Tangan Romeo kebas. Darah sudah bercucuran hingga sampai ke lantai. Semua yang ia perbuat belum apa-apa dibandingkan dengan perbuatan Jordan yang menusuknya dari belakang.
Pria itu telah menjadi monster yang paling menakutkan dan bersekutu dengan iblis. Menyekutukan Moongoddess dan memilih menjalani aliran sesat. Siapa yang berani-berani mempengaruhi pikiran lelaki itu? Siapa dalangnya? Siapa yang berani mencuci otak adik kecilnya hingga pria itu menjadi tidak terkendali seperti ini.
“Sandra, kau bisa bawakan handuk untukku? Panas Romeo sudah tidak bisa terkontrol lagi!” Jovial sangat panik apalagi ia sudah mengecek suhu tubuh Romeo yang hampir mencapai 113 Fahrenheit. Termometernya sudah sampai terjatuh di lantai.Ia dengan segera membopong Romeo memasuki kamar mandi dan membaringkan tubuh besar itu ke dalam bathup, membiarkan Romeo yang semakin meronta karena kedinginan. Kulit Romeo sampai memerah karena demam yang melanda tubuhnya, begitu juga air panas yang menyelimutinya.
Wajah Rena semakin kaku. Ia juga merasakan tangannya yang banjir karena keringat. Tubuhnya yang semakin panas menunjukkan kalau dia sedang tidak baik-baik saja. Bukan karena suhu udara yang meningkat, dan bukan juga karena ia kelelahan. Tapi, karena semua orang yang berada di tempat ini. Ini terlalu ramai! Dan sekarang ia tidak suka dengan keramaian.Di sana, ia melihat para anak-anak berjingkrak untuk berebut balon dari badut. Di ujung sana lagi, banyak para pasangan yang sedang mengantre untuk menaiki wahana berbahaya—menurutnya—
Sejak hari itu. Hari di mana Zachary ikut dalam perayaan festival musim gugur, pria yang memiliki rambut hitam kecokelatan dengan gaya panjang nan dikucir kuda itu selalu datang ke rumah mereka. Lebih tepatnya saat matahari masih berada di arah jarum jam empat. Di saat awan-awan sudah hampir kekuningan dan juga burung-burung mulai beterbangan ke sana-kemari."Kopi?" sodor Rena dengan cup berwarna krim muda dan ada logo ternama yang terdapat di wadah kopi yang masih mengeluarkan asap itu.
Peralihan Musim Gugur, Black Forest.Dedaunan kuning sudah jatuh hingga mengambang di permukaan tanah yang terdapat sisa-sisa air karena hujan semalam. Terdengar juga cicit burung yang saling bersahutan guna mencari makan bersama-sama dengan gerombolan yang lain. Alam tampak cerah, begitu juga dengan sinar matahari yang sedikit demi sedikit menerangi bumi.Tapi tidak dengan wilayah jantung di hutan Black Forest
“Aku tidak bisa melakukan ini!” Tangan Jovial bergetar. Bayangan buruk sudah semakin menghantuinya sejak beberapa menit yang lalu. Apalagi melihat anak semata wayangnya tidak sadarkan diri dengan luka di leher. “Dia akan mati … dia akan mati!”Ia tidak berani melakukan tindak apa pun pada Romeo, walau ia dokter spesialis sekalipun. Jika ada yang salah, ia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri seumur hidup. Romeo sekarat ... ia tahu, ia melihat tidak ada kehidupan lagi dalam wajah pucat pria itu. Tinggal menunggu waktu saja sampai pada saat malaikat kematian menghampiri anak itu.
Ben ketar-ketir saat waktu sudah menunjukkan waktu petang. Sedangkan Rena dan juga Zach belum terlihat batang hidungnya. Sebenarnya ke mana mereka? Apakah bermain di dalam hutan sangat menyenangkan sekali hingga mereka lupa waktu akan pulang?"Sudahlah biarkan saja. Lagi pun, mereka sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri." Ava yang sedari tadi mengerti kegelisahan suaminya. Pria berambut sedikit ikal itu sudah mondar-mandir dan sesekali melihat jam.
Rena menatap kakaknya dengan gamang. Ia sudah lama memendam pikiran ini. Pikiran yang belum terjawab juga. Entah dari kakaknya atau Kak Ava yang mau membuka mulut. Mereka seakan menutup kebenaran ini dengan sangat apik."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Rena saat mereka sedang berduaan di ruang televisi. Awalnya Rena memberitahukan pada Ava untuk tidak ikut campur karena ia akan berbicara dengan kakaknya dari hati ke hati."Apa?" Kening Ben m
Rena menatap tubuhnya yang menghadap cermin. Gaun berwarna merah gelap yang menjuntai hingga betis membuatnya terlihat lebih anggun. Rambut yang diikat menjadi ekor kuda juga memperlihatkan leher putihnya. Bukan karena sesuatu ia memakai pakaian yang berbeda seperti ini, hanya saja ia ingin dan tanpa memiliki alasan yang jelas.“Kau ingin ke mana?” tanya Ava yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Rena. Ketukan pintu sedari tadi tidak digubrisnya membuat ia berani memasuki ruangan besar itu. “Apakah kau ingin berkencan dengan seorang lelaki? Apakah dia adalah Zach?”