LOGIN"Jaga dirimu untukku, Mas! Semoga saja ingatan Elmq cepat kembali. Atau setelah sadar nanti Elmq tidak akan mengira kalau dirinya adalah aku. Sejujurnya, aku tidak akan sanggup kalau aku harus menyerahkanmu untuknya. Aku tidak dapat membayangkan kalau kita akan berpura-pura menjadi orang asing alih-alih suami istri."
"Ya, semoga saja saat Ema sadar nanti, dia telah kembali menjadi dirinya sendiri lagi. Dan kita tidak perlu bertukar peran seperti itu." Namun ternyata harapan hanyalah tinggal harapan saja. Tepat setelah itu ponsel Elsa berdering, mama Tian yang menghubunginya, "Cepat ke sini, Elmq sudah sadar!" serunya sebelum menutup teleponnya, bahkan tidak memberikan kesempatan pada Eksa untuk meresponnya. Untuk sesaat Elsa terpana, campuran perasaan senang karena pada akhirnya Elma siuman dengan perasaan takut pada apa yang akan Elsa hadapi nantinya membaur menjadi satu. Meski keputusannya telah bulat untuk meminjamkan Rangga pada Elma demi keselamatan adik kembarnya itu, jauh di lubuk hatinya Elsa tetap merasakan kekhawatiran yang teramat sangat. Bagaimanapun juga, secara tidak langsung Elsa akan berbagi suaminya dengan Elma, meski tidak secara harfiah. "Ada apa?" tanya Rangga membuyarkan lamunannya. "Elmq sudah sadar, Mas. Mama minta kita untuk ke sana sekarang," jawab Elsa sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas kerjanya, kedua matanya menatap dalam-dalam mata suaminya itu. "Apa ingatannya …" Sepertinya Rangga memiliki kekhawatiran yang sama dengan Elsa. Dan Elsa tahu betul, tidak hanya dirinya saja yang mengharapkan ingatan Elma akan kembali lagi, tapi Rangga juga. Baik Elsa maupun Rangga akan terselamatkan dari situasi sulit yang akan mereka hadapi nantinya. "Aku tidak tahu, Mas. Tadi Mama tidak mengatakan apa-apa lagi. Sebaiknya kita melihatnya sekarang, sebelum Mama menghubungi aku lagi karena kita yang tidak kunjung datang," saran Elsa. Seperti itulah mama Tian, selalu tidak sabar jika itu menyangkut Elma. Apalagi Sekarang menyangkut nyawa Elmq, putri tersayang mama Tian. Rangga berdiri lebih dulu, lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Elsa Berdiri juga sebelum akhirnya mereka jalan bersisian menuju ruang rawat inap Elma dengan pikiran masing-masing. "Mas Rangga!" pekik riang Elma saat melihat Rangga dan Elsa masuk. Sambil tersenyum kikuk Rangga dan Elsa melangkah mendekati tempat tidur Elmq, namun tatapan Elma sepenuhnya hanya tertuju pada Rangga saja, seolah dunianya menyempit hanya pada sosok Rangga seorang saja. "Kamu sudah pulang kerja, Mas? Atau kamu izin karena aku sedang sakit?" Tanyanya dengan suara manjanya, khas Elma saat sedang berbicara dengan Samu, mendiang suaminya. "Ya, aku izin." jawab Rangga pelan. Ia tidak ingin mencari tahu sedang memerankan siapa Elma saat ini. Atau sebenarnya Rangga terlalu takut untuk menemukan jawabannya, pun demikian dengan Elsa. "Apa kepalamu masih pusing?" tanya Elsa, sama halnya dengan Rangga, ia belum mau mencari tahu tengah menjadi siapa Elma saat ini. Tatapan Rania akhirnya teralihkan dari Rangga ke Elsa, "Elmq, mana Mas Samu dan putri kalian? Apa mereka tidak ikut ke sini?" Pertanyaan Elma tidak hanya membuat bahu Elsa saja yang terkulai lemah, tapi juga bahu Rangga. Seolah beban berat saat ini tengah diletakkan di pundak mereka. Ketakutan mereka pada akhirnya menjadi kenyataan juga. Ya, harapan satu-satunya mereka telah musnah. Ternyata Elmq tersadar sebagai Elsa, dan sudah pasti mereka harus mengikuti permainannya itu. Elsa terdiam sebentar untuk menenangkan dirinya, untuk tidak memperlihatkan kesedihannya di depan adiknya itu sebelum menjawab, "Mereka masih di Sydney. Mas Samu belum mendapatkan izin cuti dari kantornya, jadi aku ke sini sendiri. Aku mau menemanimu sampai kamu sembuh sepenuhnya, Sa," Elsa berusaha menguatkan suaranya agar tidak terdengar bergetar, meski air mata telah mengenang di kedua matanya itu. "Ada Mama dan Mas Rangga yang mengurusku, El. Kamu balik saja, kasian Mas Samu dan putrimu kalau kamu meninggalkan mereka, bukan begitu Mas?" Mendapatkan pertanyaan yang tiba-tiba dari Elma membuat tatapan sendu Rangga beralih dari Elsa ke adik iparnya itu, helaan napas berat terdengar keluar dari mulut Rangga sebelum menjawab, "Menurutku sebaiknya Elmq tinggal dengan kita, Sa. Karena saat aku kerja nanti, tidak akan ada yang mengawasimu, sementara Mama pergerakannya pun sudah terbatas sekarang.” Enak saja mau mengusir istri sahnya begitu saja. Rangga tidak akan pernah membiarkannya. Ia tidak dapat membayangkan hidup tanpa Elsa, satu-satunya wanita yang teramat sangat ia cintai melebihi apapun. Berpegangan pada cintanya yang besar pada Elsa itulah yang membuat Rangga pada akhirnya menerima keputusan impulsif istrinya itu. Ia percaya sekali cintanya tidak akan mengkhianatinya. "Apa yang Rangga ucapkan itu betul, Sa. Mama akan kewalahan kalau mengurusmu sendirian. Kamu kan belum bisa jalan tanpa kursi roda, sementara Mama tidak akan kuat memindahkanmu dari tempat tidur atau dari manapun ke kursi roda. Dengan adanya Elma, sedikit banyaknya Elma akan bisa membantumu. Lagipula Samu sudah mengizinkannya, ya kan El?” Elsa mengangguk pelan. Memangnya apalagi yang dapat ia lakukan selain dari menyetujui apapun ucapan mama Tian itu. Dan sekali lagi, semua demi Elma dan juga mama Tian. “Ya, Sa. Mas Samu sudah mengizinkannya. Mas Samu akan segera ke sini Kalau pekerjaannya telah selesai dan sekolah putri kami libur.” Elma nampak mendesah pelan sebelum akhirnya menyetujuinya, "Baiklah, terima kasih atas kesediaanmu mengorbankan waktumu untukku, El. Aku akan sangat menghargainya. Begitu juga dengan kamu kan, Mas Rangga?” “Iya.” Jawaban singkat Rangga terdengar lirih, matanya masih menatap sendu Elsa. Jauh di dalam dirinya, Rangga masih berharap kalau Elsa akan membatalkan keputusannya itu. Apa yang sedang mereka lakukan ini sangatlah riskan untuk rumah tangga mereka. Tapi kalau Rangga menolak keputusan Elsa, hal itu juga akan menjadi boomerang bagi rumah tangga mereka. Setelah ini, mereka hanya dapat berdoa pada Tuhan, semoga saja Tuhan kembali memberikan ingatan Elma yang hilang itu. Sehingga masalah mereka akan selesai tanpa ada satupun yang tersakiti."Ananta, kamu kah itu?" tanya sebuah suara yang terdengar berat karena faktor usia. Jelas sekali pemilik suara itu adalah kakeknya Ananta, Mahesa. Kakek Mahesa baru kembali dari pengobatan di luar negeri, dan harus bermalam di hotel mewah di dekat bandara itu untuk beristirahat, sebelum melanjutkan kembali perjalanan ke rumahnya keesokan harinya. "Iya kakek, ini aku," jawab Ananta sambil melangkah mendekati kakek Mahesa. Mata tuanya tidak memungkinkan sang kakek melihat jauh, Ananta harus berada tepat di depannya agar kakeknya itu dapat mengenalinya. "Ah, cucu tertua kakek, kamu ke sini dengan siapa?" "Elsa, Kek. Apa Kakek masih mengingatnya?" "Elsa? Calon cucu menantu Kakek?" Meski sudah tua, ingatan kakek Mahesa masih sangat bagus. Hanya saja, pria tua itu tidak mengetahui kalau Ananta dan Elsa sudah tidak lagi menjalin hubungan. Mereka sengaja tidak memberitahu kakek Mahesa yang saat itu tengah sakit parah. Saat ini, Ananta meminta bantuan Elsa untuk bertemu dengan kakek Mahe
Tidak terima diabaikan begitu saja oleh Rangga setelah apa yang mereka lakukan pagi tadi. Setelah lama menimbang-nimbang, Elma pun akhirnya ikut masuk ke kamar mandi. Dan sepertinya Rangga yang sedang berendam di dalam bathub itu terlalu asik dengan lamunannya hingga tidak menyadari kedatangan Elma. Perlahan Elma mendekati Rangga, lalu membantu Rangga menyabuni tubuhnya, namun dengan cepat Rangga menahan tangannya sambil menatap kesal Elma, “Bukankah tadi sudah aku tegaskan untuk jangan pernah menyentuhku lagi? Kesabaranku sedang tipis, jadi jangan salahkan aku kalau aku bersikap kasar padamu!” geram Rangga.“Aku tidak bisa meninggalkan kamu sendiri, Mas. Karena aku tahu kamu tidak sedang baik-baik saja.”“Mau aku baik-baik saja atau tidak, itu bukan urusanmu! Sekarang keluar!” hardik Rangga sambil mengarahkan jari telunjuknya ke pintu, namun Elma tetap bergeming.Sambil mengumpat kasar, Rangga berdiri untuk meraih bathrobenya dan menutupi ketelanjangannya sambil melangkah keluar dar
"Mama tidak mau tahu, kamu harus menikahi Elma setelah ingatan Elma kembali! Atau sesuai kesepakatan kita, akhir bulan ini kita akan mengatakan kebenaran itu pada Elma, dan setelah itu kamu bisa menikah dengannya!"Ucapan mama Tian terus terngiang di telinga Rangga, hingga membuat suasana hati Rangga menjadi buruk, dan ia tidak fokus pada pekerjaannya.Ada dua rapat yang harus ia cancel, karena moodnya sedang buruk sekali. Untuk menghindari sesuatu yang tidak ia inginkan.Sambil bersandar pada kursi kerjanya, Rangga terus menatap bingkai foto dirinya bersama Elsa. Foto pernikahan mereka yang terpampang di atas meja kerjanya.Rangga mengambil bingkai foto itu untuk mengusap bagian wajah Elsa yang terlihat sangat cantik dengan kebaya pengantinnya.Senyum bahagia tidak hanya tersungging di wajah Rangga, tapi juga si wajah Elsa.Apa senyum itu akan terus mengembang di wajah cantik Elsa saat istrinya itu mengetahui kalau Rangga dan Elma telah melakukan hubungan itu?Sudah pasti tidak. Mala
Elsa memutar kembali tubuhnya hingga saling berhadapan dengan Rangga lalu melingkarkan lengannya di leher suaminya itu,“Syukurlah kalau Elma sudah sehat. Dan … Mau makan di mana kita?” tanyanya dengan manja.“Terserahmu. Mau di kaki lima pun kali ini aku akan menurutinya.”Kedua mata Elma turut tersenyum saat bibirnya tersenyum. Namun sorot mata itu terlihat membesar saat menangkap bercak merah di Leher Rangga,“Apa ini, Mas?” tanyanya.Jantung Rangga seketika berdebar, ia tahu apa yang dilihat Elsa, dan ia pun memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat atas tanda yang Elma tinggalkan itu padanya,"Oh bercak merah di sini kan?" Rangga menunjuk ke bercak di lehernya sendiri."Iya, kenapa?" tanya Elsa lagi, Rangga pun menyeringai lebar untuk menutupi kepanikannya,"Ck, semalam aku terlalu lama di balkon jadi tanpa sadar ada nyamuk yang menghisap darahku sampai nyamuk itu tidak kuat terbang lagi," kekeh Rangga."Apa karena kamu sedang menghindari Elma saat itu, Mas?""Umm, bisa dib
“Sa bangun! Di mana Rangga?”Mama Tian membagunkan Elma dengan menepuk bahunya. Ia setengah terguncang saat melihat Elma tidur tanpa sehelai benangpun. Ketakutan mulai menguasai dirinya.Sambil merenggangkan otot-ototnya dan menguap lebar, Elma yang nyawanya belum terkumpul sepenuhnya pun balik bertanya,“Ummm … Rangga?”“Iya Rangga! Di mana dia? Kamar mandi?”Saat itulah Elma baru menyadari kalau ia tidak mengenakan apapun. Refleks tangannya meraih selimut untuk menutupi dirinya, “Kenapa pagi-pagi sekali Mama masuk ke kamarku? Apa ada hal penting yang mau Mama sampaikan?”Tadinya mama Tian hanya ingin memastikan kalau Elma sudah sehat. Tapi berkali-kali mama Tian mengetuk pintunya, sama sekali tidak ada respon dari dalam kamar. Dan hal itu membuat mama Tian khawatir dan langsung masuk begitu saja ke dalam kamar itu.Apa yang mama Tian lihat justru membuatnya jauh lebih khawatir lagi. Namun mama Tian ingin memestikannya lebih dulu pada Elma, semoga saja tidak sesuai dengan dugaannya,
POV Rania 2Perasaan sedih yang teramat dalam, juga bingung dengan kondisinya yang sekarang membuat Elma terduduk di sisi tempat tidurnya. Ia tidak mengenali dirinya sendiri, jiwanya sungguh tengah tergoncang.Dengan tidak adanya suami dan putrinya, Elma harus apa? Ia tidak akan sanggup melewati harinya tanpa mereka. Elma begitu mencintai mereka. Ia kembali menangisi kepergian mereka, ditambah lagi tidak bisa melihat wajah mereka untuk yang terakhir kalinya.“Ada apa lagi, Sa?” Pertanyaan Rangga yang begitu lembut menelusup masuk ke relung hati Elma, mengobat sedikit kesedihan di dalam sana, juga menghilangkan sedikit kedukaannya.Elma menatap sendu Rangga, pria yang kini tengah berpura-pura menjadi suaminya. Dan Elma tidak ragu lagi untuk mengungkapkan betapa takut dan sedihnya ia saat itu. Meski tidak menceritakan penyebab terbesarnya karena ditinggal pergi suami dan putrinya untuk selamanya.Sampai akhirnya Rangga membahas masalah psikolog. Dan Elma jadi merasa kalau saat ini ia se







