Tak terasa, Nadine telah cukup pulih untuk diizinkan pulang.
Sayangnya, tak ada satu orang pun yang membantu kepulangannya.
Jujur, orang pasti tak akan menyangka Damar yang berpenghasilan cukup tinggi akan tinggal di sana.
Dulu, Nadine memilih bersyukur saja. Setidaknya, dia terbebas dari mertua dan saudara toxic seperti Bu Pratiwi Santi dan juga Sarah.
Bahkan, uang 600 ribu yang diberikan oleh sang suami dipergunakan dengan sangat teliti agar cukup dan tidak sampai menghutang untuk menambal kebutuhannya.
Setiap hari, bekerja di tiga rumah sekaligus.Nadine juga selalu menyuguhkan yang terbaik untuk suaminya meskipun itu kadang hanya telur ataupun ikan asin saja.
"Bisa tidak kamu memberikanku makanan yang layak seperti masakan ibu?"Suatu hari, Damar mengeluh saat melihat masakan di mejanya hanya ada ikan asin dan sayur asem.
"Maksudnya, Mas?" Nadine memastikan pertanyaan dari sang suami."Setiap hari, menu yang kamu sediakan itu cuma itu-itu saja! Kalau tidak telur, ya ikan asin. Apakah kamu tidak bisa memasak daging atau ayam? Bosan aku setiap hari melihat masakanmu seperti ini!" protes pria itu."Tapi, uang 600ribu per bulan bisa untuk apa, Mas? Beras 1 liter saja 15.000, tapi jatah harian darimu cuma 20 hari. Kita--"
"Bisa nggak sih kamu kalau dinasehati suami, jangan melawan?" Damar menghentikan ucapannya, "aku ini akuntan Nadine. Harusnya kamu bisa kelola dengan baik! Akui saja kalau kamu itu boros dan gak bisa berhemat!""Ck! Nggak selera aku makan seperti ini, mending aku ke rumah ibu saja. Di sana pasti menu masakannya sangat lezat, tidak seperti masakan yang lebih layak diberikan kepada kucing!"
Perkataan nylekit dari Damar lagi-lagi membuat Nadine sakit hati.
Oekkkk!Lamunan Nadin buyar saat mendapati putranya tiba-tiba saja menangis.
Segera Nadine memberikan Asi untuk sang putra yang sepertinya kelaparan.
Hanya saja, hatinya miris kala melihat putranya yang tak dapat perhatian ayahnya.
"Ya, Robb. Mohon petunjukmu atas pernikahan yang kujalani ini," keluh kesahnya ia ungkapkan kepada sang penciptanya meskipun itu hanya dalam hatinya saja....
****
Setelah memastikan anaknya tidur pulas, Nadine menghubungi ketiga tempat kerjanya.
Untungnya, mereka memahami keadaan Nadine dan menawarkan cuti pasca persalinan.
Tapi, Nadine terpaksa menolak.
Dia harus fokus untuk merawat anaknya di rumah dan akan melakukan pekerjaan yang tanpa meninggalkan putranya tersebut.
Lewat hp miliknya, Nadine mencoba mencari cuan di sana meskipun HP milik Nadine tidaklah sebagus milik suaminya ataupun saudara-saudara iparnya.
Sambil menyusui, Nadine mulai berselancar di dunia maya.
Dia mulai men-scrol; dan membuka kembali akun sosmed yang sudah lama tak dipakainya.
Matanya tertuju pada sebuah aplikasi novel online.Entah mengapa hatinya tertarik untuk bergabung dan mencari tahu bagaimana caranya.
Ternyata untuk bergabung di sana, dia harus mendownload aplikasi tersebut.Diajukannya cerita dan menunggu review naskah editor yang membimbing penulisannya.Meski hanya mengenyam pendidikan SD, tapi dia mulai mengerti proses menulis yang baik karena kegigihannya dalam belajar.
Karyanya pun terkontrak di platform itu.Dari sanalah, kisah Nadine dimulai.
"Alhamdulillah, Nak! Bulan ini, Mama mendapatkan gaji $50 dari hasil menulis mama! Semoga menjadi karya terbaik ya nak? Mama akan terus belajar supaya bisa menerbitkan karya-karya yang lain!" kata Nadine kepada putranya yang tentunya hanya ditanggapi dengan senyuman saja.
Meski tak mengerti, dia seolah ikut senang dengan kebahagiaan Nadine.
Jujur, semenjak kepulangannya dari rumah sakit, bisa dihitung dengan jari suaminya itu menginap di rumah.
Bahkan, kini jatah yang diberikan untuknya sebagai nafkah bulanan hanya berkisar 300 ribu saja sebagai ganti biaya dirinya melahirkan caesar.
"Lakukanlah sesukamu, Mas! Aku tak peduli lagi karena aku akan berjuang untuk putraku sendiri tanpa aku mengabaikannya! $50 ini adalah awal yang baik untuk perjalananku!" batin Nadin dalam hatinya.Ia sudah bersumpah dalam hatinya untuk tidak memprotes lagi tentang jatah bulanan yang akan diberikan kepadanya, bahkan jika Damar tak memberikan jatahnya sekalipun dia pun tak akan pernah mempermasalahkannya.Sayangnya, Damar ternyata malah semakin tak tahu diri!
Setelah 2 bulan Damar memberikan nafkah 300 ribu, dia datang dan menyindir Nadine, "Nah, kan? Kamu aja cukup 300 ribu untuk sebulan. Bahkan sekarang ada anak kamu!"
"Lalu apa kabar uang 600 ribu yang selama ini aku berikan kepadamu? Kangan-jangan selama ini kamu suka jajan di luar seperti yang dikatakan oleh ibu, ya?" tuduhnya lagi.
Nadin sudah malas untuk berdebat.
Di pun memilih diam dan mengangguk saja.
Sekarang ini fokusnya kepada putranya sendiri yang diberikan nama Gibran tersebut.
Putranya lebih layak mendapat perhatiannya, kan?
Akan tetapi, keterdiaman Nadine malah membuat Damar bingung.
Tangannya mengepal. Kenapa istrinya itu tak pernah protes?
"Kamu bisu? Kenapa setiap kuajakin ngomong, kamu hanya diam saja?!" teriak pria itu, kencang. Bahkan, dia mengangkat tangan kanannya dan mengarahkannya pada pipi Nadine.
"Mau kamu apa, Mas? Aku diam salah! Menjawab juga salah, kan?" Jawaban sarkas dari Nadine membuat Damar diam dan tak jadi menamparnya.Jujur, Damar tak menampik bahwa yang dikatakan oleh Nadine ada benarnya. Sebenarnya, saat sang Ibu dan juga saudaranya menjelekkan Nadine, Damar ragu untuk percaya. Apalagi, dia sendiri menyadari bahwa dirinya dulu hanya memberikan 600 ribu per bulan. Uang bensin dan makan siangnya saja kurang segitu. Tapi, Damar harus memberikan 3 juta untuk ibunya, 1 juta untuk Sarah, dan 1 satu juta untuk Sinta. 3 juta disisakan untuk uang bensin dan uang makan siangnya. Nadine selalu dituntut untuk bisa hemat dan mencukupkan 600. ribu dalam sebulan. Padahal, dirinya sendiri saja tidak bisa jika sehari cuma 50 ribu.Hanya saja, Damar sedikit terpancing dengan hasutan dari keluarganya yang mengingatkan Nadine sanggup merawat bayinya hanya dengan nafkah 300 ribu per bulan. Dugaan nafkahnya disalahgunakan oleh Nadine menguat! Egonya juga tak terima. Jika dia
"Kenapa kamu malah meminta talak? Apakah kamu takut kebohonganmu akan terbongkar sekarang?" jawab Damar tak kalah berapi-api.Pria itumerasa tak terima karena Nadine justru meminta talak. Jika pada akhirnya pernikahan mereka harus berakhir, bukan Nadine yang akan meminta talak, Tapi harus dirinya!"Apalagi yang kamu harapkan Damar? Bukankah aku ini hanya wanita yang selalu menjadi beban untukmu? Bahkan kamu tidak memperdulikan anak yang sudah susah payah aku lahirkan ini!" Nadine sejenak menghentikan kata-katanya."Tapi, tidak apa-apa. Jika memang aku harus bertanggungjawab sendiri, aku terima! Demi nyawaku sendiri, aku akan merawat Gibran tanpa uang sepeserpun darimu!"Kesabaran Nadine benar-benar di ambang batas, dia memilih jalan surga yang lain dengan melepaskan jalan surga satu-satunya yang dimilikinya selama ini."Lepaskanlah Aku suka rela Mas! Aku pun tidak akan meminta apapun darimu selain hak asuh anakku saja!"Dalam hati, Nadine meminta maaf pada sang putra karena tak bisa
Drrt!Ponselnya terus berbunyi membuat Damar pun mengangkat panggilan telepon tersebut."......""I-iya Bu! Saya segera ke kantor!" jawab Damar terbata."Bawa anak dan istrimu sekalian!" kata seseorang di seberang telepon lagi.Suaranya terdengar tidak ramah sama sekali.Tanpa membantah, Damar pun mengiyakan apa yang diperintahkan oleh atasannya tersebut.Sepertinya, atasannya sudah tahu live streaming yang dibuat tetangganya itu?"Aku harus baik-baikin Nadine, supaya dia tidak berkata yang tidak-tidak tentang yang ku lakukan selama ini!" Pikiran waras Damar kembali bekerja setelah sekian lama.Saat tahu Nadine keluar dengan membawa tas pakaian yang tak terlalu besar, didekatinya wanita itu."Dek!" panggil pria itu."Ada apa? Kalau mau menghalangi langkahku, maaf! Aku lebih takut dengan dosa berdekatan dengan lawan jenis yang bukan muhrimku!" sarkas Nadine.Damar sontak menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Pihak kantor menyuruh kita untuk menghadap. Aku mohon kali ini kamu ikut, ya?
Setelah cukup puas berbincang, akhirnya rumah kontrakan itu ditempati bertiga.Tak lupa, Nadine meminta izin kepada sang pemilik kontrakan untuk menyewa sebuah kamar lagi untuk ditempati oleh Sari dan Ine."Untuk kontrakannya kita bayar bertiga saja, dan untuk makan setiap hari nanti kita juga akumulasikan berapa pengeluarannya kemudian di bagi bertiga, setiap struk pembelanjaan harus kita simpan menghindari percekcokan diantara kita!" kata Sari yang disetujui oleh Nadine Dan juga Ine."Mulai hari ini kita harus saling bergandeng tangan saling melindungi dan saling berbagi, kita adalah saudara tanpa KK dan Semoga persaudaraan kita ini sampai ke surganya, amin!" Nadine menimpali perkataan dari Sari."Untuk sementara biarkan kami yang menanggung hidupmu dulu Nadine, meskipun kamu di sini statusnya adalah seorang ibu sendiri, tapi usiamu jauh di bawah kami. Jadi anggap saja semua ini merupakan tugas kami sebagai kakakmu!" kata ine yang menyadari kalau Nadine tidak memiliki pekerjaan."Ti
"Nggak, nggak bisa!" tolak Ibunya Damar seketika. Padahal dia belum mendengar alasan dari Damar untuk meminjam sertifikat tersebut."Asal kamu tahu sertifikat sudah Ibu gadaikan ke bank 3 hari yang lalu dan itu untuk membayar hutang ibu dan juga Sarah!"Mendengar jawaban sang Ibu, seketika Damar menjadi lemas. Yang Damar tak habis pikir adalah tentang kakaknya yang ikut meminjam uang hasil Pegadaian sertifikat tersebut."Mbak Sarah? Berapa banyak sih Bu hutang Mbak Sarah sebenarnya? Kemarin uang tabunganku juga ludes dikuras sama Mbak Sarah katanya juga untuk bayar hutang! terus Ibu bilang Ibu juga menggadaikan sertifikat untuk bayar hutangnya Mbak Sarah dan ibu!"tanya Damar tak habis pikir."Apaaa? Sarah juga pinjam uang tabunganmu? Berapa? Kok Sarah tidak ada bilang sama Ibu?"Tanya Bu Pratiwi kepada anak lelakinya."Semua tabungan damar Bu ada 75 juta!"jawab Damar yang membuat Ibu Pratiwi syok kaget."Seharusnya kalau dia sudah meminjam uang kepadamu, dia tak perlu meminta ibu untu
"Kenapa jadi Damar yang harus membayar? uang ini bahkan hanya setengahnya saja dari yang Ibu sebutkan tadi?" Kata Damar kembali memprotes dengan apa yang dikatakan oleh ibunya."Mau bagaimana lagi? Takkan Ibu yang membayar semuanya? Ibu bahkan hanya mendapat uang darimu saja!" kata Bu Pratiwi."Bu aku ini terancam akan dipecat dari pekerjaanku kalau aku tidak bisa mengembalikan uang jatah dari perusahaan untuk Nadine! tidak main-main lho Bu jumlahnya 3 juta dikali 3 tahun." Damar mencoba menjelaskan yang menjadi kegundahannya.Bu Pratiwi tak mau tahu dengan apa yang menjadi kesusahan anaknya tersebut, dia tetap pada pendiriannya yang mengatakan bahwa Damar harus membayar semua uang pinjaman yang ada."Jangan begini dong mbak, tolong kasihani aku sedikit saja! selama ini kan aku selalu membantu mbak sarah dan juga Ibu, tak kan kali ini kalian tidak bisa membantuku?" Fikiran Damar semakin gusar.Damar teringat dengan rumah yang ditempati oleh kakaknya, rumah tersebut adalah rumah berser
Damar semakin menunduk dengan apa yang diucapkan oleh atasannya tersebut, ia merasa telah dikuliti habis-habisan oleh sang atasan atas kesalahan yang seharusnya tak ada sangkut pautnya dengan perusahaan, itu menurut Damar.Karena merasa sudah terpojok Damar pun memberanikan diri untuk membela dirinya sendiri."Tapi maaf Bu bukankah seharusnya apa yang saya lakukan di luar jam kantor tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan? Apalagi kinerja saya pun Tidak diragukan lagi di perusahaan ini! tolong toleransinya Bu!" kata Damar meskipun dengan takut-takut, tapi dia memaksa memberanikan dirinya untuk menatap langsung kepada atasannya tersebut."Anda lupa dengan peraturan perusahaan milik saya? anda tahu sejarah perusahaan ini berdiri? Kalau Anda lupa mari saya peringatkan!" kata Bu Indra yang merasa geram dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Damar."Hal pertama yang perlu kamu ketahui, perusahaan yang saya dirikan ini bukanlah merupakan perusahaan company, semua murni dari us
Tatapan nanar Sarah tertuju kepada Damar, Sarah jengkel kepada adiknya itu karena berani-beraninya membongkar rahasianya di depan sang suami."Tidak usah melihat ke arah Damar, kewajibanmu hanya menjawab apa yang aku tanyakan kepadamu!" hardik Budi."Emmm itu, anuu..!"bingung Sarah mau menjawab apa, bahkan kata-katanya hanya terhenti kepada itu dan anu saja.Mulutnya bergerak ke sana kemari tapi tak jual mengeluarkan kata-kata yang bisa didengar."Jawab Sarah...!"kata Budi lebih tegas dari tadi."Kamu itu apaan sih Budi? Kalau menanyai istrinya itu yang baik-baik, jangan dengan nada yang tinggi seperti itu!" protes Pratiwi tak terima anaknya diintimidasi seperti itu."Budi mohon Bu, kali ini saja jangan ikut campur urusan rumah tangga kami! cukup selama ini Ibu terlalu memanjakan anak Ibu ini!" kata Budi yang tak mengalihkan pandangannya ke arah Sarah menuntut jawaban.Sarah pun menunduk sedangkan Bu Pratiwi tak bisa berkata apa-apa lagi, selama ini menantunya tersebut selalu diam mes