Mahes ikut Junior, pergi ke rumah lama milik gadis tersebut. Ini membuat bingung karena Junior tidak bilang apa-apa sebelumnya dan juga gadis itu tidak berani bertanya apa-apa."Lo tidur di sini dulu malam ini." Junior meminta Mahes untuk masuk, meski dia bukan tuan rumah. "Sementara, jangan pulang dulu ke rumah gue sampai keadaannya aman."Untuk apa yang menimpanya, Mahes jadi gadis yang semakin pendiam. Sepanjang apa pun yang Junior lakukan padanya, tidak ada sepatah kata yang dia ucapkan. Dia malah sibuk mengamati isi rumah.Junior memperhatikan Mahes yang mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ransel miliknya. Sebuah pigura kecil foto dirinya dan sang ibu.Junior mengembangkan senyuman. "Sabar ya, gue pasti bisa bantuin Lo untuk bisa lepas dari masalah ini."Mahes menggeleng pelan. "Aku bisa di sini sendiri. Kak Junior bisa pulang.""Gue nggak akan macam-macam, Hes.""Aku juga yakin, kalau orang yang sadar nggak akan mungkin mau mendekati gadis yang tidak seberapa seperti aku ini.""
Junior pulang buru-buru, tidak tahu apa sebabnya saat ini dia kepikiran Mahes. Tadi saat ditinggal dia perutnya sedang sakit, bisa jadi sekarang tambah parah.Tiba di rumah, Junior mengetuk pintu."Hes, lo belum tidur, kan?" Junior mengetuk pintu dulu perlahan. Lelaki itu mengintip di bagian jendela, tidak kelihatan. "Hes?" Junior semakin panik karena belum juga ada jawaban.Junior sedang mempertimbangkan untuk untuk menengok ke jendela kamarnya atau jangan, tiba-tiba sudah terdengar bunyi kunci pintu yang diputar.Mahes muncul dengan wajah pucat."Lo nggak apa-apa, Hes?" Spontan Junior bertanya. Malu sebenarnya karena dia merasa tidak ada urusan dengan Mahes."Nggak kenapa-napa."Meski dijawab dengan sikapnya yang dingin, Junior bisa merasa lega. Dia tahu, saat ini Mahes baik-baik saja. Tapi, sejurus kemudian kedatangan Junior membuat Mahes bingung."Kak Jun kenapa pulang tengah malam begini?"Mau jawab apa lagi. Otomatis, Junior harus mengakui kalau tadi dia kepikiran Mahes bertind
Junior datang ke tempat Mahes. Dia kelihatan tergesa-gesa, juga raut wajahnya tidak tampak seperti biasa."Kak Jun, kenapa?"Junior juga bingung kenapa. Barusan dia mengobrol dengan Yugo. Soal kakaknya yang nanti akan membawa Mahes pergi dan tidak tahu kenapa perasaannya seperti berat. Junior merasa, Yugo tidak akan bisa menjaga Mahes."Mahes, kalau gue punya pilihan untuk lo, kira-kira apa yang akan kamu pilih?"Maheswari, masih tidak paham dengan apa yang sedang dibicarakan Junior saat ini. "Maksudnya gimana, Kak?"Junior duduk di bangku teras. Pertama yang dia katakan adalah soal kondisi mereka saat ini. "Keluarga gue pasti sudah tahu kalau lo ada di sini dengan gue."Mahes tersenyum getir. "Kak Jun kena masalah?""Nggak, bukan gue yang kena masalah tapi lo.""Aku memang sudah punya banyak masalah. Jadi, nggak perlu takut lagi."Junior menghela napas. "Lo nggak bisa sok kuat begini, urusan dengan Yugo atau mama itu nggak akan semudah yang lo pikir."Mahes mengangguk perlahan. "Aku
Yugo membawa Mahes ke rumah sakit, sendiri. Dia tidak lagi berpikir panjang ketika melihat wajah Mahes pucat menahan rasa sakit.Turun dari mobil, dia menggendong Mahes. Berlari masuk ke bagian dalam rumah sakit sembari tetap berhati-hati."Suster! Suster!" Dia memanggil agar seseorang segera membantunya.Dua orang suster wanita mendekati mereka. Melihat Mahes yang pucat juga ada pendarahan, mereka bersiap membawakan untuk langsung memeriksa kondisi pasien.Yugo berdiri di tempatnya. Pikirannya berkecamuk. Kenapa? Kenapa dia bisa ada di sini?Memikirkan jawaban sendiri, Yugo merasa sangat bodoh. Bukankah seharusnya dia biarkan saja gadis itu menderita sendiri? Bisa saja Dia kehilangan bayinya. Dengan begitu Yugo bisa lepas dari tanggung jawab dan dia bisa membersihkan tangannya dari apa yang sudah terjadi.Kelihatannya, dia harus segera pergi dari sini. Sebelum Junior tahu lantas membuat masalah di antara mereka semakin meruncing.Yugo akan pergi. Sialnya, langkah laki-laki itu terh
Junior menemui Mahes yang masih lelap. Kelihatannya, apa yang Yugo bilang soal keadaan Mahes saat ini, benar juga. Kalau dia memaksakan supaya Mahes tetap ikut dengannya, itu bisa membahayakan. Belum lagi, soal Amarta yang terus meminta Junior untuk pulang.Satu hari setelahnya, dengan kondisi Junior setia menemani Mahes di rumah sakit, perempuan itu mengajak bicara."Kak Jun, nggak ada jam kuliah?"Junior membawakan obat dan juga vitamin untuk Mahes. Setelah membanytu gadis muda yang sedang mengandung tersebut, dia baru menjawab pertanyaan yang tadi."Gue nggak ada jam kuliah kebetulan."Mahes hanya mengangguk perlahan. Jeda beberapa saat, Junior kembali mengajaknya bicara. Ini soal yang dari kemarin ingin dia tanyakan tentang Yugo."Kakak gue, ngapain aja waktu dia ke rumah lo?"Mahes butuh waktu cukup lama untuk bisa menjelaskan. Dia masih merasa terancam meski saat ini YUgo tidak ada di dekatnya."Lo nggak usah takut, apalagi merasa cemas klaau dia bakal nyakitin lagi."Mahes meng
"Jun, jangan main-main kamu."Amarta jengkel dengan kelakuan putra bungsunya ini. Dia disayang, tapi seperti tidak mengerti dengan hal itu. Kerjaannya hanya menyusahkan orang tua. Harus bagaimana lagi mereka bisa mendidik Junior supaya bisa lebih baik."Junior nggak main-main, Ma. Biar Junior buat pilihan ketiga untuk Mahes.""Apa yang mau kamu tawarkan ke anak itu?""Junior bakal izin ke papa. Kalau papa setuju, Mama nggak bisa larang.""Junior, andaikan semua orang di dunia ini setuju, kalau Mama nggak terima itu. Jangan harap kamu akan dapat restu!"Junior juga sudah jenuh menjadi orang yang selama ini hanya menghindar. Diam membiarkan mereka menilai pemuda itu cuma bisa buat ulah."Kalau Mama nggak bisa kasih kepastian dulu, aku nggak akan pernah mau bilang rencana ini.""Junior!""Mama yang paksa aku untuk begini."Amarta tahu perdebatan di antara mereka berdua akan semakin sengit. Jika dia tidak bisa mengendalikan diri, terus memaksa putra bungsunya ini malah akan membuat keadaa
Junior tiba di rumah sakit. Mahes yang sempat tidur kini terjaga dan langsung tanya dari mana dia."Dari mana, Kak Jun?" tanya Mahes, mencoba mencairkan suasana. "Lo nanya gitu, udah kayak istri gue aja." Junior mencoba menertawakan situasi dengan lelucon ringannya. Ia menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Mahes. Wajah Mahes langsung memerah mendengar candaan Junior tersebut. "Aku tanya karena Kak Jun baik denganku belakangan ini," ujarnya, mencoba menjelaskan alasan pertanyaannya. "Ah, gue memang baik terus. Lo aja yang belum sadar." Junior berusaha mempertahankan suasana ceria, meski sebenarnya hatinya sedang terluka. Sejenak terjadi keheningan di antara mereka. Junior mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Gimana keadaan lo?" "Sudah mendingan. Ini kakinya udah nggak bengkak lagi," jawab Mahes, mencoba meredam kekhawatirannya. Junior mengangguk perlahan. "Gue udah cek ke dokter. Katanya kalau gejala kayak gini wajar, nggak akan jadi masalah besar." Mahes hanya mend
Junior memintanya untuk memikirkan, sepanjang malam Mahes tidak bisa tidur lantaran masalah ini.Dia tidak mau menyusahkan Junior, juga tidak mau kalau harus ikut dengan saran Yugo.Pergi sendiri tanpa tahu tujuan yang jelas dan tidak punya apa-apa, juga bukan pilihan yang baik karena itu akan membahayakan dia dan bayinya.Stres yang seperti ini membuat Mahes turun lagi kondisinya. Bahkan dia sempat mengalami perdarahan.Malam itu kembali Mahes harus lihat seperti apa perjuangan Junior untuk menjaganya. Dari sini dia menyadari bahwa membutuhkan bantuan kakak angkatnya itu.Paginya, dia dengar kabar kalau Yugo akan berencana untuk memindahkan Mahes ke rumah sakit yang lebih besar supaya dia dapatkan perawatan yang lebih baik.Mahes tidak akan mau berurusan lagi dengan Yugo. Dia mau Junior membantunya lagi kali ini. Dan, satu-satunya jalan yang paling memungkinkan saat ini untuk mereka lakukan adalah menikah. Walaupun ini hanya sebuah status, tetap ini akan berguna daripada Mahes harus