Andara menatap Yugo dengan rasa penasaran yang mendalam. Matanya menyapu kontur wajah Yugo, mencari-cari sesuatu yang berbeda. Dia merasa ada yang tidak biasa tentang Yugo hari ini."Kamu kenapa?" tanya Yugo, mencoba meraba-raba apa yang mungkin terjadi.Andara menatap balik Yugo, matanya bersinar dengan semacam ketidaknyamanan yang sulit diartikulasikan. "Nggak kenapa-napa," jawabnya, seringai paksa menghiasi wajahnya.Yugo merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan Andara."Apa tempat ini kurang nyaman buatmu?" tanya Yugo, mencoba mencari tahu apa yang membuat Andara merasa tidak nyaman.Andara menatap sekeliling, memperhatikan suasana sekitar mereka. "Nyaman, kok, Pak," jawabnya, mencoba menenangkan Yugo. Sayangnya, dia menggunakan panggilan yang salah untuk kekasihnya itu hingga membuat dia memberengut.Sadar akan kesalahannya, Andara segera meralat panggilannya. "Oh, oke, akj nggak panggil 'Pak'. Aku akan panggil kamu Mas. Oke?" ujar Andara dengan nada yang lebih ringan, menco
Keramaian kantor dipenuhi oleh suara keyboard yang berdenting dan bisikan-bisikan dari rekan-rekan kerja yang saling berkomunikasi. Di tengah kebisingan itu, Andara mendengar suara lembut namanya dipanggil melalui sistem interkom. Yugo meminta Andara untuk datang ke ruangannya, ada hal penting yang ingin dibicarakannya.Andara berjalan menuju ruangan Yugo dengan berbagai pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Mungkinkah ada tugas tambahan yang harus dikerjakan? Atau mungkin ada proyek baru yang perlu dibahas? Namun, ketika dia membuka pintu ruangan Yugo, suasana yang ia temui tidak sesuai dengan apa yang ia perkirakan. Yugo, dengan serius, malah membicarakan soal kehidupan pribadi mereka."Umh, Siena ingin mengajakmu makan malam di rumah," kata Yugo tiba-tiba, tanpa adanya pembukaan pembicaraan.Andara tampak tercengang, merasa kikuk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran dan sedikit bingung yang terpampang di wajahnya. "Kamu mau ajak aku makan malam?" tanyanya, dengan suara yan
Yugo mempersiapkan dirinya untuk menjemput Andara. Mobilnya, yang berkilauan bersih dan rapi, terasa seperti ekstensi dari dirinya sendiri, siap untuk mengambil peran penting dalam hari ini. Dia memeriksa jam tangan dan tersenyum puas. Tepat waktu.Dia memacu mobilnya melalui jalanan yang biasa dia lalui, tetapi kali ini dengan suasana hati yang berbeda. Dia menikmati setiap putaran, setiap lampu lalu lintas, dan setiap detik dalam perjalanan ini. Tiba di rumah Andara, dia melihat sosok yang sudah dinantikan berdiri di depan rumah, menunggu.Yugo memarkir mobilnya dengan hati-hati dan turun. Dia menutup pintu mobil dan berjalan menuju Andara. Dia menatapnya, membiarkan matanya meresap ke dalam kecantikan Andara yang mempesona. Sebuah pujian meluncur dari bibirnya, "Kamu cantik hari ini."Andara tersenyum, pipinya sedikit memerah. Dia berterima kasih dan membalas pujian Yugo, "Makasih, Mas Yugo. Kamu juga tampak tampan." Ada rona bahagia di wajahnya yang membuat Yugo merasa berharga.Y
Angela yakin bahwa rencananya akan berjalan dengan sempurna. Dia telah merancang skenario yang cermat untuk memecah belah Yugo dan Andara, berharap bisa menghancurkan hubungan mereka. Tapi, realitas yang pahit harus dia hadapi. Angela gagal. Setelah segala usaha dan taktiknya, Angela harus mengakui bahwa dia tidak berhasil membuat Siena membenci Andara. Sebaliknya, Siena yang polos dan berhati baik, tetap menerima Andara dengan tangan terbuka. Siena, dengan kepolosannya, melihat Andara bukan sebagai musuh, tapi sebagai calon ibunya. Dia melihat kebaikan hati Andara dan cinta yang tulus dari Andara kepada ayahnya. Angela, yang selalu berusaha menanamkan keraguan dan kebencian pada hati Siena, harus menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa mengubah pandangan Siena terhadap Andara. **** Hari itu, kantor tampak lebih sibuk dari biasanya. Telepon berdering tanpa henti, mesin fotokopi berbunyi keras, dan suara keyboard yang dipukul oleh jari-jari cepat menciptakan simfoni yang khas di r
"Selamat datang di rumah ini, Maheswari."Sudibja memberi sambutan yang hangat padanya. Dia bahkan menyuruh para pelayan di rumah untuk membawakan tas dan juga barang-barang milik gadis itu ke kamarnya.Maheswari mengikuti pelayan yang membawakan barang-barangnya, tetapi Sudibja meminta dia untuk meninggalkan saja."Biar itu Bi Asih yang urus. Kamu pasti capek, habis dari perjalanan jauh. Kita makan dulu sekalian saya mau kenalin kamu dengan anggota keluarga di rumah ini."Maheswari--Mahes--masih banyak diam, tidak tahu harus bersikap bagaimana. Gadis itu sendiri masih syok dan bingung bagaimana bia dia berada di sini.Bermula dari wasiat ibunya yang bilang kalau suatu saat nanti perempuan itu tidak ada di dunia ini lagi, Mahes harus mengirimkan surat ibunya pada Sudibja. Hanya selang satu minggu setelah pemakaman, Mahes mengirimkan surat itu dan beberapa hari setelahnya, Mahes dijemput oleh pengusaha dermawan dan kaya raya ini untuk tinggal di rumahnya.Gadis itu tidak pernah tahu ap
"Aku Maheswari, anak gadis dari sahabat Pak Sudibja yang tinggal di sini."Setelah mendengar penjelasan dari Mahes, pemuda yang baru saja menyangka bahwa dia pembantu memegang kepala. "Astaga, jadi lo anak yang bakal tinggal di sini jadi adik angkat gue?"Mahes tentu saja bingung dengan pernyataan barusan, apalagi dia tidak kenal dengan siapa orang yang sedang bicara dengannya saat ini."Kenalin!" Dia mengulurkan tangan. "Gue Junior. Anak bungsu di sini. Satu-satunya orang yang paling hidup bebas, nggak pernah terikat dengan apa pun.""Oh, iya." Mahes merasa sungkan untuk menyambut uluran tersebut. Walaupun Asih bilang dia adalah anak yang sering ke mana-mana tidak jelas, dari kulitnya tetap terlihat berbeda. Dia bersih dan juga terlihat lembut, sementara Mahes hanyalah gadis kampung. Perempuan itu takut jika nanti bersentuhan, Junior akan merasa jijik dengannya. Sama yang seperti Yugo lakukan padanya kemarin.Daripada sakit hati sendiri, lebih baik Mahes harus menyadari siapa dirinya
"Nggak gimana-gimana. Gue cuma ketemu sebentar, nggak sempat ngobrol."Junior lanjut melangkah, dia duduk di sofa mengeluarkan ponselnya asyik bermain game. Beberapa menit kemudian Asih sudah selesai masak mie, dia bisa nikmati. Untungnya Yugo tidak mengusik ketenangannya kali ini.Tadinya Asih mau langsung pergi, tapi Junior malah memintanya untuk duduk. Berhubung Asih sadar kalau dia cuma pembantu, tidak mungkin duduk di kursi. Makanya hanya menempelkan bokong di lantai.Terpaksa Junior juga harus duduk di lantai supaya bisa lebih enak ngobrolnya."Den Junior ngapain ikut-ikutan duduk di bawah begini?""Ya habisnya kalau Bibi di bawah, Junior nunduk banget!" Junior menggunakan alasan tinggi badannya yang membuat dia tidak nyaman untuk bicara ketika Asih berada di bawah. Padahal, dia hanya bersikap lebih sopan pada pembantunya tersebut."Bi, cewek yang diangkat papa jadi anak itu emang orangnya diem kayak gitu, ya?""Den Junior ngapain tanya-tanya? Asih curiga. "Jangan iseng ya, Den.
Lenguhan wanita itu terdengar jelas."Ah, iya terus Sayang ...." Dengan rintihan tertahan dia meminta agar dipuaskan."Kamu nakal, ya. Hemh .....""Nggak nakal, Beb." Suaranya sangat menggoda, terdengar sensual. "Kamu yang bikin aku ketagihan.""Yugo nggak bisa, 'kan, bikin kamu begini?""CK! Ngapain bahas Yugo di saat aku lagi gini?" Dia terdengar kesal. "Yugo tuh lemah. Aku ajak dia masa nggak mau. Bilangnya nanti nunggu nikah aja. Ya, kali aku ajak enak nggak mau! Apa coba, namanya kalau dia bukan gay?""Ya, mana tahu dia laki-laki baik." Lelaki itu berujar tidak jelas karena dia mulai mencecapi leher jenjang sang wanita."Ya kalau dia nggak nafsu sama cewek, aku yang sengsara nanti kalau dijadiin istri dia. Lagian, dia nyebelin karena nurut banget ke mamanya yang kayak Mak Lampir itu!""Udah ah, nggak usah ngomong terus. Mending lanjut." Wanita yang telah polos tanpa apa pun melingkarkan tangan di leher lelaki yang berada di atasnya.Sang laki-laki pada akhirnya membuat wanita yan