Share

3. Dia Tidak Seperti Seorang Teroris

David masih terbaring lemah menunggu kesembuhannya. Ia ingin sekali segera bertemu teman-teman di kampusnya untuk ‘melakukan sesuatu’ atas mahasiswi muslim di kampusnya itu jika benar ia seorang teroris, namun ayahnya selalu mengatakan bahwa dokter belum mengizinkannya untuk pulang.

Seminggu lebih di rumah sakit terasa setahun baginya. David sudah merindukan dunia di luar tembok rumah sakit itu. Suasana gereja tempat tinggalnya, aroma bebungaan taman gereja, para biarawan-biarawati yang selalu menunjukkan rasa sayang padanya, dan kehadiran Pinokio—anjing kecil kesayangannya—tentu saja.

David masih ingat bagaimana ia menemukan Pinokio yang terluka dan meraung lemah di depan gereja. Sebuah kalung bertulis ‘Pinokio’ sudah melingkar di lehernya. Keadaan itu mengingatkannya pada dirinya sendiri. Pada bagaimana ia ditemukan oleh Rushel. Bedanya, tak ada yang memasangi kalung di lehernya. Rushel lah yang menamainya David. Nama yang mengandung doa, agar kelak ia akan sesaleh David. Menjadi pelayan Kristus sepanjang hayatnya. Dan beda yang lainnya adalah … paru-paru Pinokio jauh lebih kuat dari paru-parunya karena serangan udara dingin saat ditelantarkan di depan gereja. David membutuhkan seminggu lagi untuk memulihkan kondisinya.

Dan akhirnya saat itu datang  juga. Dokter memperbolehkannya pulang. David dijemput sebuah mobil hitam dengan beberapa biarawan di dalamnya. Mereka menyambut David dengan senyum bahagia penuh ketulusan. Rushel tak henti memuji nama Tuhan melihat kondisi anaknya itu yang sudah pulih. David segera mengirim pesan singkat pada teman-teman di kampusnya bahwa ia akan datang ke kampus keesokan harinya, dan menyaksikan sendiri sang Gadis Teroris itu.

Dan di pagi selanjutnya, usai menyantap sarapan roti bakar kesukaannya, David berpamitan pada Rushel untuk pergi ke kampus. Ia kayuh sepeda silvernya dengan kencang. Pinokio menyalak-nyalak mengekori punggungnya.

“Tenanglah, teman! Aku segera pulang. Jadilah anak baik, ok?!” teriak David tanpa menghentikan sepedanya. Pinokio memperlambat larinya dan akhirnya tertinggal jauh di belakangnya. Jauh di belakang Pinokio, Rushel dan seorang biarawan berdiri memandangi David yang baru saja menghilang dari pandangan.

”Bapa, apakah David benar-benar sudah sembuh?” tanya sang Biarawan pada Rushel.

”Mukjizatlah yang menyembuhkannya. Kita harus membuat David selalu bahagia. Dokternya mengingatkan, David tidak boleh stress,” kata Rushel. “Jangan khawatir. Dia memakai mantelnya dan menghabiskan sarapannya. Dia juga meminum obatnya. Jadi, dia akan baik-baik saja.”

Biarawan itu terdiam, ada keharuan di hatinya. Remaja itu adalah milik gereja, milik mereka semua. Miliknya juga.

***

David disambut teman-temannya sejak ia tiba di depan gerbang kampus. Jardon langsung keluar dari kerumunan itu dan menghampiri David yang masih berada di atas sepedanya.

“Akhirnya pemimpin kita datang!” Jardon berseru.

David menoleh pada Jardon.

“Apa sebaiknya kita ke ruangan Rektor, sekarang?” tanya David, tak sabar.

“Aku ikut apa katamu, Dave.” jawab Jardon penuh semangat.

David pun meletakkan sepedanya di parkiran kampus. Ia diikuti Jardon dan beberapa mahasiswa dan mahasiswi lainnya. Setelah itu David mengajak mereka semua untuk langsung protes ke ruangan rektor. Semua setuju. Saat mereka mulai melangkah, Jardon melihat mahasiswi berkerudung itu datang. Jardon langsung melihat ke arah David dengan cemas.

“Dave, tunggu!” panggil Jardon.

David menoleh pada Jardon dengan heran,”Ada apa?” tanya David penasaran.

Jardon mendekat dan berbisik, “Itu dia datang, Dave!” Jardon berujar sambil menoleh ke arah seorang gadis yang baru memasuki area parkiran kampus sambil menunduk.

David pun ikut menoleh melihat ke arah yang ditunjuk Jardon itu. David terperangah, matanya menangkap sesosok gadis berwajah cerah yang terus menunduk, tak mempedulikan sekitarnya. Kelopak matanya yang merunduk, hidungnya yang mancung, serta alisnya yang tebal dan nyaris menyatu membuat David diam terpaku. Dia tidak yakin kalau perempuan itu adalah teroris. Dalam bayangannya saat Jardon pertama kali mengatakan padanya bahwa di kampusnya ada mahasiwi teroris, David membayangkan mahasiwi itu berwajah masam dan bermata penuh dendam layaknya para penjahat dalam film-film yang pernah ditontonnya. Tapi saat melihat wajah seteduh dan seramah itu, dia tak yakin kalau sangkaan teman-temannya itu benar. David menoleh pada Jardon.

“Kau yakin dia orangnya?” tanya David pada Jardon.

“Lihat penutup kepalanya yang besar itu,” jawab Jardon sambil melihat ke arah Maryan.”Kau masih tidak percaya? Mungkin kau baru akan percaya saat nanti melihatnya menyembunyikan bom di baliknya.” Jardon masih berusaha mempengaruhi David.

“Aku tak mau ke ruangan Rektor sekarang,” ucap David tiba-tiba.”Aku yakin dia bukan teroris.”

Jardon terkejut. Dan teman-teman sekampusnya yang mendengar ucapan David barusan tampak terkejut juga, mereka memandangi wajah David dengan tatapan aneh. Mereka heran melihat David tiba-tiba berubah pikiran. Padahal dia baru saja begitu bersemangat mengajak mereka untuk protes pada Rektor untuk menyelesaikan urusan ‘Mahasiswi Teroris’ di kampus mereka itu.

Jardon emosi dengan sikap David yang berubah begitu,“Oh, ayolah Dave! Ada apa denganmu? Kau tidak percaya padaku? Pada kami? Dia itu teroris!” teriak Jardon meyakinkan.

Maryam terus saja berjalan dan dia tak mau mempedulikan perdebatan mereka yang tak sengaja didengarnya tadi. Tadi, saat dia melintas di hadapan David, dia sempat melihat ke arah David sekilas dan tersenyum sebelum akhirnya berlalu.

David masih memandangi punggung Maryam yang kian menjauh dari pandangan matanya.

“Dave?” teriak Jardon lagi pada David.

David terkejut lalu menoleh pada Jardon dengan marah.

Buddies! Percayalah padaku, dia bukan teroris,” David berkata tegas. “Sekarang sebaiknya kita ke kelas saja.”

Jardon kesal bukan main mendengar kata-kata itu dari David.

“Kalau kau sampai masuk kelas untuk ikut jam perkuliahan bersama mahasiwi berkerudung itu, berarti kau bukan ketu BEM kami lagi,” ancam Jardon.

David menghela napas.

“Itu pilihan kalian. Tapi percayalah padaku, gadis itu tidak tampak seperti teroris. Aku bisa melihatnya. Dia tidak tampak seperti gadis yang akan menyembunyikan bom di balik kerudungnya,” ucap David lalu Ia pergi meninggalkan Jardon dan teman-temannya di sana. Dia ingin mengikuti jam perkuliahan seperti biasanya.

Jardon memandangi David yang mulai menjauh darinya.

“Dave!” panggil Jardon.

David menoleh padanya.

“Kalau kau tidak mau bekerjasama!” teriak Jardon,”orang tua kami sepertinya harus turun tangan! Kampus tak akan bisa berbuat banyak!”

David tak peduli. Ia kembali berbalik lalu menghilang dari pandangan mata Jardon. Dan teman-teman sekampus yang lain tampak kecewa dengan sikap David yang mendadak berubah seperti itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
mungkin aku sebagai pembaca kampung, membaca bab ini terlalu elit / bagus kalimatnya. soalnya aku emang gak paham bahasa modern .........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status