Share

Chapter #7

Hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Mia akhirnya datang, dan Mia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, bahkan sejak bangun tidur. Saking semangat dan bahagianya, kejadian langka di hari Minggu terjadi, yaitu Mia bangun pagi dan mandi pagi.

Setelah mandi, Mia berganti baju rumah, karena Mia tidak akan mengajak keluar Rangga dan Radit sepagi ini, apalagi sepertinya mereka berdua baru saja sampai. Mia berjalan menuju jendela yang berada di samping pintu. Ia mengintip dari balik tirai, dan ia bisa melihat rumah Rangga dan Radit masih terlihat sepi. Cukup lama Mia mengintip dan melihat situasi disana. Lalu tidak lama kemudian, sosok Radit keluar dengan baju dan celana yang berantakan. Senyum Mia langsung mengembang, ia berlari keluar.

Radit mendengar suara gaduh dari kejauhan, lalu tidak lama sosok Mia muncul dari balik pintu rumahnya dengan senyuman yang sudah sangat ia rindukan, seketika itu juga senyuman juga muncul di wajah Radit.

"Hai!" sapa Mia tanpa rasa malu dan tanpa menyembunyikan antusiasnya.

Radit masih tersenyum lebar. "Apa kamu sesenang itu bertemu denganku lagi?" Tanya Radit sangat percaya diri.

Mia baru tersadar dengan tingkahnya, ia berubah menjadi lebih kalem. "Aku nggak nyariin kamu," elak Mia.

Radit tidak langsung percaya dengan ucapan Mia. "Terus siapa?" Radit benar-benar melupakan sosok Rangga, cowok yang sedang disukai oleh Mia saat ini.

"Rangga." Anehnya Mia mengucapkannya tanpa ragu.

Raut wajah Radit langsung berubah, ia baru tersadar kalau kembarannya lah yang pasti bisa membuat Mia sebahagia ini hanya dengan kehadirannya. Namun meski hati dan pikirannya sakit dan masih campur aduk, Radit dengan cepat mengubah raut wajahnya untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.

"Dia masih tidur," Radit mengeluarkan tawa palsunya.

Raut wajah Mia berubah menjadi kecewa, dan perubahan itu sangat terlihat jelas di mata Radit.

"Mau aku bangunin?" Radit menawarkan diri, meskipun di dalam hatinya ia berdoa supaya Mia menolak tawarannya.

Mia dengan cepat menggelengkan kepalanya dan menggoyang-goyangkan kedua telapak tangannya. "Nggak usah." Katanya.

Radit mengangguk-anggukan kepalanya.

Lalu terjadi keheningan di antara mereka, Radit sudah kehilangan semangatnya setelah mengetahui kalau yang dicari Mia pertama kali adalah Rangga. Radit sengaja tidak menatap ke arah Mia, namun dirinya masih tetap berada di posisinya, tidak berpindah sedikitpun.

"Nanti kalian sibuk nggak?" Mia akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang sudah sangat ingin ia tanyakan selama beberapa hari ini.

Radit sangat tahu siapa sebenarnya yang dimaksud Mia. "Kenapa?" Namun Radit masih berpura-pura tidak tahu.

"Aku ingin mengajak kalian ke suatu tempat." Jawab Mia langsung.

Radit menaikkan alisnya sejenak. "Aku apa Rangga?" Ucap Radit.

"Kalian berdua." Ujar Mia.

Radit tidak langsung menjawab Mia, ia menatapi wajah Mia dengan serius. "Aku tanya Rangga dulu, nanti aku kabarin lagi." Radit tidak mau langsung mengambil keputusan.

Mia tersenyum. "Makasih," Mia sendiri tidak tahu kenapa ia malah berterima kasih pada Radit.

"Buat apa?" Benar saja, Radit bertanya pada Mia.

Mia jadi kikuk, ia menggaruk-garuk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal. "Ya pokoknya makasih," Mia tetap tidak bisa menemukan alasannya.

"Karena aku udah mau nanyain ke Rangga?" Tanya Radit blak-blakan.

"Nggak," Mia mengucapkannya dengan nada suara yang sangat tidak meyakinkan. Jawaban dan raut wajah Mia membuat Radit tertawa seketika, lagi-lagi Radit dibuat gemas oleh cewek yang ada di depannya saat ini.

"Kamu tahu nggak, kalo kamu nggak pintar bohong?" Goda Radit.

Mia membelalakkan kedua matanya, ia kesal pada Radit. "Emang aku bohong?" Mia masih belum mau mengaku.

Radit akhirnya mengalah, karena ia takut Mia akan semakin kesal padanya. Radit masih menatapi Mia dengan tatapan penuh arti, namun yang ditatap tidak peka.

"Kalo gitu aku masuk yaa," ucap Mia kemudian.

"Kenapa?" Pertanyaan itu reflek keluar dari mulut Radit.

Mia bingung dengan pertanyaan Radit, ia memandangi Radit dengan heran. "Emang aku harus punya alasan buat masuk ke rumahku sendiri?" Tanya Mia polos.

Radit tertawa kecil. "Bukan gitu," Radit berhenti sejenak. "Apa kamu nggak mau ngobrol atau ngapain dulu gitu sama aku?" Setelah mengucapkan pertanyaan itu, Radit menyesalinya sendiri.

Mia memiringkan kepalanya sedikit. "Nggak ada." Mia menjawabnya dengan yakin.

Radit menghelakan napasnya, jawaban itu sangat sesuai dengan apa yang sudah dipikirkan Radit, makanya ia menyesali keputusannya sendiri untuk bertanya seperti itu. "Oke, masuklah." Radit masih berusaha mengontrol nada suaranya, dan juga perasaannya.

Setelah mendapat izin dari Radit, dengan langkah cepat Mia berjalan masuk ke rumahnya meninggalkan Radit yang masih berdiri di tempatnya.

Sepeninggal Mia masuk ke rumahnya, Radit masih setia di tempatnya dengan masih menatap ke arah rumah Mia juga. Saking seriusnya, Radit sampai tidak menyadari kemunculan Rangga di sebelahnya.

"Kenapa elo nggak langsung nembak dia aja sih?" Sebenarnya Rangga sudah tahu alasannya, tapi Rangga hanya ingin memastikannya.

Radit terkejut mendengar suara Rangga yang tiba-tiba muncul, lalu ia tertawa sinis. "Elo kira segampang itu." Radit menoleh ke arah Rangga dan langsung meninggalkannya untuk masuk ke rumahnya.

Dengan langkah yang tidak kalah cepat, Rangga menyusul langkah kaki Radit. "Karena gue?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Rangga.

Mau nggak mau Radit yang sudah ada di depan kamar mandi dan akan masuk kesana, mengurungkan niatnya, ia menoleh ke arah Rangga dan menatapnya sangat serius, Radit menatap Rangga dari atas ke bawah dan sebaliknya.

"Bagaimana bisa elo bilang kayak gitu dengan tampilan elo sekarang," ucap Radit sinis.

Mendengar ucapan Radit yang seperti itu, Rangga jadi mengikuti arah tatapan Radit. Setelah itu baru Rangga sadar kalau dirinya saat ini sangat terlihat berantakan, tapi menurutnya itu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang sedang mereka bahas saat ini.

"Emang salah elo, elo udah punya pacar masih aja genit ke cewek lain." Ucapan itu keluar dari mulut Radit dengan tidak kalah sinis dari sebelumnya.

Rangga tersinggung dengan ucapan Radit, bahkan ia hampir memukul kembarannya itu, untung saja setelah itu tantenya yang selalu tinggal bersama mereka datang menghampirinya.

Melihat tantenya berjalan menujunya, Radit dengan cepat masuk ke kamar mandi, karena ia masih tidak mau diinterogasi. Rangga yang masih berada di tempatnya, hanya bisa berdiri membeku.

"Kalian lagi berantem?" Tanya tante Amel.

Rangga tersenyum ke arah tantenya. "Nggak kok Te," Rangga tahu kalau tantenya sangat tidak percaya dengan jawaban Rangga, namun Rangga yang masih kesal, tidak mau membuat tantenya khawatir.

"Beneran?" Tatapan mata tante Amel dipenuhi rasa penasaran dan cemas.

Dengan masih tersenyum, Rangga menjawab, "Iya Tante, nggak usah terlalu dipikirin," Rangga menenangkan tantenya yang memang selalu cemas kalau melihat Rangga dan Radit sedang bertengkar.

Setelah itu tante Amel, meninggalkan Rangga sendiri. Beberapa detik kemudian, Rangga meninggalkan tempatnya. Radit yang mendengar percakapan tantenya dengan Rangga dari dalam kamar mandi, hanya bisa menghela napas. Ia sendiri tidak tahu kenapa dirinya bisa mengucapkan kalimat setajam itu ke Rangga, namun yang ia tahu hanyalah perasaannya sudah tidak kuat lagi.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status