Share

Di bawah Sinar Bulan Purnama

Sebenarnya aku tidak merasa begitu istimewa hanya karena lahir tepat di bawah sinar bulan purnama. Keistimewaan yang hanya dikarenakan legenda yang mengisahkan kehidupan nenek moyang pulau Tannin di masa yang lalu. Tidak lebih dan tidak kurang. Tertulis jika dahulu pulau ini adalah tempat suci yang hanya dihuni oleh seekor naga biru suci. Beribu tahun kemudian tiba-tiba sebuah kapal terombang-ambing di lautan dekat pulau. Naga yang melihat kapal itu memutuskan untuk menariknya ke daratan. Di dalam kapal terlihat banyak sekali tubuh manusia yang sudah tidak bernyawa. Tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi dengan kapal itu namun, yang jelas ada dua anak yang selamat dan bertahan hidup. Seorang anak perempuan dan laki-laki. 

Ketika mereka mendengar suara aneh dari luar, kedua anak itu memberanikan diri untuk  beranjak dari tempat masing-masing. Si anak perempuan yang melihat anak laki-laki itu segera berlari memeluknya. Begitu juga dengan anak laki-laki yang juga selamat. Dia memeluk perempuan itu dengan erat sejak hari itu takdir telah menuliskan kisah dua anak manusia itu. Diceritakan usia  mereka sekitar 12 dan 10 tahun di kala itu. Mereka tentu saja ketakutan melihat naga yang panjangnya melebihi kapa. Namun, mereka tidak ada pilihan lain selain keluar dari kapal dengan bantuan ekor naga itu. 

Kedua anak itu terdiam, mereka terheran melihat naga yang berada di depan mereka.  Beberapa saat kemudian, naga itu mendekat dan makin mendekat sampai akhirnya menempelkan kepalanya ke kepala dua anak malang itu. Setelah berselang kurang lebih satu menit naga itu menjauh dan sesuatu yang ajaib terjadi.

 "Tinggallah di sini, wahai kalian anak manusia!" Ucap naga biru dengan suara yang begitu gagah dan menggelegar.

Naga itu bisa berbicara dengan bahasa manusia. Pohon kelapa di sepanjang pantai seolah tertiup suaranya yang megah.

"Kalian akan bahagia jika tinggal di pulau ini, tanah ini akan membantu kalian menjalani kehidupan ke depan." Lanjutnya.

Kedua anak itu hanya mengangguk. Mereka tidak ada pilihan lain selain berjalan mengikuti naga biru menuju satu batang pohon yang begitu besar dengan akar menjuntaikan ke bawah.  Naga biru memerintahkan agar mereka berdua tinggal di pohon besar.

“Aku takut,” bisik anak perempuan.

“Jangan takut. Tenang, kita ikuti saja. Sepertinya dia tidak berniat jahat.” Kata anak lelaki mencoba menenangkan perempuan itu.

"Aku akan melindungi kalian selama kalian berpijak di pulau ini. Kalian berdua lebih baik segera mengambil alat yang kalian perlukan dari kapal sebab sebentar lagi kapal itu akan kuhanyutkan lagi ke samudra." Jelasnya.

Ketakutan yang sedari tadi menghantui kedua anak sudah lenyap. Kini mereka menggantungkan hidupnya pada si naga biru.

Kedua anak itu kembali ke kapal, mengambil alat-alat yang mereka perlukan . Setelah melihat kedua anak itu keluar, naga biru menarik kapal kembali ke lautan. Ia menjauhkan mayat-mayat yang ada di kapal dari pulau.

Naga biru selalu membantu kedua anak itu memenuhi kebutuhan mereka sampai akhirnya kedua anak manusia itu bisa hidup mandiri. Anak perempuan diberi nama Kaliyah, sedangkan anak laki-laki dianugerahi nama Anaga. Mereka hidup berdampingan dengan si naga biru. Kaliyah dan Anaga menjalani kehidupan mereka tahun demi tahun sampai akhirnya mereka beranjak dewasa.

Anaga yang sudah berusia 19 tahun menyadari bahwa ia memiliki ketertarikan kepada Kaliyah. Ia selalu merasakan jantungnya berdebar kencang, keringatnya bercucuran bahkan ia merasakan bagian bawah tubuhnya selalu tegang ketika bersama Kaliyah. Namun, tentu saja ia tidak tahu harus berbuat apa. Sampai di suatu malam Kaliyah duduk di dekat perapian sembari merapikan rambutnya yang begitu panjang. Saat itu sinar bulan purnama menyinari indahnya sosok Kaliyah, bahkan indahnya mengalahkan mutiara  yang mereka dapat dari kerang di dasar laut. Anaga tidak sanggup lagi menahan semua hasrat dalam dirinya. 

"Kaliyah, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. Tapi seluruh tubuhku menjadi aneh setiap kali aku melihatmu. Dan sensasi itu makin mengganggu belakangan ini.” Ucapnya pada Kaliyah yang sontak menghentikan kegiatannya.

“Aku tidak paham maksud kak Anaga,” katanya begitu polos.

Dengan perlahan Anaga bergerak dari tempat duduknya dan mendekati Kaliyah. Jari-jarinya menyentuh wajah Kaliyah, ia membelai perempuan itu begitu lembut hingga Kaliyah terangsang.

“Aku mencintaimu Kaliyah. Aku dan dirimu sudah ditakdirkan bersama. Aku jatuh cinta denganmu!” Ucap Anaga yang tanpa menunggu jawaban Kaliyah langsung menciumi bibir perempuan itu. Ia tidak membiarkan barang satu senti terlewat oleh bibirnya.

  Anaga melepas kain yang menutup tubuh Kaliyah dengan perlahan.

"Kak, jangan. Aku, aku tidak yakin sudah saatnya!" Ucap Kaliyah sambil menutup buah dadanya yang begitu indah.

"Tidak apa, tidak ada yang perlu ditakutkan. Aku akan lembut." Kata Anaga menenangkan Kaliyah.

Baik Kaliyah dan Anaga tidak pernah diajarkan hal ini. Mereka sudah terpisah dari kehidupan manusia sejak masih kecil. Semua kejadian selanjutnya hanya dipandu oleh gairah semata. Tubuh mereka tahu apa yang harus mereka lakukan. 

Anaga memperhatikan tubuh Kaliyah, ia mengagumi setiap lekuk tubuh wanita itu. Tangannya mulai menjamah perut Kaliyah. Membiarkan perempuan itu merasakan sentuhan hangatnya.

"Ah..." bisik Kaliyah saat jari-jari Anaga bergerak mengelus betisnya, pahanya dan seluruh tubuhnya.

Napas Kaliyah makin memburu begitu juga dengan Anaga. Bibirnya kemudian mencium tangan Kaliyah yang menutup buah dadanya. Ketika tangan Kaliyah terlepas Anaga lekas menciumi seluruh tubuh Kaliyah, seolah madu menetes di atasnya. Dia merasakan kelembutan perempuan itu. Tubuh Kaliyah mulai basah. Anaga menelusuri seluruh tubuh gadis itu, bergerak masuk dan keluar, membiarkan Kaliyah terbiasa dengan sensasi itu, mempersiapkan Kaliyah untuk percintaan sebenarnya. 

"Ahhhhhh, sakit," pekik Kaliyah.

 Untuk pertama kalinya Kaliyah merasakan tubuhnya menjadi satu dengan Anaga. Anaga berhenti sejenak, membiarkan Kaliyah menarik napas dalam-dalam. Anaga mencium bibir Kaliyah, melumatnya seperti saat dia memakan buah manis yang diambil di tengah hutan. Ketika melihat perempuan itu sudah terbiasa Anaga kembali membiarkan tubuhnya bergerak sesuai irama hasrat mereka. 

Anaga membiarkan Kaliyah duduk di atasnya. Mempersilakan perempuan itu menikmati kenikmatan malam itu. Sinar bulan purnama yang menjadi saksi menyatunya dua anak manusia. Lama sekali mereka saling bergerak, mencium, mencari titik kenikmatan masing-masing.

"Aku mencintaimu!" ucap Anaga sambil meremas buah dada Kaliyah yang bergerak begitu indah.

Kaliyah yang penuh keringat tidak bisa membalas ucapan cinta itu, dia hanya mendesah, memecahkan keheningan malam itu. Beberapa saat kemudian terdengar suara naga biru yang menghampiri Anaga dan Kaliyah. Lama sekali naga itu mematung di depan mereka, seolah hendak mengatakan sesuatu namun terlalu berat untuk disampaikan. Akhirnya naga biru mendekati Kaliyah. Sesaat kemudian dia meneteskan air mata ke perut perempuan itu. “Keturunanmu adalah milik kami!” ucapnya.

“Apa maksud dari perkataan itu?” bisik Kaliyah.

“Entahlah,” kata Anaga kembali melanjutkan yang sempat tertunda. Pikirannya tak mau diisi oleh hal lain.

Seiring berjalannya waktu, Kaliyah akhirnya melahirkan anak. Jumlah mereka makin bertambah, beranak cucu dan bertambah banyak hingga pada saat ini Pulau Tannin dianugerah beribu kehidupan. 

Cerita itu selalu diceritakan para tetua secara turun-temurun sampai ke anak cucu mereka. Namun, yang jelas sudah lama tidak ada penduduk yang melihat naga biru. Sudah ribuan tahun tidak pernah ada saksi yang pernah bertemu dengan naga biru. Tinggallah kisah naga biru menjadi dongeng semata bagi beberapa penduduk Pulau Tannin. Para tetua selalu berdoa agar naga biru kembali pada mereka, namun doa itu hanya harapan semata sampai akhirnya aku lahir dan beban itu diberikan ke pundakku. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status