukannya tanpa alasan, karena pesan yang dikirimkan Alan pun terlihat ambigu.Alan tak mengatakan Kenan mau bertemu dengan Arumi atau tidak, hanya menyuruh mereka untuk datang.Arumi menghela napas panjang. “Aku harus melakukan ini, Nay. Aku sudah terlalu lama membiarkan jarak di antara kami.”Kanaya mengangguk, meski dia tahu ini tidak akan mudah. Dia tahu, Kenan, yang selama ini menyimpan luka dan kebencian, mungkin tidak akan menerima Arumi begitu saja dengan mudah.Keduanya pun turun dari
Last Updated: 2025-03-17
Chapter: Mandi PagiDarahku seperti berhenti mengalir, melihat panggilan video call itu.Aku menatap layar beberapa detik, sebelum refleks menoleh ke arah Devan. Dia masih duduk di tepi tempat tidur, menatapku dengan wajah tenang.“Jawab, kalau kamu nggak angkat, dia justru curiga.”Tanganku gemetar. Aku menarik napas panjang, sebelum menekan tombol hijau, lalu cepat-cepat memalingkan kamera ke arah tempat tidur, agar latar apartemen ini tak terlihat. Semoga saja, dia tidak terlalu memperhatikan warna spreinya.“Halo, Mas.”Suaraku terdengar serak, canggung. Mas Ethan tersenyum kecil di layar, wajahnya terlihat lelah tapi tetap hangat.“Kamu baru bangun ya? Mukanya masih bantal banget.”Aku tertawa gugup, berusaha menutupi kegelisahan. “Iya, agak capek, makanya aku nggak langsung beres-beres, masih di atas kasur. Apalagi ini weekend”Sedangkan Devan berdiri perlahan, mengambil piring-piring kosong dari nampan dan berjalan ke dapur dengan langkah senyap.“Lagi di mana sih?” tanya Mas Ethan tiba-tiba.Jant
Last Updated: 2025-10-16
Chapter: PengkhianatanDevan terus menciumi tubuhku, sentuhannya semakin berani dan tak terkendali. Dia menjelajahi setiap inci kulit dengan bibir dan lidahnya, memberikan perhatian khusus pada area-area sensitif yang membuatku menggeliat tak sabar.Aku memejamkan mata, menikmati setiap sensasi yang menjalar. Aku membiarkan Devan memimpin, sepenuhnya menyerahkan diri pada gairah yang membara. Tanganku mencengkeram sprei dengan erat, tubuhku melengkung saat Devan memberikan ciuman yang lebih dalam dan intens."Oh, Devan."Aku mendesah lirih dengan suara nyaris hilang di antara deru napas yang semakin cepat, saat Devan memainkan kedua gunung kembarku, mengecupnya satu per satu, lalu memainkan lidah kasarnya dengan begitu bergairah."Di situ, jangan berhenti di situ. Enak banget."Devan mengangkat wajahnya, menatapku dengan mata yang berkilat penuh hasrat. "Aku tahu apa yang kamu inginkan, Sayang," bisiknya serak, lalu kembali menciumiku, memberikan perhatian khusus pada titik-titik yang membuat tubuhku berget
Last Updated: 2025-10-15
Chapter: Penuh Gairah"Hah? Nginep di sini?"“Udah malam, hujan juga masih turun. Kamu capek, kaki kamu juga masih sakit."Nada suaranya lembut, tapi ada ketegasan yang sulit kutolak. Lebih tepatnya, bagiku ini adalah kesempatan.“Baiklah," jawabku."Aku siapin kamarnya, ya."Tanpa menunggu jawabanku, Devan pun masuk ke dalam kamar. Tak berapa, tepatnya setelah Devan membereskan kamar, suara bel apartemen berbunyi.Devan berjalan ke pintu, dan seorang kurir berdiri di sana, membawa dua kantong paper bag besar.“Ini pesanan Anda, Pak,” katanya singkat.Devan menerima kantong itu, menutup pintu, lalu meletakkannya di atas meja makan.“Apa ini?” tanyaku, sedikit heran.“Cuma beberapa barang biar kamu nyaman di sini,” jawabnya tenang.Dia mengeluarkan isinya satu per satu, setelan tidur berbahan halus, cardigan hangat, pakaian santai, dan juga casual."Ini buat kamu, tadi saat baru turun dari mobil, aku sempet telepon temenku yang punya butik buat kirim beberapa pakaian cewek. Kebetulan, ukuran badannya sama k
Last Updated: 2025-10-15
Chapter: Tidur di siniSepanjang perjalanan menuju apartemen, suasana yang tadinya tegang perlahan mencair. Aku tak tahu siapa yang memulai lebih dulu, mungkin aku, atau mungkin Devan yang sengaja membuat lelucon ringan.Yang jelas, kami tertawa. Tawa yang terdengar seperti nostalgia. Seperti dua orang yang pernah begitu mengenal satu sama lain, lalu pura-pura menjadi orang asing terlalu lama.Suara kami seoleh mengisi ruang yang dulu hanya diisi dengan hening dan jarak.Malam ini, semua sudah berbeda. Tak ada lagi batas profesional yang membatasi kami. Tak ada kata-kata kaku. Hanya dua hati yang tahu kalau mereka sedang bermain di tepi jurang, tapi memilih untuk tak mundur.Selang sepuluh menit, mobil sudah berhenti di basement apartemen. Jarak apartemen dengan lokasi saat kami mengalami kemacetan, memang tidak terlalu jauh.Kami tak langsung turun. Saat aku hendak membuka pintu, Devan tiba-tiba menahan tanganku. Sentuhannya ringan, tapi cukup untuk membuatku untuk berhenti bergerak.“Cleo ....”Aku menole
Last Updated: 2025-10-15
Chapter: Ke ApartemenNamun sebelum itu terjadi, aku menarik napas, menutup mata sejenak, lalu mundur setengah langkah.“Aku bisa sendiri,” bisikku pelan, berusaha menata napas yang berantakan.Devan tidak menjawab. Dia hanya memandangiku, seolah ingin mengatakan sesuatu tapi menahannya.Akhirnya dia berjalan ke arah meja, mengambil sebotol air dan menyerahkannya padaku.“Minum dulu. Setelah itu aku antar pulang."Aku pun di sofa ruangannya, menatap pergelangan kaki yang mulai membengkak. Rasa nyerinya makin terasa menusuk, apalagi ketika aku coba menggerakkan kaki sedikit.Devan berdiri di depanku, bersedekap, menatapku dengan ekspresi yang sulit ditebak. Setelah beberapa detik hening, dia akhirnya bicara.“Kamu nggak bisa nyetir dalam kondisi begini. Telepon suamimu. Minta dia jemput.”Aku menelan ludah. Suara itu begitu tenang, tapi kalimatnya terasa menusuk.“Dia lagi di Puncak, untuk urusan bisnis. Mungkin baru pulang beberapa hari lagi.”Devan terdiam, matanya menatapku sedikit lebih lama dari seharu
Last Updated: 2025-10-14
Chapter: MerayuSudah dua minggu berlalu. Hari-hariku berjalan seperti biasa. Aku tetap berangkat kerja, tersenyum pada rekan-rekan di kantor, menyiapkan sarapan untuk Mas Ethan, dan berinteraksi profesional dengan Devan. Ya, benar-benar profesional, sampai senyuman di bibirnya pun tak pernah kulihat ketika kami bersama.Mas Ethan sudah pulang, kira-kira sepuluh hari yang lalu. Dia tampak lelah, tapi juga bahagia karena proyeknya di Puncak berjalan lancar.Aku berusaha menemaninya, melayaninya seperti istri yang baik, memastikan dia makan, mendengarkan ceritanya. Namun, setiap kali dia tersenyum, hatiku justru terasa semakin berat.Kemarin sore, dia pergi lagi, selama kurang lebih satu minggu, untuk membahas desain interior, dan sistem marketing.Aku mengangguk, seperti biasa, menyembunyikan rasa lega sekaligus hampa di balik senyum tipis.Kini rumah kembali sunyi. Aku duduk di sofa, menatap jendela yang menampilkan langit senja, lalu menarik napas panjang.Kebimbangan itu belum pergi.Tentang masa d
Last Updated: 2025-10-14