Hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh Mia akhirnya datang, dan Mia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, bahkan sejak bangun tidur. Saking semangat dan bahagianya, kejadian langka di hari Minggu terjadi, yaitu Mia bangun pagi dan mandi pagi.
Setelah mandi, Mia berganti baju rumah, karena Mia tidak akan mengajak keluar Rangga dan Radit sepagi ini, apalagi sepertinya mereka berdua baru saja sampai. Mia berjalan menuju jendela yang berada di samping pintu. Ia mengintip dari balik tirai, dan ia bisa melihat rumah Rangga dan Radit masih terlihat sepi. Cukup lama Mia mengintip dan melihat situasi disana. Lalu tidak lama kemudian, sosok Radit keluar dengan baju dan celana yang berantakan. Senyum Mia langsung mengembang, ia berlari keluar.
Radit mendengar suara gaduh dari kejauhan, lalu tidak lama sosok Mia muncul dari balik pintu rumahnya dengan senyuman yang sudah sangat ia rindukan, seketika itu juga senyuman juga muncul di wajah Radit.
"Hai!" sapa Mia tanpa rasa malu dan tanpa menyembunyikan antusiasnya.
Radit masih tersenyum lebar. "Apa kamu sesenang itu bertemu denganku lagi?" Tanya Radit sangat percaya diri.
Mia baru tersadar dengan tingkahnya, ia berubah menjadi lebih kalem. "Aku nggak nyariin kamu," elak Mia.
Radit tidak langsung percaya dengan ucapan Mia. "Terus siapa?" Radit benar-benar melupakan sosok Rangga, cowok yang sedang disukai oleh Mia saat ini.
"Rangga." Anehnya Mia mengucapkannya tanpa ragu.
Raut wajah Radit langsung berubah, ia baru tersadar kalau kembarannya lah yang pasti bisa membuat Mia sebahagia ini hanya dengan kehadirannya. Namun meski hati dan pikirannya sakit dan masih campur aduk, Radit dengan cepat mengubah raut wajahnya untuk menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
"Dia masih tidur," Radit mengeluarkan tawa palsunya.
Raut wajah Mia berubah menjadi kecewa, dan perubahan itu sangat terlihat jelas di mata Radit.
"Mau aku bangunin?" Radit menawarkan diri, meskipun di dalam hatinya ia berdoa supaya Mia menolak tawarannya.
Mia dengan cepat menggelengkan kepalanya dan menggoyang-goyangkan kedua telapak tangannya. "Nggak usah." Katanya.
Radit mengangguk-anggukan kepalanya.
Lalu terjadi keheningan di antara mereka, Radit sudah kehilangan semangatnya setelah mengetahui kalau yang dicari Mia pertama kali adalah Rangga. Radit sengaja tidak menatap ke arah Mia, namun dirinya masih tetap berada di posisinya, tidak berpindah sedikitpun.
"Nanti kalian sibuk nggak?" Mia akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang sudah sangat ingin ia tanyakan selama beberapa hari ini.
Radit sangat tahu siapa sebenarnya yang dimaksud Mia. "Kenapa?" Namun Radit masih berpura-pura tidak tahu.
"Aku ingin mengajak kalian ke suatu tempat." Jawab Mia langsung.
Radit menaikkan alisnya sejenak. "Aku apa Rangga?" Ucap Radit.
"Kalian berdua." Ujar Mia.
Radit tidak langsung menjawab Mia, ia menatapi wajah Mia dengan serius. "Aku tanya Rangga dulu, nanti aku kabarin lagi." Radit tidak mau langsung mengambil keputusan.
Mia tersenyum. "Makasih," Mia sendiri tidak tahu kenapa ia malah berterima kasih pada Radit.
"Buat apa?" Benar saja, Radit bertanya pada Mia.
Mia jadi kikuk, ia menggaruk-garuk rambutnya yang sebenarnya tidak gatal. "Ya pokoknya makasih," Mia tetap tidak bisa menemukan alasannya.
"Karena aku udah mau nanyain ke Rangga?" Tanya Radit blak-blakan.
"Nggak," Mia mengucapkannya dengan nada suara yang sangat tidak meyakinkan. Jawaban dan raut wajah Mia membuat Radit tertawa seketika, lagi-lagi Radit dibuat gemas oleh cewek yang ada di depannya saat ini.
"Kamu tahu nggak, kalo kamu nggak pintar bohong?" Goda Radit.
Mia membelalakkan kedua matanya, ia kesal pada Radit. "Emang aku bohong?" Mia masih belum mau mengaku.
Radit akhirnya mengalah, karena ia takut Mia akan semakin kesal padanya. Radit masih menatapi Mia dengan tatapan penuh arti, namun yang ditatap tidak peka.
"Kalo gitu aku masuk yaa," ucap Mia kemudian.
"Kenapa?" Pertanyaan itu reflek keluar dari mulut Radit.
Mia bingung dengan pertanyaan Radit, ia memandangi Radit dengan heran. "Emang aku harus punya alasan buat masuk ke rumahku sendiri?" Tanya Mia polos.
Radit tertawa kecil. "Bukan gitu," Radit berhenti sejenak. "Apa kamu nggak mau ngobrol atau ngapain dulu gitu sama aku?" Setelah mengucapkan pertanyaan itu, Radit menyesalinya sendiri.
Mia memiringkan kepalanya sedikit. "Nggak ada." Mia menjawabnya dengan yakin.
Radit menghelakan napasnya, jawaban itu sangat sesuai dengan apa yang sudah dipikirkan Radit, makanya ia menyesali keputusannya sendiri untuk bertanya seperti itu. "Oke, masuklah." Radit masih berusaha mengontrol nada suaranya, dan juga perasaannya.
Setelah mendapat izin dari Radit, dengan langkah cepat Mia berjalan masuk ke rumahnya meninggalkan Radit yang masih berdiri di tempatnya.
Sepeninggal Mia masuk ke rumahnya, Radit masih setia di tempatnya dengan masih menatap ke arah rumah Mia juga. Saking seriusnya, Radit sampai tidak menyadari kemunculan Rangga di sebelahnya.
"Kenapa elo nggak langsung nembak dia aja sih?" Sebenarnya Rangga sudah tahu alasannya, tapi Rangga hanya ingin memastikannya.
Radit terkejut mendengar suara Rangga yang tiba-tiba muncul, lalu ia tertawa sinis. "Elo kira segampang itu." Radit menoleh ke arah Rangga dan langsung meninggalkannya untuk masuk ke rumahnya.
Dengan langkah yang tidak kalah cepat, Rangga menyusul langkah kaki Radit. "Karena gue?" Akhirnya pertanyaan itu keluar dari mulut Rangga.
Mau nggak mau Radit yang sudah ada di depan kamar mandi dan akan masuk kesana, mengurungkan niatnya, ia menoleh ke arah Rangga dan menatapnya sangat serius, Radit menatap Rangga dari atas ke bawah dan sebaliknya.
"Bagaimana bisa elo bilang kayak gitu dengan tampilan elo sekarang," ucap Radit sinis.
Mendengar ucapan Radit yang seperti itu, Rangga jadi mengikuti arah tatapan Radit. Setelah itu baru Rangga sadar kalau dirinya saat ini sangat terlihat berantakan, tapi menurutnya itu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang sedang mereka bahas saat ini.
"Emang salah elo, elo udah punya pacar masih aja genit ke cewek lain." Ucapan itu keluar dari mulut Radit dengan tidak kalah sinis dari sebelumnya.
Rangga tersinggung dengan ucapan Radit, bahkan ia hampir memukul kembarannya itu, untung saja setelah itu tantenya yang selalu tinggal bersama mereka datang menghampirinya.
Melihat tantenya berjalan menujunya, Radit dengan cepat masuk ke kamar mandi, karena ia masih tidak mau diinterogasi. Rangga yang masih berada di tempatnya, hanya bisa berdiri membeku.
"Kalian lagi berantem?" Tanya tante Amel.
Rangga tersenyum ke arah tantenya. "Nggak kok Te," Rangga tahu kalau tantenya sangat tidak percaya dengan jawaban Rangga, namun Rangga yang masih kesal, tidak mau membuat tantenya khawatir.
"Beneran?" Tatapan mata tante Amel dipenuhi rasa penasaran dan cemas.
Dengan masih tersenyum, Rangga menjawab, "Iya Tante, nggak usah terlalu dipikirin," Rangga menenangkan tantenya yang memang selalu cemas kalau melihat Rangga dan Radit sedang bertengkar.
Setelah itu tante Amel, meninggalkan Rangga sendiri. Beberapa detik kemudian, Rangga meninggalkan tempatnya. Radit yang mendengar percakapan tantenya dengan Rangga dari dalam kamar mandi, hanya bisa menghela napas. Ia sendiri tidak tahu kenapa dirinya bisa mengucapkan kalimat setajam itu ke Rangga, namun yang ia tahu hanyalah perasaannya sudah tidak kuat lagi.
***
Beberapa jam kemudian, Radit baru teringat permintaan tolong Mia, ia berjanji akan menanyakan pada Rangga, apakah dirinya sibuk. Dengan langkah malas, Radit berjalan menuju kamar Rangga. Sebelum ia masuk ke kamar Rangga, Radit lebih dulu mengetuk pintu kamarnya.Setelah Radit mengetuknya 3 kali, dan mendapat jawaban dari Rangga untuk masuk, Radit akhirnya membuka pintu itu dan segera masuk.Rangga yang sedang duduk di kasurnya sambil memegang ponselnya, langsung menoleh ke arah Radit."Ngapain?" Rangga terlihat masih kesal dengan Radit.Radit terlihat salah tingkah. "Mia ngajak jalan, tadi pagi dia tanya, elo sibuk nggak hari ini?" Radit menyampaikan pesan Mia.Rangga ingin ketawa melihat wajah salah tingkah kembarannya, namun ia memilih menahannya. "Gue ada janji sama Andini." Jawab jujur Rangga.Mendengar nama Andini disebut oleh Rangga, di saat mereka berd
Sudah beberapa hari berlalu setelah kejadian menegangkan antara Mia dan Rangga. Selama beberapa hari itu, Mia menjalani kehidupannya dengan murung, sampai beberapa orang di kantornya menanyakan alasan Mia seperti itu, tapi tentu saja Mia tidak menjawabnya dengan jujur.Beberapa kali Mia juga sempat bertemu dengan Rangga ataupun dengan Radit, tapi sebisa mungkin Mia menghindari mereka berdua. Ketika Mia menghindari Rangga dan Radit, mereka berdua juga tidak memaksa Mia untuk berhenti menghindarinya, mereka terlihat seperti mengerti maksud Mia sebenarnya.Hari ini Mia sama sekali belum keluar dari rumahnya, karena hari ini adalah hari libur nasional. Sejak semalam, Mia sudah merencanakan untuk tidak keluar dari rumah sama sekali, apalagi semua bahan makanan sudah tersedia di dalam kulkasnya. Namun istilah manusia bisa berencana, tapi Tuhan yang memutuskan dirasakan oleh Mia.Ketika Mia sedang bermalas-malasan di kasurnya dengan memain
Mia sudah membeli sabun mandi yang ia butuhkan, sekarang waktunya Mia untuk kembali ke rumahnya. Dalam perjalanannya menuju rumah, Mia merasa was-was, ia takut akan bertemu dengan Rangga ataupun Radit di jalan atau di depan rumah. Mia berusaha untuk menghilangkan perasaan was-was itu.Tinggal beberapa langkah lagi, Mia sampai di depan rumahnya, tapi langkah kaki itu langsung terhenti saat Mia melihat sosok Radit keluar dari rumahnya dan langsung menatapnya dengan tajam, namun tatapan mata itu bukan menunjukkan kemarahan, lebih kepada tatapan mata dari seseorang yang sedang merindukan sosok yang berada di depannya. Langkah kaki Mia yang sempat terhenti, kembali berjalan mendekati Radit karena Radit sudah berada tepat di depan rumah Mia."Kenapa kamu menghindariku?" Tanya Radit langsung ketika Mia sudah berada di depannya. "Apa kamu masih marah denganku?" Tanya Radit lagi.Mia yang awalnya hanya menundukkan kepalanya dan t
"Aku menyukaimu," kalimat yang keluar dari mulut Radit itu bukan hanya mengejutkan Mia, tapi juga Rangga dan Andini, karena tidak ada yang pernah menyangka Radit akan menyatakan perasaannya di depan Rangga dan Andini. Mia yang semula sudah membalikkan tubuhnya menghadap rumahnya, kembali menghadapkan tubuhnya ke arah Radit, dan mau nggak mau ia membelalakkan kedua matanya ke arah Radit. Mia yang awalnya berniat akan memaafkan Radit, menjadi kembali kesal pada Radit. "Aku menyukaimu," Radit mengulangi ucapannya, dan seperti memberitahu Mia kalau dirinya tidak salah dengar. Mia masih membeku di tempatnya dengan tatapan matanya yang tidak beralih dari Radit sama sekali. Andini menggandeng lengan Rangga dan meninggalkan Radit dan Mia berdua tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sepeninggal Andini dan Rangga, Radit dan Mia masih hanya saling tatap tanpa ada yang mengeluarkan kata-kata. Cukup lama me
Hari ini Mia tidak terlalu sibuk, dan Mia sangat menikmati kesehariannya di kantor, bahkan ia bisa melupakan kejadian tidak mengenakkan yang dialaminya semalam. Mood Mia kembali membaik setelah sekian lama, ia berharap tidak ada yang bisa merusaknya lagi.Waktu berjalan terasa lebih cepat dari biasanya, sekarang sudah waktunya Mia untuk pulang, Mia pun mulai beres-beres. Meja sebelah Mia sudah kosong dan rapi karena Lina sudah pulang lebih awal, tadi ia mengeluh sedang tidak enak badan. Mia beres-beres dengan semangat tanpa memikirkan apa-apa lagi.Setelah merasa semua barangnya sudah masuk ke dalam tasnya, Mia mulai melangkahkan kakinya untuk turun dan pulang. Senyuman di wajah Mia masih mengembang dengan baik, sesekali orang-orang di sekitarnya menatapnya dengan bingung. Tidak lama kemudian senyuman itu sirna begitu saja, saat dirinya sudah sampai di dekat pintu utama kantornya. Mia melihat sosok Radit bersama motornya sudah menunggunya di depan k
Beberapa menit kemudian, mereka berdua sudah mulai bisa melihat rumah mereka masing-masing, walaupun dari jarak yang cukup jauh. Motor masih tetap melaju dengan kecepatan yang sama untuk mendekati rumah mereka. Saat motor sudah benar-benar sampai di depan rumah Mia, Radit menghentikan laju motornya. Belum sempat Radit memarkir motornya dengan baik, Mia sudah turun dari motor, jadilah Mia hampir jatuh. Melihat Mia akan jatuh, kecepatan reflek tubuh Radit berjalan dengan baik, ia langsung meraih dan memegangi tangan Mia dengan erat supaya Mia tidak terjatuh."Pelan-pelan." Nada suara Radit terdengar marah, bahkan Mia merasa Radit tidak pernah semarah itu kepadanya."Maaf," dan anehnya Mia langsung merasa bersalah, makanya dirinya langsung meminta maaf."Ada yang sakit nggak?" Radit menghiraukan ucapan maaf Mia.Mia tidak langsung menjawab, ia melihat ke arah kakinya terlebih dulu karena tadi ia merasa
Tiga hari setelah kedatangan kedua orang tua Radit dan Rangga, akhirnya mereka berdua mengetahui alasan sebenarnya, mengapa secara tiba-tiba kedua orang tuanya memilih untuk memindahkan kedua anaknya dari rumah yang mereka tempati selama ini.Beberapa hari sebelum kejadian itu, kedua orang tua Radit dan Rangga bertemu dengan tante Mela secara diam-diam, tanpa sepengetahuan Radit maupun Rangga. Saat pertemuan itu, kedua orang tua Radit dan Rangga merasa ada suatu hal yang tidak mereka sukai dari ajaran tante Mela, dan mulai saat itu mereka saling bertengkar, bahkan mama Radit yang juga kakak dari tante Mela, sangat marah pada tante Mela karena hal itu. Ajaran yang kedua orang tua tidak sukai itu adalah berkaitan dengan kuliah Radit dan Rangga, kedua orang tua mereka merasa tante Mela terlalu memanjakan Radit dan Rangga, sehingga mereka berdua bisa seenaknya bolos kuliah.Selama beberapa hari ini Radit mulai menjauhkan diri dari Mia, bahkan ke
Hari Sabtu datang begitu cepat, hari dimana kakak ketiga Mia berjanji akan berkunjung ke rumah Mia. Sampai sekarang Mia masih belum mengetahui alasan sebenarnya dari kakaknya yang berniat ke rumahnya. Karena hari Sabtu Mia tidak libur, jadi Mia pun tidak menunggu-nunggu kedatangan kakaknya di rumah, ia tetap menjalani kesehariannya seperti biasanya.Sebagian waktu Mia, ia habiskan di kantornya, namun Mia sama sekali tidak menyesalinya. Ketika jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 sore, Mia mulai bersiap-siap untuk pulang. Setelah semua barangnya sudah masuk ke dalam tasnya, Mia dengan terburu-buru turun menuju pintu luar kantor. Mia berjalan menuju pintu depan kantornya tidak dengan melihat ke depan, ia sibuk melihat ponselnya karena kakaknya sudah mengirim SMS yang berisi kalau dirinya sudah hampir sampai di rumah Mia. Sesekali Mia menggerutu karena ia merasa diburu-buru oleh kakaknya.Tiin, ketika Mia mulai menuruni tangga yang berada di h