Share

Biar Kulunasi Sendiri Biaya Operasi Caesarku, Mas!
Biar Kulunasi Sendiri Biaya Operasi Caesarku, Mas!
Author: Nisa cantik

Masuk Daftar List Utang

"Bodoooh! Kenapa malah kamu melahirkan secara caesar, Nadine? Buang-buang uang saja!" maki sang suami pada Nadine dengan suara menggelegar.

Padahal, kondisi wanita itu saja masih lemas pasca operasi yang mempertaruhkan nyawanya. Hanya saja, Damar tampak tak peduli.

Beberapa orang di ruang rawat sampai menengok saking penasaran akan pertengkaran sepasang suami istri itu.

"Air ketubannya sudah kering, Mas. Jadi, harus segera operasi," papar Nadine, "kalau tidak segera dilakukan, maka anak kita tidak akan selamat!" 

Dia sungguh berharap suaminya mengerti.

Nadine sudah berjuang saat mengalami pecah ketuban seorang diri di rumah.

Bahkan, Nadine harus meminta seorang tukang ojek pangkalan untuk mengantarkannya ke rumah sakit terdekat. Sepanjang perjalanan, dia menghubungi nomor suaminya berkali-kali. Tapi, tidak dijawab!

Padahal, dari story W******p dari kakak iparnya, Nadine akhirnya tahu bahwa keluarga suaminya ternyata tengah makan-makan di restoran ternama.

Operasi caesar harus segera dilakukan untuk menyelamatkan anak mereka, sehingga tanpa pikir panjang Nadine menandatangani surat persetujuan operasi caesar untuk dirinya sendiri.

Karena itu juga, Nadine harus mengambil jalur umum karena tak ada yang bisa mengurus surat-suratnya bila menggunakan BPJS.

Sayangnya, Nadine kini mendapati Damar yang malah menatapnya tajam. "Alahhhhh! Itu alasanmu saja, kan? Bilang saja, kamu tidak mau merasakan sakit karena melahirkan. Padahal, itu sudah kodratmu sebagai perempuan!"

Mendengar tuduhan sang suami, air mata luruh begitu saja di pipi Nadine yang terlihat pucat.

Sungguh, ia tak percaya jika suaminya tidak mendukungnya setelah melahirkan anak mereka dan malah setega itu padanya hanya karena dia memilih Caesar?

"Tega kamu, Mas! Di mana hati nuranimu? Saat aku menghubungi karena pecah ketuban saja kau tak datang, padahal--" 

Belum sempat Nadine menyelesaikan ucapannya, Damar sudah berkata ketus, "Lalu? Siapa yang menandatangani surat persetujuan Caesar? Kamu ke sini sendiri, kan?" 

"Iya, Mas. Aku yang menandatangani surat persetujuan untuk melakukan operasi caesar untuk diriku sendiri."

"Bagus! Kalau begitu, uang yang untuk biaya operasi aku masukkan ke dalam list hutangmu kepadaku!" kata Damar kemudian.

Nadine menatap pria itu tak percaya. Tapi, dia pun tak mampu untuk membantah perkataan Damar.

Percuma! Toh, ia sangat hapal jika suaminya itu memiliki sifat yang sangat tak bisa untuk dibantah. 

"Jangan khawatir, aku akan mengurus BPJS untuk biaya lahiranku ini meskipun aku melahirkan darah keturunanmu!" kata Nadine pada akhirnya.

Damar berdecih sinis. "Asal kau tahu, tadi, aku sudah mengupayakan untuk itu. Tapi, pihak rumah sakit menolak karena kamu sudah mencantumkannya dengan jalur umum."

"Totalnya 10 juta belum termasuk uang perawatan dan obat-obatan yang terpakai!" kata Damar dengan nafas yang kembang kempis, "aku jadi terpaksa membayarnya tadi!"

Tatapan pria itu semakin tajam. "Ingat, Nadine! Pokoknya biaya lebih operasi caesar tadi akan aku masukkan sebagai utangmu yang wajib  kau cicil setiap bulan! Paham?"

Deg!

Nadine terdiam.

Dengan apa, dia harus membayarnya?

Selama ini, Damar hanya memberikanya uang 600.000 untuk kebutuhan rumah tangga.

"Tapi, Mas--"

Lagi-lagi, Damar memotong ucapannya, "Jangan banyak alasan!"

"Kalau kau tak bisa bayar, uang jatah bulanan untukmu akan kupangkas," kata Damar dengan kejamnya.

Nadine sendiri hanya bisa terdiam memerhatikan sang suami yang kini malah asyik memainkan hpnya setelah memakinya.

Sungguh, wanita itu tak mengerti. Anak yang dilahirkan Nadine, bukan hanya miliknya seorang. Tapi, juga milik Damar.

Apakah pria ini layak menjadi ayah anaknya?

****

"Sudah melahirkan, kan? Bagaimana dengan kondisi cucuku? Apakah besok pagi sudah bisa pulang?"

Belum selesai masalah dengan sang suami, Ibu Pratiwi, sang mertua, mendadak datang dengan Sarah dan Santi, ipar Nadine.

Tampak ketiganya heboh mencari cucunya, tapi tak peduli keadaan Nadine sama sekali.

"Mana bisa, Bu? Nadine saja melahirkan secara caesar!" kata Damar ketus, "kita terpaksa nunggu jahitannya kering dulu sampai satu minggu!" 

"APA? Caesar? Kenapa bisa begitu?"

Ibu Pratiwi tampak tak terima. Ditatapnya Nadine tajam. "Sudah malas, kok kamu tak tahu diri, sih? Apa maksudmu menghamburkan uang putraku dengan melahirkan secara caesar?"

Telunjuk wanita itu mendarat ke kening Nadine.

Nadine lagi-lagi tidak bisa melawan dan hanya bisa pasrah menerima perlakuan dari sang ibu mertua.

Bukannya dia tak bisa, tapi dirinya masih menjaga adabnya sebagai seorang menantu.

Ia tak mau berlaku kurang ajar kepada sang mertua.

Lagipula dibandingkan pukulan yang sudah terbiasa diterima oleh Nadine kecil dari orang tua angkat yang mengasuhnya, ini tak seberapa.

Dulu, Nadine kecil yang memang yatim piatu, bahkan tidak akan mendapatkan makanan jika dalam sehari dia tidak menghasilkan uang.

Jujur, Damar adalah harapan terakhirnya untuk bisa mengubah kehidupannya yang seperti neraka itu.

Siapa sangka, suaminya itu malah menjadi neraka kedua yang dirasakan Nadine?

Padahal dulu, Damar kekeuh memperjuangkan Nadine meski Ibu Pratiwi tidak pernah setuju dan berusaha menjodohkan pria itu dengan Nabila, seorang wanita karir yang mereka ketahui memiliki penghasilan sendiri dan memiliki jabatan cukup tinggi di perusahaan tempatnya bekerja.

Ibu Pratiwi jugalah yang menghasut Damar untuk tidak memberikan gajinya seutuhnya kepada sang istri.

"Ibu dan saudara perempuanmu masih merupakan tanggung jawabmu, Damar!" katanya waktu itu, sehingga gaji 8 juta yang menjadi 10 juta bila dapat bonus dan lembur itu disunat menjadi 600 ribu/bulan.

Hal ini membuat Nadine terpaksa bekerja sebagai buruh cuci dan juga bersih-bersih rumah tetangga tanpa sepengetahuan Damar untuk menambal kekurangan nafkah.

Selama 3 tahun pernikahan, tabungan Nadine  pun terkumpul walau tak seberapa. Hanya saja,  kini Nadine bingung.

Dia tak bisa bekerja seperti biasa pasca melahirkan. Padahal, dia punya utang yang harus dibayar ke suaminya.

"Dasar wanita tak ada guna! Kalau membunuh bukanlah dosa, maka saat ini kamu sudah aku bunuh!"

Makian sang mertua membuat Nadine sadar dari lamunan.

Hatinya semakin mencelos karena Damar lagi-lagi tak membelanya. 

"Ya, Roob ... haruskah aku bertahan dengan keadaan rumah tangga yang seperti ini?" batin Nadine menjerit memberontak dengan keadaannya yang dialaminya.

Tanpa sadar, air mata luruh kembali hari ini.

Hanya saja, adik iparnya malah tertawa.

Tak peduli jika dia harusnya menghormati Nadine sebagai kakak ipar.

"Udah deh Mbak Nadine! Gak usah sok nangis!" ejek Santi, "nanti kalau ada orang yang melihat, dikiranya kami jahat sama kamu! Padahal, mbak emang benalu! Kasihan banget ponakanku itu punya ibu macam Mbak"

Tangan Nadine sontak mengepal menahan amarah. 

Hanya saja, Damar dan keluarganya itu tak menyadarinya.

Bahkan, kesabaran Nadine pun ada batasnya.

"Jika selama ini aku yang kalian hina, aku masih bisa menahan diri. Tapi kali ini, aku sudah memiliki anak yang harus kulindungi. Setelah kepulanganku nanti, aku bersumpah akan memperjuangkan masa depan putraku, meskipun tanpa bantuan mereka!" sumpah Nadine dalam hatinya memperhatikan ipar dan mertuanya yang masih asyik tertawa.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
for you
untung hanya cerita novel kalau nyata udah ku pentokin tuh kepala mertua dan lakinya ketembok
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status