Share

Kecewa Pada Arfan

Author: Nabila Gemoy
last update Huling Na-update: 2023-02-18 19:03:25

Hari itu aku benar-benar kecewa pada Mas Arfan. Dia berani membohongiku, jika dia sudah tidak mencintaiku lebih baik pisah saja. Aku punya hati yang bisa merasakan sakit dan kecewa.

Berkali-kali Mas Arfan menelfon namun ponsel sengaja aku silent. Aku ingin fokus bekerja karena jika nanti aku bercerai aku masih bisa menafkahi Kiara.

Satu jam kemudian Ana malah datang ke kantorku. Entah apa maksudnya datang ke kantor.

"Mbak Kinan, maafkan saya lancang kemari," kata Ana.

"Maaf Ana, jika ini masalah Mas Arfan lebih baik kamu bicarakan di rumah saja. Kedatangan kamu ke sini hanya mempermalukanku saja. Apa kamu senang karyawan lain menggunjingkan kita?" tanyaku.

"Maaf, Mbak. Saya hanya mengantar makan siang ini sesuai perintah Mas Arfan," jawab Ana menaruh kotak makan di mejaku.

Setelah itu Ana pergi, aku benar-benar kesal dengan sikap Ana dan Mas Arfan. Mereka tidak pernah mengerti aku. Mereka hanya terlalu egois.

Sore itu aku pulang tak ku lihat Ana dan Mas Arfan juga Kiara.

"Bik, di mana Kiara?" tanyaku.

"Non Kiara jalan-jalan ke taman dengan Bapak dan Bu Ana, Bu," jawab Bik Mina.

Lagi-lagi mereka pergi tanpa aku. Aku segera mandi dan membantu Bibik di dapur.

"Loh, Bik udah jam segini kok belum masak," kataku heran. Biasanya pembantuku itu jam segitu sudah masak di dapur.

"Kata Bapak makan di luar, Non. Jadi Bibik gak masak," balas Bik Mina.

Aku mengambil ponselku yang berada di tas. Ada pesan dari Mas Arfan, dia bilang akan langsung pergi ke resto dan aku disuruh menyusul.

"Jahat kamu Mas Arfan, jika kamu anggap aku istrimu harusnya aku kamu jemput dan kita pergi sama-sama," gerutuku.

Selepas salat magrib berjamaah dengan Bik Mina aku berangkat menyusul mereka. Aku tidak mau jika suamiku kesenangan karena aku tidak datang.

Sampai di resto, aku melihat Ana dan Kiara sudah duduk di kursi. Sementara Mas Arfan entah kemana.

"Maaf tadi salat dulu," kataku. "Kalian sudah salat?" tanyaku.

"Sudah, Mbak," jawab Ana.

Ku lihat Kiara sedari tadi tertunduk, aku mendekati Kiara dan menghibur dia. Aku tidak mau bertanya apa penyebabnya di sini, akan aku tanyakan nanti di rumah.

"Kinan, sudah dari tadi kamu datang?" tanya Mas Arfan. "Berhubung kamu sudah datang ayo kita pesan!" ajak Mas Arfan lalu memanggil seorang karyawan.

Mas Arfan menyerahkan buku menu padaku. Setelah aku pesan gantian Ana dan Mas Arfan yang pesan. Aku sesekali melihat ke arah mereka.

Malam itu kami makan, selesai makan aku ajak Kiara langsung pulang. Besok bukan hari libur jadi Kiara tidak bisa pulang agak malam.

"Mas, Kiara biar pulang sama aku," kataku. "Gak enak kalau naik mobil sendirian," kataku. Sebenarnya itu hanya alasan saja aku sudah terbiasa untuk mengendarai mobil sendirian.

Dalam perjalanan pulang aku menyempatkan diri bertanya pada Kiara.

"Sayang, kamu kenapa?" tanyaku. "Sejak mama datang aku lihat Kiara sedih," kataku. "Ayo ceritakan sama mama!" ajakku.

"Aku gak suka sama papa," kata Kiara. "Papa selalu meninggalkan mama saat kita pergi bersama mentang-mentang sudah ada Mama Ana," ucap Kiara.

"Oh jadi karena itu?" tanyaku. "Sudahlah, Mama tak apa ditinggal. Mama kan wanita kuat kemana saja bisa sendiri," kataku agar Kiara tidak sedih lagi.

Kiara cerita jika Ana sudah meminta agar Mas Arfan menunggu sampai aku pulang baru berangkat. Tapi Maz Arfan malah tidak mau, takut jika aku capek dan menolak untuk pergi.

Ternyata Mas Arfan benar-benar ingin aku tertinggal. Aku kecewa dengan cara Mas Arfan.

Sampai di rumah aku menemani Kiara sampai tertidur. Setelah itu aku masuk ke kamar. Ternyata Mas Arfan sudah ada di kamar.

"Kiara sudah tidur?" tanya Mas Arfan.

"Emh," dehemku lalu masuk ke kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi serta berganti piyama.

Saat aku keluar tiba-tiba Mas Arfan memelukku. Aku terkejut, bahkan aku hampir mendorong Mas Arfan.

"Malam ini aku tidur bersamamu," kata Mas Arfan.

"Tapi maaf, Mas. Aku tidak bisa melayani kamu," kataku. "Tadi siang aku lagi datang bulan," sambungku.

"Tidak masalah," kata Mas Arfan.

Aku lalu naik ke atas ranjang diikuti Mas Arfan. Akhirnya kami terlelap, tengah malam aku terbangun. Namun, aku dibuat terkejut karena tidak ada Mas Arfan di sampingku.

Aku beranjak dan berlari ke kamar mandi, tak ada di sana. Aku keluar kamar di ruang keluarga tidak ada dan di kamar Kiara juga tidak ada. Aku hendak ke dapur namun sesaat aku mendengar suara ribut di kamar Ana.

Aku mendekati pintu kamar Ana yang masih terbuka sedikit.

"Mas Arfan lebih baik kembali ke kamar Mbak Kinan. Kasihan Mbak Kinan, Mas," kata Ana.

"Tapi bagaimana dengan si kecil ini, Ana? Kinan sedang datang bulan. Dia tidak bisa melayaniku. Jadi wajar kalau aku meminta padamu," kata Mas Arfan.

"Tidak, Mas. Mas bisa melakukannya dengan Mas Kinan meskipun tanpa berhubungan badan," tolak Ana.

"Ana, menolak keinginan suami dosa loh. Apa lagi kewajiban kamu melayani suamimu ini," kata Mas Arfan.

"Baiklah, setelah itu Mas Arfan harus segera kembali ke kamar Mbak Kinan," ucap Ana.

Tidak berapa lama pintu di tutup rapat dan terdengar desahan-desahan diantara mereka. Aku segera ke kamar dan menangis di sana.

Sekitar setengah jam kemudian aku mendengar langkah kaki Mas Arfan kembali ke kamarku. Aku pura-pura masih tidur dengan tubuh membelakangi dia.

Aku menangis dalam diam, Mas Arfan benar-benar tidak menghargai aku. Aku kecewa padanya.

Pagi itu aku sarapan dengan diam bahkan saat Mas Arfan menyapaku.

"Kinan, rajin sekali kamu udah siapin sarapan," kata Mas Arfan. Melihat aku diam saja Mas Arfan merasa canggung.

"Kiara, ayo makan setelah ini kita segera berangkat!" ajakku pada Kiara.

Kami makan dalam diam hanya sesekali Ana menawarkan lauk pada Mas Arfan. Rambut basah Mas Arfan membuatku sakit hati.

Selesai makan aku segera mengajak Kiara berangkat. Namun, tiba-tiba Mas Arfan mencegahku.

"Kinan, biar kalian Mas antar saja. Jangan berangkat sendiri!" larang Mas Arfan.

"Maaf, Mas. Aku sudah biasa sendiri bahkan saat malampun aku selalu sendiri," balasku.

Aku yakin sindiranku sangat mengena pada hati Mas Arfan. Ku lirik Ana juga terkejut dengan ucapanku. Aku tak peduli lagi dengan Mas Arfan. Aku segera pergi bersama Kiara.

Aku tak mau menjadi wanita lemah yang bisa diinjak harga dirinya oleh seorang suami.

Ada pesan di ponselku, ternyata dari Ana.

"Mbak Kinan, maafkan Mas Arfan."

Aku abaikan pesan itu, setelah menurunkan Kiara baru ku balas.

"Yang bersalah aja tak mau meminta maaf."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mampuslah kaukinan. lemot,menye2 dan dungu
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
tolol kinan .. laki² kayak gitu tinggalkan aja , ini mau aja dimadu ... yg ada sakit hati tolol
goodnovel comment avatar
adelenny4714
klo aq udah aq tinggal laki kaya gitu.. gedek aq ada istri kaya gitu.. klo ada dan deket sm aq .. aku jewer itu kupingnya
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Bidadari di Dalam Rumahku   Indah Pada Waktunya

    Ternyata Allah menjawab doa anak-anak selang dua bulan kemudian aku hamil lagi. Mereka bergembira saat tahu aku tengah mengandung adiknya."Hore... hore punya adik," seru Kiara diikuti dengan Marvel sambil lompat-lompat.Kehamilan aku dan Dina beriringan, tentu aku tak akan bisa menemani dia lahiran. Namun, keluarga Brian sudah siap menemani Sofia lahiran.Papa senang melihat aku bahagia bersama Mas Ilham. Rasa sakit hati yang dulu diciptakan Mas Arfan seketika hilang sudah. Digantikan dengan kebahagiaan yang diberikan Mas Ilham.Tak hanya diriku, Ana juga merasakan hal yang sama. Dia mencurahkan semuanya padaku. Bahkan dia sempat menangis saat kami bercerita dan ingat saat-saat masih bersama Mas Arfan."Semua hanya masa lalu," kataku. "Sekarang kebahagiaan kita sudah di depan mata, meskipun bukan dengan Mas Arfan," kataku."Iya, Mbak. Hanya saja aku masih merasa bersalah pernah masuk dalam rumah tangga Mbak Kinan," katanya."Semua sudah berlalu, dulu memang aku sempat membencimu. Nam

  • Bidadari di Dalam Rumahku   Bahagia Itu Sederhana

    Ku lihat banyak orang berkerumun, bahkan orang yang berada di dalam gedung pernikahan Sofia ada yang ikut melihat.Ku dengar dari beberapa orang bahwa yang kecelakaan adalah orang yang tadi diusir di pesta pernikahan Sofia."Aduh dia pasti kena karma," kata seseorang.Aku kembali ke gedung, ku lihat Mas Ilham sedang bersama Brian."Ada apa, Mbak?" tanya Sofia."Wanita itu kecelakaan sepertinya," jawabku. "Ku lihat tadi mereka bertengkar," ucapku."Ya ampun!" ucap Sofia.Acara pernikahan Sofia telah selesai. Kini Sofia akan tinggal di rumah ibu. Rumahku kembali sepi, karena hanya kami sekeluarga yang tinggal di sana.Rumah kembali seperti semula, hanya ada aku, Mas Ilham dan anak-anak."Mas, sepi ya?" tanyaku."Ya memang begitu, kan mereka udah punya keluarga sendiri-sendiri," jawab Mas Ilham. "Bagaimana kalau kita liburan?" tanya Mas Ilham."Liburan kemana, Mas?" tanyaku."Ke tempat yang sederhana saja," jawab Mas Ilham. "Nanti aku akan siapkan semua," ucapnya.Kamu akhirnya pasrah de

  • Bidadari di Dalam Rumahku   Di Lamar Di depan Mantan

    Kamu semua terkejut saat pria itu menyatakan niatnya untuk menikahi Sofia di atas panggung.Sofia mengangguk pelan," Ya aku menerima kamu," ucap Sofia.Ku lihat kedua mempelai merasa malu melihat Sofia mendapatkan jodohnya di depan mata mereka. Padahal baru satu menit yang lalu dia diejek."Nah, lihat kan kalau aku bisa dapat yang lebih baik," kata Sofia.Sofia lalu mengajak aku dan pria itu keluar dari acara tersebut. Aku terheran-heran, aku kira pasti Sofia tengah membuat drama."Akting kalian bagus," ucapku setelah sampai di tempat parkir."Akting, siapa yang akting Mbak?" tanya pria itu. "oh ya aku Brian, teman SMA nya Sofia," jawab Brian memperkenalkan diri."Jadi kamu beneran melamar Sofia?" tanyaku."Iya benar," jawab Brian."Sofia, Mbak gak mau kejadian kemarin ke ulang lagi. Lebih baik kamu pikirkan matang-matang, setidaknya sebelum menikah kalian memantapkan hati kalian dulu," kataku.

  • Bidadari di Dalam Rumahku   Suami Yang Diminta Kembali

    Sofia dan suaminya langsung pamit pulang. Kami tak bisa mencegahnya. Kamu hanya mendoakan kehadiran teman Sofia tidak membuat rumah tangga Sofia yang baru seumur jagung menjadi hancur."Aku jadi Sofia gak mau gantiin," kata Dina. "Sekarang dia kembali, bagaimana kalau sampai dia tidak terima dan merebut suami Sofia lagi?" tanya Dina."Kita berdoa saja semoga tidak seperti itu," jawab Mas Ilham.Aku merasa kasihan pada Sofia, dia harus menjalani asmara yang begitu rumit.Seharian Dina main di rumah, dia sedang libur. Dia bermain dengan anak-anak. Sorenya dia pulang di jemput Seno."Loh katanya Sofia ada di sini kok udah sepi," kata Seno."Udah pulang waktu aku datang," kata Dina."Mereka baik-baik saja, kan?" tanya Seno."Kamu tidak tahu, Sen," ucapku.Dina hendak pulang tapi dia melihat Sofia datang naik taksi."Loh katanya mau tinggal sama mertua kamu," kataku."Suamiku diminta sama t

  • Bidadari di Dalam Rumahku   Pengantin Pengganti

    Siang itu ku lihat Sofia pulang dengan wajah kusut. Dia terlihat memikirkan sesuatu."Ada apa, Dek? Temanmu sudah pulang?" tanyaku.Dia menggeleng, sepertinya masalahnya semakin rumit."Kak, aku mau nikah," kata Sofia."Hah," aku terkejut mendengar apa yang barusan dia katakan."Menikah dengan siapa?" tanyaku."Aku disuruh menggantikan pengantin perempuan besok, Mbak," jawabnya."Bukankah itu keinginan kamu, menikah dengan orang yang kamu cintai?" tanyaku heran melihat sikap dia yang justru lemas."Justru itu, aku merasa hanya sebagai tempat pelarian saja karena pengantin wanitanya kabur,' jawab Sofia. "Kak Ilham pasti kaget kalau aku akan menikah besok," kata Sofia."Itu sih tentu, nanti aku bantu bicara sama Mas Ilham," ucapku.Aku segera menelfon Mas Ilham, agar dia pulang lebih awal. Biar bagaimanapun, kami harus menemui keluarga calon mempelai putra."Mas, pulang sekarang! Ada hal

  • Bidadari di Dalam Rumahku   Rumah Seno Dan Dina

    Dua hari setelah pernikahan Dina dan Seno, mereka akan pindah ke rumah baru Seno. Kami mengantar Dina ke sana dengan membawa barang-barang Dina."Aku pasti akan sering kangen kak Kinan," kata Dina."Kalau kangen ya datang kemari lah," ucapku."Insyaallah ya, Kak," ucap Dina.Sampai di rumah Seno, di sana sudah ada keluarga Seno. Pembantu Seno membantu membawakan barang milik Dina ke kamar.Aku ikut melihat kamar Dina, kamarnya sangat luas hampir sama dengan kamarku di rumah. Rumahnya juga bagus dan sangat modern."Wah bakal betah nih kalau rumahnya sebagus ini," pujiku.Dina hanya tersenyum, setelah itu kami ke ruang tamu menyusul yang lain. "Dina, sekarang kamu udah sah istrinya Seno. Jadi mama harap kamu harus saling jaga sama Seno," kata Mama Seno."Iya, Ma," kata Dina.Anak-anak bermain, mereka suka karena rumah Seno ada kolam renangnya. Mereka bermain air di sana."Seno,kamu udah

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status