LOGINWarning 21+ zone! Mendapati suaminya bercinta dengan adik kembarnya hingga hamil seolah belum cukup membuat Elsa menderita, hingga Mamanya meminta Elsa untuk berbagi suami dengan adik kembarnya itu, Elma. Karena merasa dirinya ikut andil menjadi penyebab perselingkuhan itu, Elsa pun harus mengikhlaskan suaminya menikahi Elma, meski hatinya luar biasa hancur dan kecewa. Belum lagi sikap Rangga yang semakin lama semakin mengabaikan keberadaan Elsa, demi Elma yang sedang mengandung anaknya. Hadirnya sosok Ananta yang selalu menghibur dan membesarkan hatinya, membuat Elsa sadar akan rumah tangganya yang mulai tidak sehat lagi. Elsa pun menjadi bimbang, antara berpisah dengan Rangga dan kembali pada mantan kekasihnya itu, atau tetap mempertahankan rumah tangganya dan membuat Elma pergi dari kehidupan mereka?
View MoreElsa baru saja meletakkan tasnya di atas meja makan sebelum mengambil gelas dan mengisinya dengan air hangat, hari ini ia pulang kerja lebih cepat dari biasanya karena sedang tidak enak badan.
Baru dua teguk Elsa meminumnya saat terdengar desahan seseorang dari lantai atas, desahan seperti orang yang tengah kepedasan itu terdengar saling bersahutan. Ia melirik jam tangannya, sudah pasti itu bukan suara Rangga, karena suaminya baru pulang ke rumah setelah pukul tujuh malam, sementara mamanya saat ini tengah bermalam di rumah salah satu saudarinya. 'Apa Elma sedang makan keripik pedas itu lagi bersama dengan temannya?' Elsa meletakkan gelasnya di atas meja sebelum kembali meraih tasnya dan melangkah pelan mendekati sumber suara yang berasal dari dalam kamar adiknya yang dulunya adalah kamar Elsa bersama dengan Rangga. Suara desahan itu semakin kencang saat mengalun keluar dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat. "Aahh ... Bagaimana? Kamu suka?" "Ya ... Terus mas, lebih dalam lagi, yaa begitu yaa ... " Seketika itu juga Elsa mengepalkan kedua tangannya, ia mengerti sekali apa yang sedang terjadi di dalam kamar, berani sekali adiknya melakukan itu di rumahnya. Elsa mempercepat langkahnya, lalu membuka lebar pintu kamar Elma hingga terbanting, membuat kedua insan yang sedang asik berhubungan itu tersentak kaget karenanya. Dengan tergesa-gesa sang pria mencabut miliknya dari dalam Elma sebelum menarik selimut untuk menutupi dirinya sendiri, sementara kedua pasang mata itu membelalak lebar saat melihat Elsa berdiri di ambang pintu, "Elma!" teriak histeris Elsa. *** Dua bulan sebelumnya. Elsa dan Rangga bergabung dengan mama di meja makan. Dengan tatapan penuh kritik mamanya yang ditujukan pada Elsa dan Rangga secara bergantian, Mama mulai mengeluarkan keluhannya lagi, "Seandainya saja sudah ada anak di antara kalian, pasti kalian akan terlihat lebih bahagia lagi. Dan kamu, Rangga. Kenapa melarang Elsa hamil?" "Ma, kami hanya belum siap," jawab Elsa sementara Rangga tetap fokus pada makanannya. Elsa semakin tidak enak hati padanya, karena selama sebulan ini mama selalu mencecar mereka dengan pertanyaan itu. "Lalu kapan siapnya? Tunggu rambut kalian sudah memutih semua? Tunggu kiamat?" cecar mama. Rangga meraih tissue untuk membersihkan mulutnya sebelum berdiri dan mencium kening Elsa, "Mas pergi dulu, Beb. Rapatnya sudah akan dimulai," pamitnya. "Aku antar!" seru Elsa sambil berdiri dan menggandeng lengan Rangga. “Kenapa kamu selalu menghindar tiap kali Mama sedang membahas masalah anak, Rangga?” keluh mama, Elsa kembali balik badan ke arah mamanya, “Ma, Mas Rangga bukannya mau menghindar, tapi memang rapatnya akan segera dimulai,” belanya, sebelum kembali melanjutkan langkahnya, mengabaikan keluhan mama Tian lagi, Mama Tian mengibas tangannya dengan tidak sabar, “Ya sudah pergilah kalau begitu!” “Sa, kamu jangan terlalu memanjakan suamimu, jangan terlalu menuruti kemauan suamimu itu. Ingat usiamu semakin lama semakin tua, kesuburanmu pun akan semakin berkurang, Elsa. Jadi cepatlah kamu bujuk suamimu itu agar mau segera memiliki anak!” bujuk mama setelah Elsaa kembali duduk di kursi makannya. “Ma, tolong jangan pernah membahas masalah anak di depan Mas Rangga lagi. Kesabaran Mas Rangga juga ada batasnya, Ma. Alasan kami Menunda memiliki anak karena aku yang belum siap hamil, aku masih takut! Jadi Mama jangan pernah menyalahkan Mas Rangga untuk itu lagi ya,” pinta Elsa. Menjadikan dirinya sendiri sebagai alasan adalah cara terampuh untuk saat itu. Setidaknya mulai hari ini Elsa yang akan dicecar mamanya di setiap harinya untuk segera memiliki anak, dan bukannya Rangga. Meski pada kenyataannya, keinginan terbesar Elsa adalah memiliki momongan, tapi kalau suaminya sendiri belum siap ia bisa apa? Lagipula niat Rangga baik, suaminya itu merencanakan secara matang masa depan keluarganya. Memastikan keuangan mereka stabil dan lebih dari cukup sebelum hadirnya buah hati mereka. Meski sebenarnya Elsa telah membantu Rangga dalam hal finansial, tetap saja itu tidak membuat Rangga berani mengambil risiko untuk menghadirkan buah hati mereka dalam waktu dekat ini. “Tapi, El … “ “Ma, Please!“ Terdengar helaan berat napas berat mama Tian sebelum berkata, “Baiklah, Mama hanya mengiginkan yang terbaik untukmu. Jadi tolong pikirkan lagi baik-baik niatmu menunda memiliki anak. Jangan sampai ketika kamu siap nanti semuanya malah telah terlambat, mengingat manusia semakin menua bukan bertambah muda.” Apa yang dikatakan mama memang ada benarnya. Namun sebagai seorang istri, ia tetap harus mengutamakan keinginan suaminya terlebih dulu. Elsa baru akan merespon penegasan mamanya itu ketika ponselnya berdering dengan nomor asing yang tertera di layar ponselnya namun ia memilih mengabaikannya. Selama ini, Elsa memang tidak pernah mengangkat panggilan masuk dari nomor telepon asing, tapi saat ponselnya kembali berdering untuk yang ketiga kalinya dengan nomor yang sama, ia pun segera menerimanya. “Ya, saya sendiri. Maaf dengan siapa saya bicara?” tanya Elsa saat wanita diseberang sana memastikan kalau ia adalah Elsa. Dan ponsel yang berada di tangannya nyaris saja terjatuh saat mendengar kabar buruk dari wanita yang ternyata seorang dokter di sebuah rumah sakit yang mengabarkan kalau Elma terlibat kecelakaan. Dengan tangan dan juga suara yang bergetar, Elsa mencoba untuk berbicara meski dengan terbata-bata, “La … Lalu Bagaimana dengan keadaan mereka sekarang?” “Sebaiknya anda segera ke rumah sakit, karena ada surat pernyataan yang harus anda tanda tangani untuk prosedur tindakan kami selanjutnya,” jawab dokter itu. “Lakukan apapun yang harus kalian lakukan, saya akan mengizinkannya selama itu dapat menyelamatkan nyawa mereka!” Seru Elsa. Ia mengalihkan perhatiannya ke mamanya yang sudah terlihat memucat. Mama pasti sudah dapat menebaknya kalau telah terjadi sesuatu pada anak bungsunya, putri kesayangannya. “Kami memang akan menyelamatkan nyawa ketiganya semampu kami, tapi kami tetap membutuhkan tanda tangan anda untuk menyetujui tindakan darurat yang akan kami lakukan pada mereka.” “Baiklah saya menuju ke sana sekarang!” seru Elsa sebelum mematikan sambungan teleponnya. “Ada apa dengan Elma, Sa? Apa terjadi sesuatu dengan adikmu itu dan juga anak suaminya?” cecar mama. "Taksi yang ditumpangi Elma terlibat kecelakaan beruntun, Ma. Dan kini keadaan ketiganya sangat mengkhawatirkan. Lebih baik kita ke sana sekarang!” “Ya Tuhan! Bagaimana bisa? Emsa … Setelah Papamu Mama tidak ingin kehilangan lagi, Elsa …” isak mama. “Jangan berpikiran yang terburuk dulu, Ma. Lebih baik kita banyak berdoa sekarang, semoga mereka baik-baik saja!” Dan Tanpa membuang waktu lagi, mereka segera bergegas ke rumah sakit, tidak lupa Elsa menghubungi Rangga untuk segera menyusul mereka sekarang juga setelah mengulangi penjelasan dokter tadi pada suaminya itu. “Ok, Mas segera ke sana. Kamu tenangkan dirimu dan juga Mamamu. Yakinkan diri kalian kalau semua akan baik-baik saja!” seru Rangga. “Ya, Mas. Tolong jangan lama-lama kami sangat membutuhkanmu. Sekarang kamulah satu-satunya pria di dalam keluargaku,” pinta Elsa dengan suara parau. Ia berusaha menahan dirinya sekuat tenaga untuk tidak menitikkan air mata, meski tidaklah mudah mengingat di sebelahnya Mama sedang menangis tersedu meratapi putri kesayangannya itu. Ya, sebagai anak yang tertua, Elsa harus terlihat kuat demi mereka. Padahal yang ingin Elsa lakukan saat ini adalah sama dengan mamanya, menangis tersedu-sedu untuk meluapkan semua kesedihannya. Sesampainya di rumah sakit dokter mengabarkan kalau nyawa Samu dan putrinya tidak dapat di selamatkan, sementara Elma hingga kini belum juga sadarkan diri. Hanya Elma yang selamat dari kecelakaan maut itu. Mengingat luka berat di kepalanya, Elma termasuk beruntung karena nyawanya masih dapat di selamatkan, meski ia harus terbaring koma karenanya. Dan besar kemungkinan akan kehilangan sebagian ingatannya. “Sampai berapa lama, Dok?” Mama bertanya di sela isakan tangisnya. “Berapa Lamanya kami tidak bisa memprediksinya, Bu. Tapi seiring dengan pulihnya luka di kepalanya akibat benturan itu nantinya, kemungkinan besar ingatannya akan kembali secara bertahap.” jawab dokter itu. Tangisan mama semakin kencang, ia meraih telapak tangan putrinya yang terbaring lemah tak berdaya, Elma terlihat seperti sedang tertidur pulas, adiknya itu terlihat damai seolah tidak memiliki masalah sedikitpun. Tapi bagaimana jika Elma sadar nanti dan mengetahui kalau dia telah kehilangan dua orang terkasihnya secara bersamaan? Sanggupkah adiknya itu menanggung beban berita duka itu? “Ya Tuhan! Malang sekali nasibmu, Nak. Kenapa kamu bisa mengalami kejadian buruk seperti ini? Ditinggal suami dan juga putrimu dalam waktu bersamaan." Isakan mama kembali terdengar. Dengan cepat Elsa menghapus air matanya sebelum melangkah mendekati mama dan menepuk lembut punggung mamanya untuk menenangkannya, ia kembali menghapus air matanya sebelum berkata, “Ma, jangan bersedih seperti ini, kasihan Elma. Meski terbaring koma, Elma masih dapat mendengar suara kita, suara di sekitarnya,” bujuknya. “Itu benar, pasien koma masih dapat mendengar suara di sekitarnya. Itu makanya dibutuhkan dukungan tanpa batas dari keluarga pasien untuk memberikan semangat pada pasien. Suara dari orang-orang terdekatnya sedikit banyaknya dapat membangkitkan semangat hidup pasien untuk tetap bertahan hidup dan tidak menyerah,” timpal dokter tadi. “Apa putri saya akan bisa kembali normal lagi, Dok?” tanya Mama. “Semoga saja demikian, Bu. Hanya dengan sadarnya pasien kita bisa mengetahuinya, hal terburuk bisa saja terjadi meski hasil tes menyatakan yang sebaliknya,” jawab dokter. “Tolong selamatkan putri saya, Dok. Jangan sampai dia cacat, dia akan semakin terpukul apalagi setelah mengetahui kalau anak dan suaminya telah tiada nantinya,” pinta mama di sela isakannya."Ananta, kamu kah itu?" tanya sebuah suara yang terdengar berat karena faktor usia. Jelas sekali pemilik suara itu adalah kakeknya Ananta, Mahesa. Kakek Mahesa baru kembali dari pengobatan di luar negeri, dan harus bermalam di hotel mewah di dekat bandara itu untuk beristirahat, sebelum melanjutkan kembali perjalanan ke rumahnya keesokan harinya. "Iya kakek, ini aku," jawab Ananta sambil melangkah mendekati kakek Mahesa. Mata tuanya tidak memungkinkan sang kakek melihat jauh, Ananta harus berada tepat di depannya agar kakeknya itu dapat mengenalinya. "Ah, cucu tertua kakek, kamu ke sini dengan siapa?" "Elsa, Kek. Apa Kakek masih mengingatnya?" "Elsa? Calon cucu menantu Kakek?" Meski sudah tua, ingatan kakek Mahesa masih sangat bagus. Hanya saja, pria tua itu tidak mengetahui kalau Ananta dan Elsa sudah tidak lagi menjalin hubungan. Mereka sengaja tidak memberitahu kakek Mahesa yang saat itu tengah sakit parah. Saat ini, Ananta meminta bantuan Elsa untuk bertemu dengan kakek Mahe
Tidak terima diabaikan begitu saja oleh Rangga setelah apa yang mereka lakukan pagi tadi. Setelah lama menimbang-nimbang, Elma pun akhirnya ikut masuk ke kamar mandi. Dan sepertinya Rangga yang sedang berendam di dalam bathub itu terlalu asik dengan lamunannya hingga tidak menyadari kedatangan Elma. Perlahan Elma mendekati Rangga, lalu membantu Rangga menyabuni tubuhnya, namun dengan cepat Rangga menahan tangannya sambil menatap kesal Elma, “Bukankah tadi sudah aku tegaskan untuk jangan pernah menyentuhku lagi? Kesabaranku sedang tipis, jadi jangan salahkan aku kalau aku bersikap kasar padamu!” geram Rangga.“Aku tidak bisa meninggalkan kamu sendiri, Mas. Karena aku tahu kamu tidak sedang baik-baik saja.”“Mau aku baik-baik saja atau tidak, itu bukan urusanmu! Sekarang keluar!” hardik Rangga sambil mengarahkan jari telunjuknya ke pintu, namun Elma tetap bergeming.Sambil mengumpat kasar, Rangga berdiri untuk meraih bathrobenya dan menutupi ketelanjangannya sambil melangkah keluar dar
"Mama tidak mau tahu, kamu harus menikahi Elma setelah ingatan Elma kembali! Atau sesuai kesepakatan kita, akhir bulan ini kita akan mengatakan kebenaran itu pada Elma, dan setelah itu kamu bisa menikah dengannya!"Ucapan mama Tian terus terngiang di telinga Rangga, hingga membuat suasana hati Rangga menjadi buruk, dan ia tidak fokus pada pekerjaannya.Ada dua rapat yang harus ia cancel, karena moodnya sedang buruk sekali. Untuk menghindari sesuatu yang tidak ia inginkan.Sambil bersandar pada kursi kerjanya, Rangga terus menatap bingkai foto dirinya bersama Elsa. Foto pernikahan mereka yang terpampang di atas meja kerjanya.Rangga mengambil bingkai foto itu untuk mengusap bagian wajah Elsa yang terlihat sangat cantik dengan kebaya pengantinnya.Senyum bahagia tidak hanya tersungging di wajah Rangga, tapi juga si wajah Elsa.Apa senyum itu akan terus mengembang di wajah cantik Elsa saat istrinya itu mengetahui kalau Rangga dan Elma telah melakukan hubungan itu?Sudah pasti tidak. Mala
Elsa memutar kembali tubuhnya hingga saling berhadapan dengan Rangga lalu melingkarkan lengannya di leher suaminya itu,“Syukurlah kalau Elma sudah sehat. Dan … Mau makan di mana kita?” tanyanya dengan manja.“Terserahmu. Mau di kaki lima pun kali ini aku akan menurutinya.”Kedua mata Elma turut tersenyum saat bibirnya tersenyum. Namun sorot mata itu terlihat membesar saat menangkap bercak merah di Leher Rangga,“Apa ini, Mas?” tanyanya.Jantung Rangga seketika berdebar, ia tahu apa yang dilihat Elsa, dan ia pun memutar otaknya untuk mencari alasan yang tepat atas tanda yang Elma tinggalkan itu padanya,"Oh bercak merah di sini kan?" Rangga menunjuk ke bercak di lehernya sendiri."Iya, kenapa?" tanya Elsa lagi, Rangga pun menyeringai lebar untuk menutupi kepanikannya,"Ck, semalam aku terlalu lama di balkon jadi tanpa sadar ada nyamuk yang menghisap darahku sampai nyamuk itu tidak kuat terbang lagi," kekeh Rangga."Apa karena kamu sedang menghindari Elma saat itu, Mas?""Umm, bisa dib
“Sa bangun! Di mana Rangga?”Mama Tian membagunkan Elma dengan menepuk bahunya. Ia setengah terguncang saat melihat Elma tidur tanpa sehelai benangpun. Ketakutan mulai menguasai dirinya.Sambil merenggangkan otot-ototnya dan menguap lebar, Elma yang nyawanya belum terkumpul sepenuhnya pun balik bertanya,“Ummm … Rangga?”“Iya Rangga! Di mana dia? Kamar mandi?”Saat itulah Elma baru menyadari kalau ia tidak mengenakan apapun. Refleks tangannya meraih selimut untuk menutupi dirinya, “Kenapa pagi-pagi sekali Mama masuk ke kamarku? Apa ada hal penting yang mau Mama sampaikan?”Tadinya mama Tian hanya ingin memastikan kalau Elma sudah sehat. Tapi berkali-kali mama Tian mengetuk pintunya, sama sekali tidak ada respon dari dalam kamar. Dan hal itu membuat mama Tian khawatir dan langsung masuk begitu saja ke dalam kamar itu.Apa yang mama Tian lihat justru membuatnya jauh lebih khawatir lagi. Namun mama Tian ingin memestikannya lebih dulu pada Elma, semoga saja tidak sesuai dengan dugaannya,
POV Rania 2Perasaan sedih yang teramat dalam, juga bingung dengan kondisinya yang sekarang membuat Elma terduduk di sisi tempat tidurnya. Ia tidak mengenali dirinya sendiri, jiwanya sungguh tengah tergoncang.Dengan tidak adanya suami dan putrinya, Elma harus apa? Ia tidak akan sanggup melewati harinya tanpa mereka. Elma begitu mencintai mereka. Ia kembali menangisi kepergian mereka, ditambah lagi tidak bisa melihat wajah mereka untuk yang terakhir kalinya.“Ada apa lagi, Sa?” Pertanyaan Rangga yang begitu lembut menelusup masuk ke relung hati Elma, mengobat sedikit kesedihan di dalam sana, juga menghilangkan sedikit kedukaannya.Elma menatap sendu Rangga, pria yang kini tengah berpura-pura menjadi suaminya. Dan Elma tidak ragu lagi untuk mengungkapkan betapa takut dan sedihnya ia saat itu. Meski tidak menceritakan penyebab terbesarnya karena ditinggal pergi suami dan putrinya untuk selamanya.Sampai akhirnya Rangga membahas masalah psikolog. Dan Elma jadi merasa kalau saat ini ia se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments