Bab 1
[Bang, semua uangnya 100 juta untuk biaya pelaminan dan konsumsi, dan untuk bikin seragam couple.] begitulah isi pesan, yang di kirim oleh Gita, adik iparku. Tak sengaja aku membacanya di ponsel suamiku, pada chat WA. Gita memang akan menikah, Ibu mertuaku meminta bantuan biaya pernikahan pada suamiku yaitu kakak kandung Gita. Aku menyetujuinya, sesuai kesepakatan dengan Bang Raka, kami akan memberi 20 juta itu pun hasil tabungan simpananku dari menulis di platform online. Setelah membaca pesan itu, aku menunggu Bang Raka pulang, karena dia masih indoapril untuk membeli sabun cuci muka dan pulsa. Aku harus bilang pada Bang Raka, jika aku tidak mau memberi sebanyak itu untuk pernikahan adiknya. 15 menit kemudian, Bang Raka tiba di rumah. Aku memberikan ponsel padanya dan meminta ia membaca pesan dari Gita. "100 juta? Dari mana kita uang sebanyak ini," ujar Bang Rafa, dan mengernyitkan dahinya saat membaca pesan itu. "Aku tidak mau Bang, jika sebanyak itu bilang pada Ibu dan adikmu!" aku meninggalkan Bang Raka yang masih termangu.**"Bang, aku ke rumah Rani dulu ya. Mau ambil baju yang ku jahit di tempat dia," ucapku pada Bang Raka, yang sedang asik menonton tv."Iya Far, hati-hati..." jawab Bang Raka. Aku pun pergi menggunakan sepeda motor kerumah Rani, untuk mengambil gamis yang ku jahit padanya. "Kamu gak jahit baju seragam couple di sini Git?" tanya Hani, teman Gita. Ternyata mereka sedang di sini juga, aku mengurungkan niat untuk masuk dan masih di balik pintu dengan sedikit mengintip tampak Mbak Rani juga tidak ada di dalam mereka hanya berdua. "Enggak lah Han, aku mau jahit seragam couple pernikahanku pada Designer yang terkenal di kota ini!" jawab Gita dengan pongah."Wah, pasti bagus banget seragam couple kalian nanti," "Tentu! Aku akan mengalahkan pestanya pernikahannya si Anna, karena resepsiku nanti lebih mewah. Gaun pengantinku saja khusus di rancang hanya untukku bukan sewaan!" ujar Gita. "Gak sabar deh lihat pernikahanmu nanti, oiya mbak iparmu Farah kamu sertakan tidak untuk baju couple?" tanya Hani, aku tahu dia sengaja bertanya seperti itu karena keluarga Bang Raka tak menyukaiku terutama Ibu dan Gita. "Enggaklah! Dia biar pakai baju yang dia punya, gak sudi mengajaknya untuk bikin seragam Couple. Dia itu kan norak banget," ujar Gita dan mereka berdua tertawa. Jadi mereka suka menggunjingku. "Mbak Farah, kenapa gak masuk?" Mbak Rani sudah ada di depanku, dan mengagetkan diriku."Iya Mbak, baru aja sampai!" jawabku. Mbak Rani mempersilahkanku untuk masuk, Gita dan Hani menatapku, mereka sedikit kikuk mungkin takut jika aku mendengar percakapan mereka barusan. Padahal memang aku sudah mendengarnya. "Mau ambil gamis ya Mbak," ujar Mbak Rani dan mengambil sebuah gamis di lemari kaca dan memasukkannya kedalam kantong kresek. "150 ribu," ujar Mbak Rani dan menyerahkannya padaku. Aku mengambil dompet dan membayarnya."Lihat deh, gamisnya aja murah!" bisik Gita pada Hani yang masih bisa ku dengar.Aku tak peduli dan pamit pergi dari situ. "Mbak Hani sebentar saya ambilkan bajunya," ujar Mbak Rani saat aku akan keluar dari rumahnya. **Sangat kesal aku, saat bertemu Gita. Sungguh sangat sombong! "Assalamualaikum..," aku mengucap salam saat baru masuk kedalam rumah, ternyata sudah ada Ibu mertuaku di ruang tamu bersama Bang Raka. "Kebetulan kamu sudah pulang Far, Ibu mau bicara sama kamu," ujar Bang Raka memintaku untuk bergabung. "Ada apa Bu?" tanyaku pada Ibu mertuaku. "Jadi gini, kalian pasti tahu lah ya, karena Gita juga sudah mengirim pesan tadi. Jadi uang yang harus kalian sumbang itu 100 juta untuk pernikahan Gita nanti!" ucap Ibu mertua dengan entengnya. "Maaf bu, aku tidak bisa!" jawabku, tentu saja gampang sekali meminta uang 100 juta pada kami. "Loh, gimana ini sudah bagian Raka. Semua saudaranya juga memberi sumbangan untuk pernikahan ini," Ibu mertuaku yang bernama Retno itu, menatapku tajam."Terlalu banyak untuk kami Bu, yang lain juga tidak 100 juta bukan?" aku tetap tidak mau."Raka, Ibu tidak mau tahu kamu harus memberi 100 juta! Semua keputusan ada padamu, bukan Farah!" tatap Ibu mertua nyalang padaku. Aku menggeleng dan menatap Bang Raka, semoga dia tidak menuruti kemauan Ibu. "Ibu tunggu besok uangnya!" Ibu mertuaku berlalu keluar, kebetulan rumah kami memang tidak terlalu jauh. "Far, tolong kamu berikan uang 100 juta pada Ibuku. Kamu kan punya simpanan!" Bang Raka sepertinya memihak pada ibunya. "Tidak Bang, aku tidak mau. Kenapa harus mengadakan resepsi mewah jika tidak mampu!" "Gita anak bungsu, dia juga kebanggaan Ayah dan Ibu. Karena bisa berkuliah, jadi kami harus membuat spesial pernikahannya," jawab Bang Raka."Tidak mau Bang! Mau spesial atau tidak. Jika menyusahkan sama saja pembuat masalah," aku berlalu ke dalam kamar, percuma berdebat dengan Bang Raka yang selalu membela keluarganya itu. Ponsel Bang Raka bergetar diatas kasur, kebetulan dia jarang membawa ponsel kemana-mana. Aku penasaran dengan cepat membukanya, dan Gita yang kembali mengirim pesan.[Jangan Abang buat resepsiku gagal, Mbak Farah itu banya uang simpanan, apa salahnya beri keluarga kita 100 juta. Jika Abang tidak mau bantu, Gita tak akan menganggap Abang lagi bagian keluarga ini!] pesan ini bernada ancaman, yang di kirim untuk Abangnya sendiri. Keterlaluan mereka, aku harus melindungi tabunganku di rekening mereka tak akan bisa memaksaku untuk mengambilnya.Mengganti PINAku sengaja tidak menghapus pesan itu, ingin melihat respon Bang Raka. Jika dia masih membela keluarganya dan mengikuti tekak mereka, apakah rumah tangga ini harus ku korbankan. Kami menikah sudah 2 tahun, dan belum mempunyai anak. Dulu awal menikah mereka baik-baik saja denganku, Bang Raka juga rutin memberi ibunya uang 2 juta perbulan dari gajinya, namun lama kelamaan Ibu tidak mau di beri 2 juta tapi dia meminta 3 juta untuknya. Akhirnya bagian Ibu menjadi 3 juta aku lagi-lagi harus mengalah, karena itu aku mencari pekerjaan sampingan dengan menulis novel hingga mendapatkan hasil yang lumayan. Ibu juga pernah bilang jika aku harus bekerja agar tak membebani anaknya, dan kini aku punya penghasilan dia pun ingin ikut menikmati.Dengan hanya bermodal gawai, aku mengetik cerita hingga berpenghasilan. Tentu saja Bang Raka tahu karena aku bercerita padanya. Tapi Bang Raka tak mengetahui berapa jumlah tabunganku saat itu, hingga tak sengaja saat ia meminjam M-Banking ku da
Panik lah!Aku sedikit lega, karena telah melakukan rencana pertama. Dan kini berniat untuk segera pulang ke rumah, tapi sebelum itu aku ingin mampir dulu ke supermarket untuk membeli bahan makanan yang telah habis. Setelah puas berbelanja, aku pulang. Dengan membawa belanjaan yang lumayan banyak. Pintu rumah terbuka, ternyata Bang Raka baru saja pulang dari kantornya. Ia sedang melepas sepatu. "Kamu habis belanja Far?" tanya Bang Raka. "Iya Bang, lihat sendiri kan ini barang belanjaanku," jawabku dan berlalu ke dapur. Aku meletakkan kantung belanjaan di lantai, dan mulai mengeluarkan nya untuk di taruh pada tempatnya."Far, Ibu minta nanti kita datang kerumahnya," ujar Bang Raka, yang menyusulku ke dapur. "Iya Bang," hanya itu jawabku. "Kamu udah siapin semua kan?" tanya Bang Raka."Maksudnya Bang?" jawabku dan masih sibuk menata belanjaan. "Uang itu! Kita harus memberikannya malam ini juga," "Lihat aja nanti!" sahutku."Aku gak mau kecewain keluargaku Far, jadi kamu tolong
Harusnya Sadar Diri"Farah, sudah berani kamu melaw*n pada ibu? cerca Ibu mertuaku seakan tersak*ti oleh ucapanku barusan. "Menantu macam apa kamu! Selama ini telah dinafkahi oleh Raka, dan sekarang kami hanya ingin meminta uang sejumlah itu, tapi kamu tak mau memberikannya padahal ini untuk membahagiakan adik kandung suamimu!" ujar Ibu lagi. "Jika Bang Raka menafkahiku itu adalah kewajibannya sebagai suami. Jadi Ibu keliru jika mengungkit hal itu," soal nafkah pun di mengungkit, itu sudah kewajiban seorang suami bukan. Apakah karena rasa benc*nya padaku, membuat Ibu tidak tahu hal yang benar dan wajib. Aku lelah dengan keadaan ini, dan menghadapi sifat mereka yang tidak masuk akal."Lihat Raka, istrimu ini semenjak mempunyai penghasilan sendiri, kini dia sudah mulai berani melawan Ibu. Dan berani menentang dirimu!" Ibu mengusap dadanya, seakan ingin memangis. Pandai sekali mengambil simpati!"Aku tidak mau lagi diam dan menuruti apa permintaan kalian yang merugikan!" ucapku."Diam
Rencana Raka"Ngelunjak banget ya kamu Mbak..! Baru penghasilan segitu aja udah sombong!" desis Gita kesal dan nafasnya memburu. "Begitukah menurutmu? Terserah apa anggapanmu. Terserah kalian mau beli apa saja, tapi jangan meminta yang dariku!" Aku berlalu meninggalkan mereka di ruang tamu, Sedikitpun aku tidak akan sudi lagi memberikan uang pada keluarga Bang Raka.Bang Raka menghampiriku yang kini ada di kamar."Cepat beritahu aku, di mana kamu sembunyikan uangmu itu? Bagaimana bisa uang ratusan juta itu sudah tidak ada di m-banking mu?" ujar Bang Raka padaku."Itu bukan urusanmu Bang, kamu tahu bukan jika uang istri adalah milik istri, uang suami adalah milik suami dan istri. Jadi kamu tidak berhak mempertanyakan ke mana uangku itu," "Farah kamu mulai melawan ya denganku..!" bentak nya. "Kenapa Bang? Kamu ingin aku terus diinjak oleh keluargamu dan semena-mena di mana kamu?,Apakah kamu pernah membela ku disaat aku disudutkan, diperlakukan tidak adil selama ini. Buka matamu Ban
Setelah mendapat telepon dari Bang Raka, aku pamit pulang pada Ibu. "Far, setelah urusanmu selesai kembalilah kerumah ini." ujar Ibu, saat aku akan pamit untuk kembali. "Ibu tenang saja, Farah akan kembali..," Aku dan Dara kembali menuju rumah, bagaimana pun aku harus bisa membalik nama sertifikat atas namaku. Agar Bang Raka tidak mempunyai apapun lagi, sebelum semua di kuasai oleh keluarganya. "Far, kamu tenang aja jika Raka mencari sertifikat nya bilang saja tidak tahu," ujar Dara saat kami di perjalanan pulang."Siap, aku tidak akan mengalah kali ini dan merasa kasihan!" jawabku.**"Farah..! Kamu dari mana saja?" tanya Bang Raka, saat aku baru saja masuk dan lewat di hadapannya. "Beli pulsa Bang," jawabku sekenanya. "Kamu tahu tidak di mana letak sertifikat rumah kita?" pertanyaan Bang Raka kali ini, membuatku meneguk saliva dan menghampirinya. "Sertifikat rumah? Untuk apa Bang?" cercaku."Emmhh.. Abang mau jamin kan sertifikat rumah kita pada Bank. Kamu kan tidak mau membe
PoV FarahSore itu, pintu rumahku digedor-gedor.Aku mendengar teriakan Ibu memanggil namaku dengan luapan kemarahan."Farah cepat keluar kamu..!" teriaknya.Aku keluar dengan santai, pasti dia akan marah karena uang itu."Ibu, ada apa?" ucapku saat membuka pintu."Masih bisa ya kamu berlagak santai, sedangkan kamu telah mencuri uang anak saya!""Mencuri? Aku tidak mencuri Bu.Apa maksud ibu sih!" jawab ku tersenyum. "Kamu telah mencuri uang Raka bukan! Dan kamu transfer ke rekening sendiri, apa uangmu itu masih kurang banyak sehingga kamu mencuri uang anak saya!" cerca Ibu."Oh itu sih uang nafkah untukku, aku kan masih istri Bang Raka. Jadi bang Raka masih wajib menafkahiku, tentu aku tidak mencuri dong!" jawabku santai.Ibu tampak semakin geram dengan jawabanku itu"Kembalikan uang Raka sekarang juga sebelum kesabaran Ibu habis. Gita butuh uang itu, cepat kembalikan!" "Kembalikan? Aduh Bu maaf ya uangnya udah ku beliin smartphone baru tadi," ujarku.Kebetulan uang tadi memang bar
Kecerdikan Farah"Ya sudah Mbak, saya kasih nomor ini coba Mbak tagih ke dia!" ucap kita pada MUA itu.Gita mencoba memberikan nomor Farah untuk dihubungi oleh Cindy."Ini nomor siapa? Kenapa saya harus menagih padanya," tanya Cindy"Itu nomor kakak ipar saya Mbak, dia yang akan membayar semuanya!" jawab Gita."Tidak, saya tidak mau urusan saya dengan kalian bukan dengan dia. Jika memang dia akan membayar kalian saja yang menagih kenapa harus saya..!" ketus Cindy. "Udah Mbak, coba hubungi aja dulu," pinta Gita, berharap Cindy mau agar dia menagih pada Farah saja."Tidak mau, saya tidak ingin menambah masalah dengan orang yang tidak saya kenal. Kalian yang harus bertanggung jawab!" elak Cindy. "Ya sudah gini aja, saya kasih uang 1 juta dan handphone ini beserta KTP saya untuk saya titipkan pada kalian," saran Gita. "Ponsel ini aja dijual 2 juta belum tentu laku!" ucap sang fotografer bernama Angga."Saya janji besok akan saya bayar, jadi saya titip ini dulu ya," Gita memohon. "Mas
~PoV Farah"Farah, buka pintunya Farah!" Bang Raka menggedor pintu.Abang minta maaf Farah, Abang akan berubah, nggak akan lagi menuruti permintaan ibu dan Gita! Kita bisa berbaikan lagi Far, jangan giniin Abang!" Itulah kata-kata yang diucapkan oleh Bang Raka, aku mendengarkan nya di sebalik pintu. Ia meminta maaf, apalagi yang akan dilakukan oleh Bang Raka. Aku tidak yakin jika dia berubah sepenuhnya. "Farah, Abang janji nggak akan maksa kamu buat memberi uang untuk Ibu, tolong bukain pintu Far, Abang mau masuk..," pinta Bang Raka. Apa aku buka saja pintunya, kasihan juga sih Bang Raka yang di manfaatin keluarganya sampai seperti itu.Klekk..! Pintu terbuka.Bang Raka bersimpuh di kakiku "Maafin Abang Far, udah salah menuruti semua permintaan Gita. Izinin Abang masuk," Bang Raka kini menangis memohon untuk masuk."Baiklah, Abang boleh masuk. Tapi kalau Abang gak berubah harus siap pergi dari sini!' ucapku, tak ada maaf untuk kedua kali. "Iya Far, Abang janji makasih," Bang Raka