Share

Bab 2

Penulis: Macan
"Jangan! Maybell, cepat lari!"

Lea terbangun dengan air mata membasahi wajahnya. Namun, dia mendapati dirinya sedang berbaring di ranjang rumahnya sendiri.

Pakaian berlumuran darah sudah diganti. Di samping tempat tidurnya ada seseorang yang menemaninya, Berg Willow.

Berg adalah teman seangkatan Lea di universitas. Selama bertahun-tahun Berg menyukai Lea, tetapi karena kehadiran Aaron, Berg tak pernah berani mengungkapkan perasaannya dan hanya bisa menjaga Lea dari kejauhan.

Saat ini, Berg sedang memegang selembar hasil laboratorium yang sudah kusut karena diremas. Dia membacanya berulang-ulang, setiap kata terasa berat.

Sebagai seorang dokter, tentu saja Berg tahu apa arti dari hasil pemeriksaan itu.

Matanya merah. Dia bertanya dengan suara bergetar, "Kamu kena kanker lambung?"

Lea perlahan sadar dari mimpi buruknya, emosinya mulai stabil. Dia menarik napas dalam, menyeka air mata yang membasahi wajahnya, dan mengangguk pelan.

Berg langsung berdiri dengan penuh emosi. "Kamu masih minum alkohol? Ini pasti gara-gara Aaron lagi, 'kan?"

Lea menunduk dan tidak menjawab.

Namun, Berg bisa menebaknya.

Hati Berg terasa ditusuk. Dia segera menarik tangan Lea. "Kamu nggak boleh terus seperti ini. Kamu harus jauhi dia dan mulai pengobatan!"

Namun, Lea malah melepaskan tangannya.

Dengan senyum yang dipaksakan, Lea berkata, "Nggak separah itu, tenang saja. Aku akan jaga diri."

"Kamu tahu nggak ini tuh kanker ...."

"Aku nggak mau dirawat di rumah sakit, Berg. Tolong biarkan aku yang memutuskan sendiri."

Melihat ekspresi seriusnya, Berg tahu bahwa dirinya tidak bisa membujuk Lea.

Berg juga sangat paham bahwa kematian Maybell lima tahun lalu adalah bayang-bayang yang tidak bisa Lea lewati.

Itulah kenapa Lea memilih menjadi asisten pribadi Berg, sebagai bentuk penebusan kesalahan. Karena itu pula, apa pun yang Aaron lakukan padanya, Lea tetap menerimanya tanpa penolakan.

Akhirnya, Berg mengalah. Dia menemani dan merawat Lea semalaman. Baru keesokan harinya, dia kembali ke rumah sakit.

Sementara itu, Lea juga buru-buru berangkat kerja ke kantor.

Hari ini, dia harus menemani Aaron ke sebuah acara pesta.

Namun, Lea datang bukan sebagai pasangan, dia hadir sebagai asisten.

Chloe-lah yang menjadi pasangan Aaron.

Begitu melihat Lea, Chloe memandangnya dengan tatapan penghinaan. "Lea, aku benaran kagum padamu. Mukamu masih setebal itu ya, buat terus menempel di sisi Aaron."

Chloe adalah teman SMA mereka yang sejak kecil sudah menyukai Aaron.

Namun, dia kalah dari Lea, yang saat itu tidak punya apa-apa. Chloe selalu merasa iri. Setelah resmi menjadi tunangan Aaron, dia akhirnya bisa dengan bebas menyakiti Lea.

Lea tidak membalas sepatah kata pun. Dia hanya berdiri diam di samping.

Saat itu, Aaron berjalan mendekat dan Chloe langsung menggandeng tangannya dengan manja. "Aaron."

Aaron tidak menghindar, tetapi saat menoleh ke Lea, tatapannya langsung dingin. "Siapa yang menyuruh kamu masuk ke sini? Tunggu di luar."

Musim hujan sudah tiba di ibu kota. Di luar tidak ada pemanas, hanya ada angin dingin yang bertiup.

Namun, Lea hanya mengangguk dan berkata, "Baik."

Lea berbalik dan berjalan keluar dari aula pesta. Di luar adalah taman luar yang sepenuhnya terbuka tanpa pelindung apa pun.

Lea berdiri di sana, tubuhnya yang kurus tampak menggigil kedinginan.

Seorang pelayan yang melihatnya merasa kasihan padanya dan bertanya apakah Lea ingin beristirahat di ruang istirahat.

Lea menggeleng diam-diam, menolak tawaran itu.

Dia terus berdiri di sana sampai langit benar-benar gelap dan pesta berakhir.

Chloe keluar dengan mengenakan mantel milik Aaron. Mereka melihat Lea yang masih berdiri terpaku.

Jakun Aaron sedikit bergerak. Suaranya pun terdengar agak serak. "Kenapa masih berdiri di situ? Ayo pergi."

Aaron menggandeng Chloe dan berjalan pergi. Lea mengikuti mereka dari belakang.

Saat mereka melewati danau buatan di taman, sudut bibir Chloe melengkung membentuk senyuman. Dia pura-pura tersandung, seolah-olah ada yang mendorongnya.

"Aduh! Gelangku jatuh ke danau!"

Chloe menoleh dengan ekspresi marah ke arah Lea. "Kenapa mendorongku?"

Lea secara refleks menjawab, "Aku nggak ...."

"Kamu berani menyangkal?" Chloe merangkul Aaron sambil manja. "Aaron, itu gelang favoritku ...."

Pandangan Aaron tertuju pada Lea. Entah berapa lama Aaron menatapnya, barulah dia berkata dengan suara rendah, "Lompat ke sana dan cari barang itu."

Aaron bahkan tidak memberi kesempatan Lea menjelaskan, langsung memutuskan kalau itu salah Lea.

Lea melirik danau itu, cukup sekali lihat saja sudah terasa dingin menusuk tulang.

Namun, Lea tetap masuk ke air tanpa sepatah kata.

Airnya sebenarnya tidak dalam, hanya sampai atas lutut.

Namun, karena musim dingin, airnya luar biasa dingin. Setiap langkah seperti berjalan di atas pisau.

Kondisi tubuh Lea memang sudah lemah. Jadi, makin lama dia mencari, tubuhnya mulai gemetar.

Aaron hanya melihatnya sebentar, lalu balik badan dan berkata, "Kalau nggak ketemu, besok jangan datang lagi."

Setelah itu, Aaron pun pergi bersama Chloe.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 25

    Satu keluarga itu berkendara ke utara. Masih ada waktu sebelum hari pernikahan, jadi mereka sambil berjalan sambil berwisata. Saat kuliah dulu, Lea sangat iri pada teman-teman yang bisa bepergian ke mana-mana karena sebagai anak yatim piatu, ia hanya bisa bertahan hidup dengan susah payah.Walaupun hubungannya dengan Maybell sangat baik, Lea tetap merasa tidak enak hati menerima ajakan jalan-jalan yang sepenuhnya ditanggung orang lain.Kondisi tubuh Lea sudah pulih dengan baik. Saat melewati provinsi yang terkenal dengan pegunungan, Berg juga mengajak Seline dan dia mendaki gunung. Walaupun prosesnya sangat melelahkan, tetapi ketika berdiri di puncak, mereka merasa sangat lega dan lapang.Rasanya seperti kehidupan baru yang dijalaninya selama setengah tahun terakhir.Setelah tiba di ibu kota, Brielle dengan antusias menjemput mereka ke vila kecil yang mereka beli dengan cara mencicil. Selama beberapa tahun terakhir, Gino bekerja sebagai sales di perusahaan Aaron dan kariernya berkemban

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 24

    "Belum secepat itu. Dokter menyarankan agar aku tetap tinggal di ibu kota selama setengah bulan lagi. Kalau hasil pemeriksaan ulang nggak ada masalah, barulah bisa dibilang sembuh."Aaron mengangguk pelan.Tatapan Aaron terus jatuh di wajah Lea, seolah tidak pernah merasa bosan melihatnya. Ia menatap dengan ekspresi sedih dan murung, seakan ingin mengukir wajah itu dalam-dalam. Lea mengulurkan tangan, menarik tangan Aaron yang mengenakan jam, lalu perlahan membuka pengaitnya dan memandangi luka yang mengerikan itu.Seakan sisi dirinya yang paling buruk terbuka di hadapan gadis itu. Pada saat itu, Aaron justru merasa takut. Aaron ingin menarik kembali tangannya, tetapi Lea menggenggam erat pergelangannya. Tatapan matanya terasa nyata, panasnya seolah membakar sampai ke tulang."Kenapa kamu melakukan ini?""Karena aku membenci diriku sendiri," ucap Aaron lirih. "Kalau bukan karena aku, selama ini kamu nggak akan menderita sebanyak ini."Lea tersenyum dan melepaskan genggamannya."Aaron,

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 23

    Kakak perempuan Berg dulu meninggalkan posisinya yang dengan susah payah ia raih tanpa ragu sedikit pun, lalu pergi bergabung dengan militer dan menjadi dokter tentara. Ia tidak peduli meski harus memutuskan hubungan dengan keluarganya. Brielle selalu menganggap kakaknya sangat berani, jadi ketika mendengar kabar kematian sang kakak, Brielle merasa sedih untuk waktu yang cukup lama."Kakakku memilih jadi dokter tentara karena suaminya adalah seorang tentara. Seline adalah anak mereka. Nggak lama setelah suaminya meninggal, Seline pun dititipkan padaku."Barulah sekarang Brielle tahu kebenarannya. Mendengar kisah seberat itu membuat hatinya ikut sedih. Ia melirik ke arah Seline yang sedang diam berbaring di samping Lea di ruang rawat."Sekarang, Lea sudah merawat Seline dengan sangat baik, bukan?" Berg tersenyum ringan. "Nggak perlu merasa kasihan padanya. Sekarang, dia sudah punya ibu yang sangat baik dan ke depannya juga akan punya ayah yang baik, yaitu aku. Meskipun Seline mungkin su

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 22

    Brielle memandang sisi rapuh yang diperlihatkan oleh Aaron dengan bingung. Entah kenapa, dia benar-benar tidak ingin melihat Aaron yang begitu sedih dan putus asa. Dia terdiam sejenak, lalu berkata, "Mungkin kata-kataku ini agak lancang, Pak Aaron, tapi apa Anda pernah berpikir untuk menjelaskan semuanya dengan baik pada Kak Lea? Apa mungkin Seline adalah anak Anda?""Bukan." Aaron tersenyum pahit dan menggelengkan kepala. "Andai saja memang begitu."Brielle masih terlalu muda. Dia tidak bisa memahami betapa dalamnya penderitaan dan penyesalan yang tersembunyi di balik helaan napas itu, penyesalan yang akan dibawa Aaron sepanjang hidupnya dan yang takkan pernah bisa dia maafkan pada dirinya sendiri."Patah tulang," ucap dokter setelah membuat diagnosa awal terhadap cedera Aaron, lalu melirik wajahnya. "Kamu masih demam, ya?"Dokter mengulurkan tangan untuk meraba dahinya, tetapi Aaron dengan sopan menahan tangan itu. Dia tahu demamnya disebabkan oleh penyalahgunaan obat dini hari tadi

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 21

    "Kak!" Terdengar teriakan panik Brielle dari arah tangga. Suaranya bergetar seperti sedang menangis. Dia berlari sambil menggendong Seline yang jelas-jelas sudah pingsan. "Kak, Seline tiba-tiba pingsan!""Tenang," kata Berg dalam hati meski pikirannya kosong. Dia menatap Brielle yang kehabisan tenaga sampai berlutut di depannya serta Seline yang wajahnya merah dan tidak sadarkan diri, sambil terus mengulang dalam hati, "Aku harus tetap tenang."Aaron sepertinya memang belum pergi dari sekitar situ. Begitu mendengar teriakan Brielle, dia langsung berjongkok dan memperhatikan wajah Seline yang merah padam. "Brielle? Jangan menangis! Ini rumah sakit. Ayo, ikut aku ke bagian IGD!""Brielle." Berg membuka pakaian bagian perut Seline dan melihat ruam merah besar di sana. Tiba-tiba dia sadar. "Kamu tadi ajak Seline makan apa?"Kakak perempuan Berg memiliki riwayat alergi, tetapi sebelumnya Seline tidak pernah menunjukkan gejala alergi terhadap apa pun. Karena itu, Berg dan Lea tidak terlalu w

  • Biarlah Kita Berakhir di Sini   Bab 20

    Semalam, Aaron bermimpi buruk. Mimpi yang terasa sangat tidak menguntungkan. Saat cahaya pagi baru mulai muncul, dia pun terbangun. Di luar jendela dinginnya seperti sedang melewati zaman es, suhu musim hujan yang puluhan derajat di bawah nol. Dia membuka jendela, membiarkan hujan jatuh membasahi dirinya tanpa ampun.Seolah-olah itu adalah bentuk hukuman untuk dirinya sendiri.Aaron sangat iri pada Berg. Berg bisa berdiri di sisi Lea dengan terang-terangan, menemaninya melewati berbagai masa sulit, dan membesarkan seorang anak yang manis dan menggemaskan bersama. Itu adalah impian yang sangat dia dambakan saat masih muda, tetapi sekarang sudah mustahil terwujud.Dalam mimpinya, bibir lembut yang pernah Aaron cium berkali-kali, kini mengucapkan kata-kata dingin dan penuh penolakan."Aaron, kamu mau membuatku mati untuk kedua kalinya, ya? Kalau kamu mendekat lagi, aku nggak akan menjalani operasi ini.""Seperti keinginanmu, aku akan mati sekali lagi di depanmu."Wajah Aaron tampak pucat.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status