Share

Empat

"Mah! Nessa mau ke tempat si kembar ya!" Sahut Nessa dari bawah sambil mengenakan sneakers warna putih biru miliknya itu.

Si kembar adalah sebutan buat Cevin dan Cavan. Keduanya sudah mengenal dekat keluarga Nessa begitupun sebaliknya.

" Ya udah jangan malem-malem pulangnya!" Sahut mamahnya dari arah dapur.

Nessa lalu bangkit dari kursinya dan setengah berlari kearah rumah Cevin dan Cavan. Rutinitas mereka setiap sore adalah main basket di halaman depan rumah yang memang sengaja dibuat seperti lapangan basket . Lengkap dengan ring basketnya.

Cevin dan Cavan sudah lebih dulu memulai permainan dan sekarang mereka sedang sibuk saling merebut bola dan melemparnya ke ring. Jika orang yang belum pernah bertemu mereka pasti mengira mereka hanya satu orang saking miripnya. Persis seperti Nessa yang terkejut dengan kemiripan keduanya beberapa tahun yang lalu.

Nessa langsung ikut bergabung dan berhasil menangkap bola yang dilemparkan Cavan padanya.

" Dua lawan satu hm?" Sahut Cevin yang merasa terkhianati oleh saudara kembarnya sendiri. Cavan hanya mengedikkan dagunya seolah menantang." Yah kalo lo sama curut sih gak masuk itungan dua lawan satu."

Nessa berdecak kesal karena disebut curut. Ia pun berlari menghindari Cevin dengan sebelumnya sengaja menginjak kaki cowok itu hingga menjerit dan langsung melempar bola sampai masuk tepat ke ring." Makan tuh curut!"

Cevin sampai berjingkat-jingkat karena kakinya yang memang sengaja gak pake sepatu itu terinjak oleh kaki Nessa. Ya walaupun cewek itu mungil dan enteng, tetep aja kalo diinjeknya pake sneakers ya sakit." Kartu merah nih kartu merah."

" Lo pikir maen bola." Cavan menyenggol lengan Cevin dan langsung menerima bola basket dari Nessa.

" Sialan ya kalian!"

" Sama sama." Sahut Nessa sambil memeletkan lidahnya.

Sore itu pun mereka habiskan dengan bermain basket hingga kelelahan. Ketiganya berbaring di lapangan basket itu tanpa memperdulikan baju mereka yang akan kotor.

Langit sore menyajikan lukisan awan yang indah didominan dengan warna jingga dan ungu.

Cevin mengatur napasnya." Gimana sama Dika?" Tanyanya yang mengingat akhir-akhir ini Nessa mulai mendekati senior mereka itu.

Nessa mengulum senyum membayangkan wajah tengil Dika." Kayaknya gue jatuh cinta." Ucapnya dengan tatapan berbinar.

" Bagus deh. Ternyata sahabat gue normal." Cevin mengusap-usap rambut Nessa sementara Cavan memilih untuk diam, merasakan sesuatu yang aneh di dalam rongga dadanya.

Sesak.

.....

" Oyy kak!" Nessa mempercepat langkahnya begitu melihat Dika berjalan di koridor kelasnya bersama Rudi. Meninggalkan Cavan dan Cevin yang lebih memilih untuk langsung menuju kelas mereka.

" Korban baru Dik?" Ledek Cowok di sebelah Dika yang Nessa ketahui adalah sahabatnya Dika. Rudi.

" Pala lu! Lo kira gue PK apa." Ucap Dika sembari menoyor kepala Rudi." kenapa Nes? Kangen ya?" tanyanya ke cewek yang berjalan menyejajarinya.

Nessa mengerucutkan bibirnya." Iya sih. Eh tapi luka lo itu gimana?" Ia melirik luka di sudut bibir Dika yang sudah gak di plester tapi masih terlihat kebiruan disana.

" Luka kecil. Nanti deh kalo gue terluka lagi lo langsung gue panggil. Oke?" Dika berkata kemudian mengusap lenbut rambut Nessa.

" Sialan! Dikira gue ambulan!" Kata Nessa yang menyembunyikan rona gembiranya. Itu berarti Dika akan selalu mengingatnya. Ya walaupun kalo pas luka aja sih. Tapi Nessa gak berharap cowok itu terluka terus. Kasian kan ntar mukanya bonyok lagi.

" Yaudah sana masuk kelas lo. Gue mau nyebat dulu. Bawa kan, Di?" Dika mengalihkan pandangannya ke Rudi yang mengeluarkan sekotak rokok pesenan sahabatnya itu.

Nessa menggeleng-geleng." Rokok kok diisep. Kan mahal. Mending lo ngisep asep bajai aja dah. Banyak noh. Gratis lagi." Ucapnya sambil mempercepat langkahnya sebelum Dika melakukan aksi jahilnya. Ya cowok itu seringkali memiting lehernya di ketek ataupun sikut. Seperti Cevin.

Iya seperti Cevin.

" Ajaib tuh cewek ya. Kagak ada takut-takutnya sama elo." Ucap Rudi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Baru kali ini dia ketemu sama anak kelas sepuluh yang suka ngegodain Dika tanpa takut sedikit pun.

" Gue kan ganteng. Mungkin kalo dia takut ya palingan takut jatuh cinta."

" Idih najis! Lo ganteng juga terkenal jones bodoh!" Rudi menoyor kepala Dika yang sebenernya hanya beberapa centi lebih tinggi darinya itu.

" Yeee gue males aja pacaran sama cewek-cewek sini. Gak ada yang menarik." Ucap Dika tanpa kebohongan sedikitpun. Karena emang yang suka sama dia banyak, yang deketin banyak, tapi baru Nessa aja yang keliatan paling berani deket-deket dengannya. Dibanding cewek-cewek lain yang memilih hanya mengagumi dari jauh karena tau reputasi jelek seorang Mahardika Nadindra.

" Ati-ati ntar jatuh cinta lo sama Nessa."

" Pacaran lah susah amat!"

.....

Pelajaran pagi itu diawali dengan matematika yang cukup menguras otak. Nessa sampe lemes pas jam istirahat karena otaknya dipaksa memikirkan rumus dan angka-angka absurd itu.

" Fix gue mau masuk IPS aja. Biar sama kayak Kak Dika." Ucap Nessa yang gak menyadari adanya sosok yang sedang ia bicarakan didekatnya itu.

" Tetep aja gak bakal sekelas." Ucap Cevin acuh. Ia menyadari sosok yang sedang dibicarakan Nessa itu sudah duduk didepannya tapi Nessa sibuk mengaduk-aduk baksonya.

" Biarin aja. Yang penting sehati."

" Cie yang mau sehati sama gue " Dika sudah tidak dapat menahan tawanya lagi melihat kepolosan cewek didepannya ini.

Menyadari bahwa dirinya sedang dikerjain, Nessa mendelik kearah Cevin dan Cavan seolah bilang kenapa gak bilang kalo ada kak Dika! Tapi kedua sahabatnya itu hanya mengedikkan bahunya.

" Eh eh suapin dong. Aaaaaa." Dika malah membuka mulutnya didepan Nessa.

Nessa tersenyum jahil kemudian menyuapi satu bakso besar yang langsung memenuhi mulut seniornya itu. Sampe-sampe Dika sulit mengunyahnya.

" Lo gia. Ii de nget." Ucap Dika dengan suara gak jelas yang makin membuat Nessa ngakak. Cevin dan Cavan gak bisa menahan tawa mereka. Biarin deh sekali-sekali ngetawain badboy sekolah ini.

" Anggep ini bales dendam ya kak Dika sayang." Nessa tanpa malu-malu lagi menggoda seniornya itu. 

Dari jauh beberapa siswi menatap kesal kearah Nessa yang dengan mudahnya dekat dengan Dika hanya karena sikap gak tau malu cewek itu. Padahal mereka sulit banget mau deket sama Dika aja udah takut duluan. Karena biarpun jail begitu, Dika sebenernya agak galak sama cewek. Tapi ke Nessa?

" Kampret lo ya." Kata Dika yang berhasil menelan bakso dari mulutnya itu." Untung gak langsung ketelen tuh bakso."

Nessa masih terkekeh geli." Lagian sih bukannya beli sendiri malah minta disuapin."

" Kan biar so sweet sayang."

Mendadak pipi Nessa bersemu merah karena satu kata terakhir yang Dika ucapkan barusan.

" Cie blushing ciee. Uuuuu ucul anet sih." Dika mengusap-usap kepala Nessa tapi cewek itu menepisnya sambil menggembungkan pipinya dengan tampang kesal. Namun malah keliatan menggemaskan.

" Rese lo ah! Ntar suka sama gue aja baru tau rasa."

" Duh ! Suka sama lo ya? Mikir dulu deh gue." Dika memasang tampang sok mikir keras , bikin Nessa makin kesel dibuatnya.

" Kalo udah suka bilang ya." Ucap Nessa yang sepertinya urat malunya udah putus itu. Kemudian ia menarik kedua sahabatnya untuk segera pergi dari sana karena pas dengan bel yang menandakan istirahat telah selesai berbunyi. Meninggalkan Dika yang malah senyum-senyum sendiri di tempatnya.

Entah hanya Cavan aja yang merasakan atau gimana, kenapa mendadak suasana kantin agak panas?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status