Mata Lauryn segera terbuka ketika ia merasakan seseorang mendekat ke arah pintu. Ia berada di tempat asing, jadi kewaspadaannya meningkat.
Pintu terbuka, sosok pria yang sudah dua minggu tidak ia lihat berada di sana.
"Kau belum tidur?" Reiner melangkah mendekati Lauryn. Setelah melakukan pemberatasan terhadap sekumpulan sampah, Reiner terbang kembali ke kediamannya.
Dua minggu ini ia mengurusi bisnisnya di luar negeri, setelah itu ia pergi ke Chicago untuk membunuh Ryuji. Ia tidak bisa berada lebih lama lagi dari Lauryn, jadi ia memutuskan untuk kembali secepatnya. Setelah beberapa jam penerbangan, ia sampai di kediamannya pada jam 3 pagi.
Selama ia tidak ada di dekat Lauryn, ia selalu memantau keadaan Lauryn dari sahabatnya yang menangani Lauryn. Ia juga melihat apa saja yang Lauryn lakukan melalui kamera pengintai yang terletak di setiap bagian kediamannya. Bahkan ia juga meletakannya di kamar rawat Lauryn.
Reiner terdengar cukup gila memang, tapi ia melakukan itu semua agar ia bisa melihat Lauryn ketika ia ingin.
"Tidak. Aku terjaga." Lauryn menjawab singkat. Wanita itu sudah mengubah posisi berbaringnya dengan duduk.
Penciumannya yang tajam berhasil mencium bau darah dari tubuh Reiner, entah apa saja yang sudah dilakukan oleh pria ini di luar sana. Lauryn tidak begitu peduli, dan ia tidak ingin memikirkannya lebih jauh. Ia tidak akan mencampuri urusan Reiner.
Tanpa aba-aba, Reiner mendekatkan wajahnya ke wajah Lauryn, kemudian ia mencium wanita itu menuntut. Tangannya menekan tengkuk Lauryn agar ia bisa lebih memperdalam ciumannya.
Sesekali Reiner akan menggigiti bibir Lauryn. Ia telah menahan dirinya selama dua minggu ini karena kondisi Lauryn yang tidak begitu baik. Akan tetapi, saat ini berbeda, Lauryn sudah membaik.
Lauryn tidak ingin membalas ciuman Reiner, tapi lama kelamaan ia tidak bisa menahan gairahnya, ia membalas ciuman itu sama baiknya. Keduanya terlihat seperti orang yang begitu rakus. Saling bertukar saliva tanpa rasa jijik sedikit pun.
Sudut bibir Reiner terangkat, membuat seringaian iblis yang mengerikan. Pria ini benar-benar tahu caranya tersenyum dengan baik. Meski mengerikan ia tetap terlihat tampan dan menawan.
Tangan Reiner menyusup masuk ke dalam gaun tidur yang Lauryn kenakan. Bermain-main dengan perutnya yang datar dan langsing lalu menyentuh payudaranya.
Lauryn sudah merasakan banyak sentuhan pria selama ia melakukan tugas, ia tidak begitu peduli pada tubuhnya yang ia pikirkan hanyalah keberhasilan dari pekerjaannya. Namun, sentuhan Reiner berbeda. Pria itu berhasil membangkitkan gairahnya. Sengatan listrik terasa ketika kulit pria itu bertemu dengan kulitnya.
Selain berhasil mengacaukan ketenangannya, Reiner juga bisa membuatnya bergairah, itulah alasan kenapa ia harus menghindari Reiner. Akan tetapi, takdir membawa ia kembali pada pria itu, dan kini tidak bisa ia hindari lagi.
Ia hanyut dalam api yang diciptakan oleh Reiner. Membakar tubuhnya yang mengkhianatinya ketika berhadapan dengan Reiner.
Entah kapan terjadi, gaun tidur yang ia kenakan sudah terlepas dan berakhir di lantai bersama dengan bra-nya. Lidah Reiner bermain di leher angsanya yang putih mulus. Menghisap di sana hingga meninggalkan jejak kemerahan.
"Kau memang penyihir, Lauryn!" Reiner bergumam pelan. Nafsunya telah sampai ke ubun-ubun.
Setelah empat tahun ia kehilangan nafsu terhadap lawan jenis, akhirnya hari ini ia mendapatkan kembali gairah seksualnya yang lenyap karena Lauryn.
Reiner telah mencoba untuk bercinta dengan beberapa wanita, tapi sialnya ia tidak tertarik sama sekali. Kejantannya seolah tertidur. Dan sekarang kejantanannya sudah tidak seperti putri tidur lagi, dan itu semua karena Lauryn.
Betapa tubuh itu menjadi candu untuknya. Ia hanya menginginkan tubuh itu selama empat tahun ini. Menjadi fantasi liarnya tanpa bisa ia lampiaskan pada wanita mana pun.
Lidah Reiner turun ke payudara Lauryn, ia menjilat dan menghisap di sana. Meninggalkan jejak kepemilikan yang mungkin akan hilang dalam beberapa hari ke depan.
Jari tangan Reiner bergerak masuk ke celana dalam Lauryn, membelai milik Lauryn dengan menggoda. Suara erangan lolos lagi dari mulut Lauryn. Membuat Reiner semakin terbakar oleh gairah.
Celana dalam Lauryn menyusul pakaiannya yang lain. Kini ia sudah benar-benar telanjang. Dan sialnya, Reiner masih mengenakan pakaian yang lengkap. Pria ini membuat ia tampak seperti seorang pelacur. Sialan!
Lidah panas Reiner bergerak ke bagian inti Lauryn. Bermain di sana untuk memuaskan kesenangannya sendiri. Sedangkan tangannya yang tadi ia gunakan untuk keluar masuk di bagian itu kini sudah bergerak melepaskan pakaiannya satu per satu hingga tidak ada yang tersisa sama sekali.
Lauryn menggila, tubuhnya melengkung di atas ranjang. Jemari tangannya mencengkram rambut Reiner kuat. Lauryn benar-benar menyerah di bawah kekuasaan pria itu dalam urusan seks.
Merasa Lauryn sudah sangat basah dan siap untuknya, Reiner mengangkat kedua kaki Lauryn, membukanya cukup lebar agar ia bisa leluasa memasukan kejantanannya di milik Lauryn.
Kabut gairah menutupi kewarasan Lauryn. Yang ia tahu ia harus mendapatkan puncak kepuasaannya.
Tubuh Lauryn menegang saat sesuatu yang besar menerobos masuk ke dalam miliknya. Rasanya tidak begitu nyaman, tapi ia ingin sesuatu itu masuk lebih dalam. Dan ketika daging kenyal itu benar-benar masuk lebih dalam rasa sakit menghantam Lauryn. Rasa sakit ini tidak begitu parah dibandingkan dengan sebuah tembakan, tapi tetap saja rasanya menyakitkan.
Ekspresi wajah Reiner berubah. "Apakah aku adalah pria pertama yang memasukimu?" tanya Reiner. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia rasakan, dan ia ingin memastikannya.
"Apakah ada masalah jika kau adalah pria pertamaku? Jangan terlalu melankolis, aku tidak akan meminta pertanggung jawaban atas kehilangan keperawanan itu," balas Lauryn. Selama 24 tahun ia tidak membiarkan laki-laki manapun memasukinya. Ia selalu membuat para pria itu berakhir dengan tidak sadarkan diri sebelum berhasil mengambil keperawanannya.
Tidak ada alasan khusus bagi Lauryn untuk menjaga keperawanan itu. Ia bukan tipe wanita yang akan menjaga kesuciannya untuk suaminya kelak, pada kenyataannya menikah tidak pernah ada dalam kamus Lauryn.
Ia tidak ingin memiliki hubungan yang pada akhirnya akan membuat ia lemah. Semakin banyak yang ia sayangi makan semakin banyak kelemahan yang bisa membuat ia hancur.
Cukup ibunya saja yang menjadi kelemahan sekaligus kekuatan untuknya. Ia tidak ingin ada yang lain lagi. Itulah sebabnya Lauryn tidak pernah memakai hati ketika ia menjalankan tugas. Bukan hanya itu, ia juga tidak memiliki teman. Lauryn pikir tidak ada teman yang benar-benar setia. Setiap orang memiliki pemikirannya masing-masing, dan begitu juga dengan Lauryn. Orang yang paling dekat dengannya adalah orang yang paling berpotensi menikamnya.
Dan itu sudah ia buktikan, keluarganya melakukan itu padanya. Menikamnya tanpa ampun.
Ia dilahirkan sendiri, hidup sendiri dan juga akan mati sendirian. Begitulah prinsip Lauryn.
"Tidak ada masalah. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa rasanya akan sedikit menyakitkan, tapi aku pastikan kau akan menikmati setiap rasa sakit itu." Reiner senang mengetahui bahwa ia merupakan pria pertama untuk Lauryn, tapi ia menyembunyikannya.
Lauryn tidak menjawab. Tak ada rasa sakit yang tidak bisa ia tanggung.
Setelah itu Reiner bergerak lagi. Ia memompa Lauryn dengan kecepatan pasti. Semakin lama semakin dalam. Mengganti rasa sakit dengan kenikmatan. Membawa Lauryn terbang ke atas awan.
Reiner membalik tubuh Lauryn, ia menekuk lutut Lauryn, lalu kembali memasukan kejantanannya, dan mulai bergerak lagi.
Suara erangan keduanya memenuhi setiap sudut kamar itu. Benda mati menjadi saksi bagaimana bergeloranya percintaan panas itu.
Gelombang kenikmatan menyembur dari kejantanan Reiner. Berpindah ke liang Lauryn yang hangat. Bersamaan dengan itu.
Baik Reiner maupun Lauryn, keduanya mencapai puncak kenikmatan mereka. Tubuh keduanya basah dan lengket.
Reiner mendekatkan wajahnya kembali ke wajah Lauryn, kemudian ia melumat bibir Lauryn lagi. Percintaan kali ini terasa luar biasa, tidak ada alasan lain selain wanitanya adalah Lauryn.
Satu ronde tidak cukup memuaskan untuk Reiner. Ia kembali membawa Lauryn ke satu sesi panjang lagi.
Penantian Reiner selama dua minggu terbayarkan dengan sangat baik. Ia mendapatkan kenikmatan tiada tara. Sekali lagi Reiner katakan bahwa tubuh Lauryn adalah candu baginya. Narkotika paling berbahaya yang tidak akan bisa disembuhkan kecuali dengan tubuh itu sendiri.
Sesi panjang itu berakhir. Reiner masih ingin merasakan ia berada di dalam Lauryn lagi, tapi ia menahan itu. Ia masih memiliki waktu seumur hidupnya untuk bercinta dengan Lauryn. Ia tidak perlu menyiksa Lauryn dengan terus melayani kegilaannya pada tubuh Lauryn.
Reiner bukan seorang pria dengan kebutuhan seks berlebih, tapi ketika ia dihadapkan pada tubuh Lauryn, ia seolah tidak ingin berhenti.
Reiner menjatuhkan tubuhnya di sebelah Lauryn, kemudian ia memeluk tubuh lengket Lauryn dan setelahnya ia terlelap. Ia bahkan tidak berpikir bahwa mungkin saja Lauryn akan membunuhnya. Bagimana pun Lauryn jauh melebihi kata mampu untuk membunuh seseorang.
Namun, hal seperti itu memang tidak perlu Reiner takutkan. Lauryn tidak memiliki niat untuk membunuh Reiner, terlebih ia memiliki hutang nyawa pada Reiner. Ia cukup tahu cara membalas budi dengan baik. Ia tidak akan menggigit seseorang yang telah menolongnya.
Ya, meskipun pertolongan Reiner tidak gratis dan imbalasannya adalah hidupnya sendiri.
Napas hangat Reiner berhembus di leher angsa Lauryn. Membuat wanita itu merinding halus. Sialan! Bahkan hanya dengan napas hangatnya saja dia sudah menggoda.
Kesadaran Lauryn kembali dengan cepat. Ia memperingati dirinya sendiri untuk tidak jatuh dalam hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara wanita dan pria yang memakai hati.
Saat ini ia harus memusatkan pikirannya pada pembalasan dendam pada keluarga William. Dahulu tujuan hidupnya adalah untuk membuat ibunya tetap bernapas, tapi setelah kematian ibunya, tujuannya berganti dengan penghancuran total terhadap keluarga William.
Lauryn menaruh kebencian mendarah daging pada keluarga itu.
Oleh sebab itu, ia tidak boleh terganggu dengan masalah yang tidak berkaitan dengan pembalasan dendamnya.
Selama dua minggu pemulihannya, ia sudah membiarkan keluarga William hidup dengan tenang. Dan besok ia akan memulai pembalasan.
Reiner hanya melarangnya untuk keluar selama dua minggu, jadi tidak ada alasan baginya untuk tetap duduk diam di sana.
tbc
Hari ini Lauryn tampak seperti putri dari negeri dongeng dengan gaun putih yang ia kenakan. Di atas kepalanya terdapat mahkota kecil bertahtakan berlian.Di sebelahnya Reiner tampak gagah dengan setelah jas berwarna hitam yang ia kenakan. Pria yang jarang tersenyum itu kini memperlihatkan senyumannya di depan semua orang.Di aula yang didominasi warna emas itu, Lauryn dan Reiner melangsungkan pernikahan mereka. Mengucapkan janji suci pernikahan yang tidak akan pernah mereka langgar.Tamu-tamu yang hadir di sana ikut bersuka cita untuk kedua mempelai. Mereka semua menikmati pesta mewah bak pernikahan putra raja itu.Setelah berjam-jam, acara selesai. Reiner membawa Lauryn ke kamar pengantin mereka.“Kau lelah?” tanya Reiner.Lauryn menganggukan kepalanya. “Aku merasa sedikit lelah. Mungkin itu karena kehamilanku.”“Seharusnya kau bicara jika kau lelah.”“Tidak apa-apa. Aku bisa menahanny
Mata Lauryn tertuju pada dua mayat yang berada beberapa meter dari keberadaannya saat ini. Kematian Alexander sudah menuntaskan segala dendam di dalam hatinya. Pria seperti Alexander tidak bisa dibiarknan hidup lebih lama karena akan ada lebih banyak orang yang terluka karenanya.Tidak berlama-lama Lauryn mengalihkan pandangannya. Ia tidak akan melihat ke belakang lagi sama seperti dendamnya yang sudah terbalaskan. Sekarang ia bisa menata masa depannya tanpa bayang-bayang dendam yang mengotori hatinya.Lauryn membukakan pintu mobil untuk Reiner, lalu setelahnya ia masuk ke dalam mobil. Membawa mobilnya menuju ke rumah sakit.Noah segera menangani Reiner ketika Reiner sampai. Ia mengeluarkan peluru dari lengan Reiner dan mengatasi luka Reiner.
Alexander sudah tidak lagi datang ke perusahaannya seperti biasa. Saat ini posisinya sudah digantikan oleh orang lain yang dahulu perusahaannya pernah ia hancurkan.Namun, Alexander masih belum akan mengaku kalah pada Lauryn. Jika ia tidak bisa membunuh Lauryn, maka jangan panggil ia Alexander.Saat ini bukan Lauryn yang akan Alexander bereskan, tapi Janice. Wanita itu telah bersekongkol dengan Lauryn untuk menyingkirkannya dari perusahaan yang ia bangun.Ia tidak akan pernah membiarkan Janice hidup dengan tenang setelah mengusiknya."Lakukan sesuai perintahku," seru Alexander pada Ellios."Baik, Tuan." Ellios menundukan kepalanya, lalu pria itu meninggalkan kediaman Alexander.
Irene melajukan mobilnya menuju ke apartemennya yang merupakan hadiah ulang tahun dari ibunya. Hanya tempat itu yang sekarang bisa ia datangi. Rumah ayahnya sudah tidak bisa ia sebut rumah lagi. Tidak ada kedamaian di dalam sana.Sampai di apartemennya, Irene mengerutkan keningnya karena pintu apartemen yang tidak dikunci. Hanya ia dan Lorenzo yang memiliki kunci apartemen, jadi pasti Lorenzo yang ada di dalam apartemen.Irene membuka pintu. Ketika ia masuk, ia disambut dengan adegan menjijikan di atas sofa. Pria yang setengah mati ia cintai berada di atas tubuh seorang wanita. Keduanya tidak mengenakan pakaian apapun."LORENZO!" Irene meraung. Wajahnya merah padam."Irene!" Lorenzo terkejut. Ia segera turun dari tubuh selingkuhannya.
Satu bulan berlalu. Lauryn telah keluar dari rumah sakit, tapi wanita itu harus terus memeriksakan dirinya untuk memantau kondisinya.Ia dilarang oleh Reiner untuk melakukan banyak aktivitas, selain itu jika Lauryn ingin keluar Lauryn harus ditemani oleh penjaga. Saat ini kondisi Lauryn belum pulih sepenuhnya, akan sulit bagi Lauryn untuk melindungi dirinya.Selama dua minggu ini Lauryn memantau perkembangan perusahaan Alexander melalui pemberitaan media.Ia pikir ini sudah saatnya untuk mengambil alih perusahaan Alexander. Pria itu sudah mengalami banyak kekalahan, dan orang-orang telah meremehkan kemampuannya.Lauryn mengeluarkan ponselnya. Ia menghubungi Janice. "Ini saatnya untuk mengambil alih perusahaan Alexander."
Reiner membuka matanya pada pukul enam pagi. Ia terlelap di sebelah tempat tidur Lauryn dengan tangan yang tidak pernah melepaskan genggamannya pada tangan Lauryn."Selamat pagi, Lauryn." Reiner menyapa Lauryn. Menyapa Lauryn merupakan hal yang tidak pernah ia lewatkan."Selamat pagi, Reiner." Bulu mata lentik Lauryn bergerak, kelopak matanya yang sudah hampir dua minggu tertutup kini terbuka. Iris biru tenangnya kini terlihat lagi.Reiner membeku sejenak, ia harap ini bukan mimpi. Ia tidak ingin dihempaskan oleh kenyataan karena dirinya yang berharap terlalu tinggi.Senyum tampak di wajah pucat Lauryn. "Apakah aku sudah membuatmu menunggu terlalu lama?" tanya Lauryn.Suara yang Rein