Esok hari telah tiba, hari yang ditunggu-tunggu semua manusia di bumi ini--hari Minggu. Hari di mana orang-orang bisa istirahat sejenak melepas penat atau hanya sekadar berkumpul dengan keluarga. Hari Minggu seakan menjadi hari kebahagiaan Misell. Ia hanya akan tertidur di kamar seharian tanpa peduli apa pun selain kasur dan selimut kesayangannya. mama dan papanya sudah paham betul watak anaknya itu.
TING! TONG!
Bel rumah Misell berbunyi setelah ada seseorang yang memencetnya. Wulan segera beranjak dari aktivitasnya di dapur untuk mengecek siapa yang berkunjung pagi-pagi di hari Minggu. "Eh, Bian! Nyari Misell, ya? Mau ke mana pagi-pagi begini?" tanya Wulan, saat tahu Bian yang datang.
"Iya Tante, mau ngajak jogging di taman kompleks perumahan sebelah."
"Eh, tapi kayaknya Misell masih molor deh, emang kebiasaan tuh anak kalau hari Minggu. Kamu langsung naik aja ya Bian, ke kamar Misell. Bangunin sendiri, Tante mah udah nyerah ngebangunin," kata Wulan panjang lebar mengeluhkan putrinya itu.
"Iya, Tante Wulan, kalau gitu, Bian permisi ke atas dulu ya," pamit Bian pada Wulan.
Setibanya di depan kamar Misell, Bian langsung membuka pintu kamar Misell tanpa mengetuk pintu atau segala macam. Hal itu sudah biasa ia lakukan sejak dulu karena saking seringnya ia harus membangunkan Misell yang suka molor saat ada janji. Namun, untuk jogging hari ini, Bian memang tidak merencanakan sebelumnya. Ia berniat untuk mengetes apakah sahabatnya itu sudah tobat. Namun, kenyataannya Misell tetaplah Misell. Ia tidak akan berubah secepat itu.
"Misell! Bangun woi, molor mulu. Ayo jogging!" teriak Bian membangunkan Misell.
Yang dibangunkan hanya mengubah posisi tidurnya tanpa membuka matanya sedetik pun. Tak menyerah, Bian melakukan segala macam cara untuk membangunkan Misell. Namun hasilnya tetap sama, Misell tetap pada posisinya. Entah mimpi apa dia kali ini sampai sulit sekali dibangunkan, apakah kali ini ia menjadi gurita lagi? Atau dia malah menjadi ikan pari? Entahlah, mungkin nanti atau besok, Misell pasti akan menceritakannya pada Bian.
Setelah waktu berlalu, Bian akhirnya menyerah daripada ia harus kesiangan untuk jogging demi menunggu Misell bangun. Bian meninggalkan kamar Misell, dan segera pamit untuk memutuskan jogging sendirian di taman kompleks perumahan sebelah. Bukannya ia tidak punya sahabat lain selain Misell, di kelasnya ia memiliki dua sahabat yang selalu ada kapanpun Bian inginkan. Namun, kelakuan mereka berdua selalu membuat Bian geleng-geleng kepala.
Tama dan Arya adalah dua sahabat yang memiliki kebiasaan konyol yaitu mengumpulkan bolpoin anak sekelas yang tintanya sudah habis. Bian heran apa yang dilakukannya itu sama sekali tidak ada faedahnya. Dijual pun sepertinya tidak ada yang berminat. Namun, sekonyol apa mereka berdua, jika Bian membutuhkan bantuan, Tama dan Arya siap membantu dengan saran-sarannya yang masuk akal. Namun, acara jogging ini memang tanpa ia rencanakan sebelumnya. Jadi, ia akan tetap jogging sendiri daripada harus kembali lagi ke rumah dan membatalkan niatnya. Toh, baginya tidak ada teman yang menemani, tidak akan jadi penghambat untuk hidup sehat.
*****
Jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Misell baru saja membuka matanya dan turun ke bawah, untuk sekedar menyapa Mama dan Papanya yang pasti sekarang ada di halaman belakang rumah. Sebenarnya, Misell memiliki kakak laki-laki bernama Reihan yang sedang kuliah di Malang dan harus ngekos. Akhirnya, ia seakan-akan menjadi anak tunggal, karena hanya dia anak yang saat ini di rumah.
"Pagi Ma, Pa! Kok, udah seger aja pagi-pagi?" sapa Misell tersenyum kepada orang tuanya.
"Kamu aja Sell, yang bangunnya kesiangan. Tadi Bian ke sini, udah bangunin kamu juga, tapi kamu tetep nggak bangun. Emang dasar ya kamu itu!" omel Wulan panjang lebar.
"Hah? Serius, Ma? Kok, Bian nggak bilang apa-apa sebelumnya? Emangnya, mau ke mana?" tanya Misell tidak sabaran.
"Katanya tadi mau jogging. Tapi pas ngajak kamu, kamu masih tidur dan nggak bisa dibangunin, akhirnya dia jogging sendiri, deh," jawab Mama Misell.
"Yaah, sayang banget! Aku ke atas dulu ya, mau telepon Bian dulu. Bye Ma, Pa, have fun!" seru Misell dengan langkah kaki yang sudah berjalan menuju kamarnya.
Mama, Papa Misell hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah putrinya itu.
Sesampainya Misell di kamar, ia langsung mengambil handphone-nya di meja kecil samping tempat tidurnya. Segera, ia langsung menuju menu WhatsApp dan mencari nama Bian di sana. Ia berniat untuk mengirimkan chat terlebih dahulu ke Bian.
Misellia
Biiiii
Tadi kamu ke sini yaa?
Maaf baru bangunn:( hehe
Masih di sana nggak?
Sudah tiga menit berlalu sejak mengirim chat-nya ke Bian, tetapi belum ada balasan dan centang masih berwarna abu-abu. Ketidaksabaran Misell membuatnya segera menekan tombol calling untuk menelpon Bian.
"Halo, ada apa, Sell? Udah bangun?" balas seseorang di seberang sana.
"Maafin aku Bian, aku baru bangun. Kamu, sih, nggak ngebangunin aku tadi." Misell memasang wajah melas yang sebenarnya sia-sia, karena Bian juga tidak akan bisa melihatnya.
"Eh, aku tadi udah ngebangunin kamu Sell. Andai aja, di kamarmu ada CCTV-nya, bisa kamu liat betapa susahnya aku ngebangunin kamu tapi nggak bangun-bangun," omel Bian panjang lebar di seberang sana.
"Hehe ya maaf, kan, aku emang susah bangun di hari Minggu. Lagian kenapa, sih, nggak bilang dulu sebelumnya. By the way, masih di sana nggak, Bi?" tanya Misell di telepon.
"Iya, nih, masih, tapi udah selesai jogging, sih. Kenapa emangnya? Mau ke sini?"
"Nggak deh, aku belum mandi. Aku titip bubur ayam aja ya, sahabatku tersayang. Aku tahu kamu baik banget," kata Misell dengan nada merayu.
"Dih apa-apaan, nggak mau! Males banget, orang aku juga bentar lagi balik.”
"Yah, Bian Please! Bian! Bian! Bian!" teriak Misell setelah tahu bahwa teleponnya diputuskan sepihak oleh Bian.
"Dasar, punya sahabat nggak ada gunanya! Awas aja kalau besok ketemu," Misell mengomel sendiri di depan handphone-nya.
Di tempat lain, Bian bukannya pulang tapi ia justru berjalan ke arah penjual bubur ayam langganannya. "Mang, bubur ayam komplit dua porsi ya, dibungkus," ucap Bian pada penjual bubur ayam tersebut.
"Eh, Bian! Sendirian aja nih? Biasanya sama Misell. Kenapa? Lagi berantem?" tanya penjual bubur ayam tersebut.
"Enggak kok Mang, Misell tadi belum bangun. Jadi, ya udah deh, aku ke sini sendiri," jawab Bian dengan menampilkan senyum manisnya yang tidak pernah ketinggalan itu.
Bukan Bian namanya jika ia akan cuek dengan Misell. Tidak akan bisa rasanya kalau ia harus marah pada Misell. Apa pun keinginan Misell, ia akan menurutinya. Bian rasa, itulah bentuk kepeduliannya pada Misell, perempuan yang paling ia sayangi setelah mamanya.
*****
"Lo kenapa, sih, Sell? Semenjak bangun tidur tadi lo ngelamun terus." Erika menatap Misell yang sedang duduk di depannya.Saat ini mereka berada di ruang makan asrama untuk sarapan. Sepuluh menit lagi, kelas Misell akan dimulai. Namun, hingga saat ini ia masih saja terdiam dengan tatapan kosong.Misell menggeleng dan tak lupa ia menampilkan senyum palsunya."Mimpi buruk?" tebak Erika tepat sasaran.Misell mendongak menatap Erika, lalu bertanya, "Hmm... mungkin. Pertanda baik atau buruk, ya?"Erika tersenyum penuh makna. "Pasti baik, kok. Berdoa aja."Misell mengangguk dan kembali menyendok makanannya walau sebenarnya
Tiga hari telah berlalu, Bian menjadi pribadi yang kehilangan semangat untuk kesekian kali. Ia membiarkan penelitiannya teronggok di pojok meja belajar, tanpa ia sentuh sedikit pun semenjak mendapatkan kabar jika Misell datang ke kampusnya dan berujung salah paham.Tatapan Bian mengarah pada sebuah foto yang terpajang di atas tempat tidurnya—foto Bian dan Misell—yang diambil sekitar lima tahun lalu saat mereka sedangstudy tourke Bali.Bian terdiam sejenak, sembari terus menatap foto itu.Gue harus ke Berlin!Setelah beberapa hari Bian bergelut dengan pikirannya, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kuliahnya sejenak untuk pergi menyusul Misell.Keputusan paling gila yang pernah ia am
Seorang lelaki tengah berkutat dengan laptop dan beberapa lembarpaper-nya. Kantung matanya sudah semakin tebal dan menghitam karena beberapa hari ini Bian harus fokus mengerjakan penelitian. Bahkan, ia lupa meletakkanhandphone-nya di mana.Pada semester ini, ia sudah tak lagi di kampus seharian penuh karena siang hari Bian sudah pulang. Namun, adanya beban berupa penelitian, membuatnya begitu sibuk hingga menganggap penelitian adalah hidup dan matinya.Bian tiba-tiba teringat beberapa tahun yang lalu, saat Misell mengatakan ia akan pulang di tahun ketiga. Bian baru sadar, jika ini adalah tahun di mana Misell akan berjanji pulang. Tapi kapan tepatnya?Bian menjadi orang yang terlalu serius dengan kehidupan perkuliahan, hingga melupakan semua hal—terma
Bian, aku akan cerita tentang hari ini. Aku akan pulang. Sopir yang mengantarkanku ke bandara sedang memutar lagu yang aku tak tahu apa judulnya bahkan artinya. Lagunya berbahasa Jerman. Sudah tiga tahun di sini tapi aku belum mahir bahasa Jerman. Ah, mungkin aku terlalu mencintai Indonesia.Jalan menuju bandara sangat lancar. Semesta seakan memberi aku izin untuk menemuimu di waktu yang tepat. Semoga kali ini kita tak lagi menyalahkan waktu yang salah, ya?Aku akan bertemu denganmu. Aku akan mencari semua jawaban atas pertanyaanku selama ini. Jika jawabannya tak sesuai keinginanku sekalipun akan aku terima, karena aku hanya ingin bertemu denganmu.Seminggu semoga cukup ya untuk kita bertemu? Ya walaupun, aku tidak yakin akan cukup karena kantong rasa rin
Seorang gadis baru saja menutup buku hariannya. Rutinitas yang ia lakukan sehari-hari itu, sudah menjadi hal wajib untuk dilakukan selama di Berlin.Berulang kali Misell berharap jika tiba-tiba lelaki itu datang dan menghapus mimpi buruknya selama hampir dua tahun ini. Namun nyatanya, semua tetap sama. Hadirnya selalu semu.Kini tangannya beralih memegang sebuah spidol dan meraih kalender yang ia letakkan di sudut meja belajarnya. Misell mengarahkan spidol tersebut untuk membentuk tanda silang pada tanggal di hari itu.Ia tersenyum.Empat bulan lagi,batinnya.Gadis itu tersentak saathandphone-nya tiba-tiba berbunyi. Lagi-lagi ia tersenyum, karena telepon dari Salsa. Mungkin sahabatnya itu ada kabar s
Jam telah menunjukkan pukul dua dini hari. Lelaki ini baru menyelesaikan laporan praktikumnya yang tertunda, karena ia menemani Karin berkeliling naikmigo.Namun, Bian juga tidak akan protes karena ia juga menikmatinya. Sudah lama ia tidak mendapat hiburan dan hanya fokus dengan kehidupan kampus.Benda pipih yang ia letakkan di sampingnya baru saja bergetar. Tangannya bergerak mengambil dan melihat siapa pengirimnya. Ternyata,chatdari Karin. Gadis itu masih belum tidur, karena ia mungkin juga baru menyelesaikan laporannya.KarinBian, lo udah selesai 'kan? Gue khawatir nih, soalnya lo nggak punya pengalaman buat SKS. Takut lo kewalahan😋Bian berdecak pelan, lalu memba