*Happy Reading*Raid melangkah keluar dari kediaman Abyan dengan riang. Mulutnya bahkan terus bersiul kecil seiring langkahnya yang semakin dekat dengan sebuah mobil yang tengah menunggu. Saat membuka pintu penumpang, Raid di sambut tatapan seorang kawannya yang memang ia minta temani tadi. "Apa? Kenapa menatapku begitu? Tenanglah, jangan terlalu mengkhawatirkan aku, okeh?"Pria di balik kemudi itu mendengkus kasar sambil memutar mata dengan malas. Dia adalah Frans. Rekan sejawat sekaligus kepercayaan Arjuna. "Menjijikan. Aku masih cukup waras untuk tidak mengkhawatirkanmu," tandas Frans kesal. Lalu mulai menjauhkan kendaraan besinya menjauh dari sana."Lalu, kenapa kau menatapku seperti tadi? Seperti seorang kekasih yang menunggu kepastian saja," sahut Raid sambil terkekeh. Frans semakin mendelik kesal. "Hentikan itu, Raid. Jangan buat aku semakin gemas untuk membolongi kepalamu. Sungguh aku sudah sangat ingin membongkar isi kepalamu dan memberikannya pada Rom."Rom adalah buaya p
*Happy Reading*Hari ini Nissa sudah diperbolehkan pulang oleh dokter yang menanganinya. Seperti hari-hari sebelumnya, hanya Naira lah yang mempunyai waktu untuk mengurus segala kebutuhan Nissa. Menjemput dan mengurusi segala administrasi yang harus di selesaikan sebelum meninggalkan rumah sakit. Semua Naira yang lakukan. Tidak ada orang lain, bahkan Raid pun benar-benar tak pernah menampakan dirinya lagi sejak hari Nissa siuman. Sebenci itu mungkin Raid padanya. Entahlah, Nissa tidak ingin memikirkan apa pun saat ini. "Niss, Navisha udah telepon?" Naira bertanya seraya menjauhkan kendaraan besi mahalnya dari pelataran parkir rumah sakit. "Udah, kok. Katanya dia lagi sibuk sama orderan cafe yang membludak.""Nah, iya, itu. Padahal, lo tahu nggak? Di tuh pengen banget ikut jemput lo. Sama Angel juga. Tapi ya gimana, cafe nggak bisa ditinggalin. Si Aida belum bisa back up Navisha." Naira mencoba menerangkan alasan Navisha yang tak bisa ikut menjemput. "Sans aja, sih. Kayak sama siap
*Happy Reading*Aksi kebut-kebutan masih berlanjut. Nissa semakin mengeratkan pegangannya pada hand grif dengan mulut yang tak berhenti komat kamit mengucap doa seiring Naira melajukan mobilnya seperti orang gila. Ya Allah, Nissa baru keluar rumah sakit loh ini. Badan juga masih belum fit bener. Jangan sampai masuk lagi dong, gegara kebut-kebutan. Eh, tapi masih mending sih kalau cuma masuk rumah sakit lagi. Kalau kali ini masuk liang lahat .... astagfirullah ... jangan sampai!Nissa memilih memejamkan matanya saja sambil terus berdoa. Tak kuasa lagi melihat bagaimana pemandangan diluar yang kini hanya nampak garis lurus tak berkesudahan. Bukan hanya bunyi klakson nyaring, bahkan segala umpatan pun mereka terima seiring lajunya mobil. Namun, Naira mengabaikan semuanya dan terus saja melaju dengan kecepatan penuh. Hingga saat akhirnya menemukan pusat perbelanjaan. Entah kenapa Naira malah memilih membelokan mobil mahalnya itu ke arah sana dan memarkirkannya sembarangan. "Ayo, Niss.
*Happy Reading*Bugh! Bugh! Bugh!Frans menaikan alisnya sebelah melihat Raid yang di matanya tidak biasa hari ini. Bagaimana tidak? Raid yang biasanya senang bermain-main dengan mangsa. Mempermainkan mental dan membuat orang ketakutan setakut takutnya sebelum mengeksekusi sadis. Hari ini tidak Frans temui. Dari awal pria itu hanya bertanya siapa yang menyuruh mereka. Lalu menghajarnya tanpa ampun hingga orang-orang itu meregang nyawa dengan cepat. Sungguh bukan Raid sekali.Lebih dari itu. Hari ini Raid lebih memilih membunuh semuanya dengan tenaganya sendiri. Maksudnya bukan dengan alat-alat aneh yang biasa digunakan. Entah itu gergaji mesin, palu, tang, khodaci, dan lainnya. Khusus hari ini dia hanya menggunakan tangan dan kakinya untuk menghancurkan mereka. Seperti tengah melampiaskan sesuatu dalam hati."Mau sampai kapan kau memukul mereka, Raid? Mereka sudah mati." Frans berkata dengan malas. Faktanya musuh mereka sudah mati entah sejak kapan. Tetapi Raid masih saja memukul da
*Happy Reading*Setelah kejadian di Mall, Raid kembali menghilang. Entahlah apa yang membuatnya marah waktu itu? Jawaban Nissa atau karena hal lain. Yang jelas, setelah obrolan terakhir mereka, Raid nampak kesal padanya. Naira yang notabene-nya adalah orang paling kenal dengan Raid pun menggeleng tak habis pikir. "Dia emang makin ke sini makin aneh. Gue juga nggak ngerti. Dahlah cuekin aja. Nggak penting juga mikirin ambekannya Raid yang nggak jelas itu," ucap Naira kala itu, saat Nissa bertanya kenapa Raid tiba-tiba kek orang kesel. Nissa hanya bisa mengangguk saja saat itu. Meski sebenarnya tak begitu paham. Bagaimana tidak? Perasaan Nissa menjawab seadanya. Sesuai apa perkataannya. Menyetujui omongannya. Tetapi kok ... malah ngamok? Jadinya dia mau jawaban seperti apa sebenernya? Menurut paham Nissa, harusnya Raid senang kan dengan jawabannya? Tetapi ini malah .... ah, sudahlah. Pusing juga kalau harus dipikirin.Namun, sebenernya ada baiknya Raid kembali menghilang seperti ini.
*Happy Reading*"Lepas!" Nissa menghentak cekalan Abyan sekali lagi dengan keras. Kemudian gegas melangkah mundur sambil menyembunyikan tangan di belakang tubuh, saat Abyan hendak meraih lengannya lagi. Sudah di bilang, Nissa alergi cowok murah."Maumu apa sebenarnya Abyan? Kita udah selesai! Kenapa masih menggangguku?" tandas Nissa kesal sekali. Bener-bener ya si Abyan ini. Gak jelas banget jadi cowok. Dulu waktu masih jadi status tunangan, dia mengabaikan Nissa terus. Sekarang udah jadi mantan malah sok ngurusin. Nggak bisa move on, kah?"Jangan sembarangan menuduh kamu, Nissa. Mana ada aku mengganggumu." Abyan membantah tak terima. "Lantas ini apa?" tukas Nissa geram."Aku hanya ingin menyapa saja awalnya. Tapi ternyata, mulutmu itu semakin kurang ajar."Menyapa, katanya? Ugh ... sungguh Nissa tak butuh."Mulutku yang kurang ajar, atau mulutmu? Coba ingat-ingat lagi, bagaimana cara menyapa kamu tadi?" Nissa menyeringai tipis. "Aku menyapamu seperti biasa. Kamu aja langsung sen
*Happy Reading*Sekitar dua puluh menit kemudian, Nissa pun sampai di rumah sakit yang di tuju. Sebenarnya bisa lebih cepat kalau saja tidak kena macet, mengingat tempat itu sebenarnya lumayan dekat. Sayangnya saat ini memasuki jam pulang kantor, jadi macetnya benar-benar menjengkelkan. Mengikuti info dari perawat yang berjaga, Nissa dengan tergesa menuju ruang UGD. Saat sampai, Nissa melihat Raid tengah duduk terpekur di kursi tunggu, dengan kepala tertunduk dalam. "Bang?" panggil Nissa seraya mendekat. Raid pun mengangkat wajahnya mendengar panggilan tersebut.Wajah bule itu lumayan sendu. Ada bercak darah yang mulai mengering pada beberapa bagian wajahnya. Mungkin masih banyak lagi yang akan terlihat, jika saja Raid tak mengenakan kemeja hitam saat ini. Sebenarnya apa yang terjadi. "Nissa, kamu ... kenapa di sini?"Pertanyaan macam apa itu? Jelas Nissa ada di sini karena khawatir pada Naira. Kenapa bule ini malah menatapnya seperti itu? Setidak ingin itukah melibatkan Nissa den
*Happy Reading*Seandainya Nissa tidak pergi. Seandainya Nissa tetap di sana saat menerima panggilan. Seandainya Nissa mematuhi titah Raid benar-benar. Dan banyak lagi seandainya-seandainya lain yang terus berputar di otak Nissa yang kini di liputi rasa bersalah yang teramat dalam. Sungguh, Nissa menyesal. Dia tidak menyangka jika aksi kecilnya ternyata berdampak besar pada kondisi Naira. Tuhan ... tolong selamatkan Naira. Jangan sampai terjadi sesuatu pada sahabatnya yang satu itu. Nissa mohon ... tolong Tuhan, tolong kabulkan doa Nissa yang satu ini. "Niss?""Nav ...."Nissa langsung menghambur memeluk Navisha yang baru saja tiba di sana. Hatinya sungguh kalut saat ini. Bingung harus bagaimana dan melakukan apa. Yang bisa Nissa lakukan hanya menangis, menangis dan menangis dalam pelukan Navisha.Bahkan saat akhirnya ibu dari Angel itu meminta penjelasan. Nissa cuma bisa menceritakan semuanya dengan tangis yang tak kunjung reda. "Nav, gue salah. Gue bodoh. Gue ceroboh. Huhuhu .