Share

2. Siapa Gadis Berkerudung Itu?

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2021-09-15 18:08:38

Rashel datang lalu duduk di dekatnya. David menoleh pada Rushel. Ia ingin menanyakan sesuatu padanya dan berdiskusi atas sikap yang akan diambilnya terhadap mahasiswi muslim yang dianggapnya merangsek ke kampusnya itu.

“Yah, bagaimana menurutmu jika kampusku kedatangan seorang gadis teroris?”

“Teroris?” tanya Rushel dengan heran.

“Maksudku, dia seorang muslim. Dia memakai pakaian panjang dan penutup kepala lebar.”

“Jubah dan kerudung?”

“Ah, ya. Kurasa itu yang dimaksud Jardon.”

Rushel tak lantas menjawab. Ia berpikir sejenak. Setelah mendekatkan kursinya ke dekat tempat tidur David, ia pun berkata, “Apa menurutmu para biarawati gereja kita bisa disebut teroris hanya karena memakai jubah panjang dan kerudung?”

David terperanjat. Tak terpikirkan hal itu sebelumnya.

“Tapi dia muslim, Yah.”

“Dan kita Kristen,” jawab Rushel.

“Tapi, Yah ….”

“Istirahatlah, Anakku. Kesembuhanmu adalah yang terpenting,” pinta Rashel penuh harap.

David mengela napas.

“Aku tidak bisa membiarkan teroris belajar di kampusku. Kampusku berada dalam bahaya.”

Rushel tersenyum penuh kasih. “Anakku, pikirkanlah lagi. Teman barumu, mungkin saja memiliki keyakinan yang sama dengan keluarga biarawatimu sehingga ia mengenakan jubah dan kerudung.”

Wajah David segera diliputi tanda tanya. “Keyakinan?”

Rushel mengangguk pelan,“Bibel mengajarkannya, anakku. Korintus 11 ayat 5.”

David memandang ayahnya dengan penasaran.

“Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa,” ucap Rusahel melanjutkan,”atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya.”

David terdiam.

Kemudian Rushel melanjutkan kata-katanya,”Lalu Korintus 11 ayat 13. Pertimbangkanlah sendiri, patutkah perempuan berdoa kepada Allah dengan kepala yang tidak bertudung? Dan St Tertulian dalam risalahnya “On The Veiling of Virgins” mengatakan, wanita muda … hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu.”

David ingin protes, “Tapi dia bisa saja menyembunyikan sesuatu di balik kerudungnya yang besar itu, Yah. Hal semacam itu lumrah di dunia ketiga,” bantah David. “Afghanistan, Palestina, dan lainnya.”

Rushel menghela napas.

“Mintalah ampun pada Tuhan, Anakku,” ucap Rushel,“Bagaimana kau bisa berkata begitu sementara kau belum melihatnya dan kau tidak mengetahuinya secara pasti? Lagipula, negara-negara yang kau sebutkan itu adalah negara-negara yang sedang berperang. Setiap orang berhadapan dengan dua pilihan. Membunuh atau terbunuh.”

David terdiam.

“Berbaik-sangkalah,” Rushel berkata lembut,“berkasih-sayanglah. Itu tidak akan pernah merugikanmu. Kota kita adalah pusat pergerakan hak asasi manusia. Warga kotanya harus merasa malu jika mereka menginjak-injak identitas kotanya sendiri. Justitia omnibus.[1] Kau ingat itu, Dave?”

David tak berkata apa-apa lagi. Ia benar-benar ingin segera melihat gadis muslim itu. Dan sepanjang malam itu, ia terus mengingat perkataan ayahnya.

Justitia omnibus.

***

Gadis itu melangkah pelan menuju bangkunya, menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan yang sepi. Ia merapikan tataan kerudungnya sambil mengembus napas. Kebingungan karena tak seorang mahasiswa dan mahasiwi pun berada di ruang kelas itu. Maryam. Gadis yang baru saja pindah bersama keluarganya dari Dubai ke Washington DC. Awalnya ia tak mau ikut pindah. Namun, Maryam tak punya pilihan. Ayahnya yang ditugaskan sebagai Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Amerika Serikat memutuskan untuk membawa serta istri dan puteri satu-satunya itu. Karena begitu sibuk dengan urusan kedutaan, ia terpaksa memindahkan Maryam ke sebuah universitas yang mayoritas mahasiswa dan mahasiswnya adalah non muslim.

Seorang wanita tiba-tiba muncul di ambang pintu kelas. Mrs. Violen. Dosen pertamyanya di hari itu adalah seorang wanita berwajah riang, berkulit gelap, berambut ikal model bob. Ia sedikit terkejut ketika hanya mendapati satu mahasiswi di kelasnya. Maryam hanya menunduk.

“Selamat pagi, Maryam. Tampapknya hanya kau yang siap kuliah hari ini,” sapa Mrs. Violen ramah. Berusaha membesarkan hati siswi muslimnya.

Maryam merasa bangga mengetahui dosennya tahu akan namanya itu.

Good morning, Madam. Kenapa tak ada siapa pun di kelas hari ini?” tanya Maryam dengan dialek Arab yang masih kental sehingga bahasa Inggrisnya terdengar sedikit aneh. Beruntung, sejak kecil Maryam sudah mengikuti kursus bahasa Inggris. Sehingga ia tidak begitu kesulitan memahami bahasa itu.

“Aku tidak begitu mengerti, Maryam. Tapi ... kudengar … mereka …,” Mrs. Violen menimbang ucapannya sejenak sebelum melanjutkan. “Maafkan aku, Sayang. Tapi sepertinya mereka pikir kamu … seorang teroris,” suara Mrs. Violen pelan saat mengucapkan ‘teroris’.

“Tapi jangan khawatir, Maryam. Semua akan baik-baik saja. Mereka hanya butuh sedikit waktu untuk memahami bahwa kau tidak berbeda dengan mereka,” Mrs. Violen berkata sambil tersenyum pada Maryam. “Dan walau hanya kau sendiri yang hadir di kelasku, kau akan tetap mendapatkan hakmu.”

Maryam memandang wajah gurunya yang dianggapnya sangat bijak itu. Meski masih merasa sedikit sedih, namun ia menjadi lebih bersemangat karena Mrs. Violen tidak kehilangan antusiasme mengajari materi kuliah yang hanya dihadiri satu peserta di pagi itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bilang Ayahmu Aku Muslim (Extended Version)   48. Maukah Kau Menikah denganku?

    “Masih maukah kau menikah denganku?” Tanya David. Maryam terperangah. Sudah lama sekali dia menunggu kalimat itu terucap oleh David. Dan sekarang, saat semuanya telah berubah menjadi lebih baik, dan David benar-benar mengucapkan itu padanya, lelaki itu sudah memiliki seorang anak.“Kau bisa bilang pada ayahmu bahwa aku sekarang seorang muslim,” bujuk David. “Bukan karena orang tuaku muslim, bukan karena cinta untuk mendapatkanmu, tapi karena hatiku telah mantap memilihnya.” Ditatapnya wajah Maryam yang menunduk dalam.”Aku masih mencintaimu, Dave. Aku tidak bisa melupakanmu. Demi Allah.” Suara Maryam bergetar, kemudian melanjutkan, ”Tapi bagaimana kau menjelaskan perihal anak laki-laki yang memanggilmu ‘Daddy’ tadi?”David tersenyum lembut. “Ibrahim!”panggilnya. anak lelaki berpipi merah seperti tomat matang itu keluar ragu-ragu dari dalam, menemui David.“Y

  • Bilang Ayahmu Aku Muslim (Extended Version)   47. Maryam, Tunggu!

    ”Bapa, saya ingin menemui David, dan saya ingin Bapa ikut bersama saya.” Di tengah isak tangisnya yang menyiratkan keharuan, Maryam berujar.”Bapa tidak bisa ikut denganmu. Pergilah dan temui dia. Kau bisa memakai mobil Bapa. Sampaikan salam Bapa pada David, bilang padanya untuk berkunjung ke sini karena ayah angkatnya begitu merindukannya.””Sekarang kau juga anakku, Maryam,” lanjutnya lagi.”Terima kasih atas kebaikanmu, Bapa.” Maryam menunduk dengan takzim, meminta izin untuk segera undur diri dari kediaman pastur itu dan segera mencari alamat David.Saat Maryam hendak membuka pintu mobil, Pinokio, Anjing kesayangan David, menyalak seakan menuntut perhatian Maryam.”Bawalah Pinokio bersamamu, Maryam. Dia sudah sangat rindu pada David,” ucap Pastur itu. Maryam pun akhirnya membawa serta anjing itu bersamanya.Maryam melaju kencang menembus kota Washington bersama

  • Bilang Ayahmu Aku Muslim (Extended Version)   46. Surat Terakhir

    Maryam menerimanya dengan tangan bergetar. Amplop surat itu terlihat sedikit usang, menandakan telah cukup lama usia pembuatannya. Pelan dibacanya isi surat itu. Maryam... Tahukah kamu? Sejak pertama kali aku melihatmu di gerbang sekolah itu, hatiku langsung luluh, entah mengapa. Aku sama sekali tak percaya kalau kau seorang teroris seperti yang dikatakan oleh teman-temanku di sekolah, padahal aku sungguh ingin mengusirmu dari sekolah sejak aku menerima i

  • Bilang Ayahmu Aku Muslim (Extended Version)   45. Dia Tidak Ada Lagi di Sana

    Sebuah taksi mengantarkannya ke tempat itu. Semua masih terlihat sama seperti beberapa tahun lalu. Maryam mengintip dari balik jendela taksi sebelum akhirnya memutuskan untuk turun. Dia menghela nafas, berusaha menepis gemuruh di hatinya. Matanya memicing begitu melihat seekor anjing menyalak-nyalak, menatapnya dari kejauhan.Tiba-tiba segala kenangan bersama David kembali terngiang.“Maryam,” panggil David.Maryam menoleh heran pada David.“Ya?” jawab Maryam. ”You must be starving. Here are for you. Have them!” tawar David sambil menyodorkan makanan dan minuman di tangannya dengan sedikit gugup. Maryam sedikit terkejut melihat kebaikan siswa pembelanya yang mendadak itu. ”Maaf, aku sedang berpuasa,” ucap Maryam mencoba menjelaskan. “Puasa? Maksudmu, tidak makan tidak minum?” tanya David masih belum

  • Bilang Ayahmu Aku Muslim (Extended Version)   44. Kembali ke Kota Itu

    Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, Khaled menunggu Maryam untuk bisa menyentuh tubuhnya. Namun Maryam tak juga mengizinkan Khaled untuk menyentuhnya. Hingga suatu hari, Khaled duduk di samping Maryam. ”Maryam, aku menyerah. Hari ini... Ya, tepat hari ini.. Aku... Aku... Aku akan menceraikanmu...” Derai air mata tercurah dari mata bening Khaled. Dia gugup mengatakannya.Bagai tersengat listrik, Maryam kaget luar biasa mendengar ucapan Khaled yang tiba-tiba itu.

  • Bilang Ayahmu Aku Muslim (Extended Version)   43. Tidurlah, Aku Tak Akan Menyentuhmu

    ”Maryam....Berhenti...! Maryam...Berhenti...!” Teriak David lagi.Maryam pias begitu melihat sosok David berada di belakang, berusaha mengejar mobilnya.”Kemudikan mobil ini cepat-cepat, Pak!” Pinta Maryam pada sopir keluarga itu. Dihapusnya sisa airmata yang masih menggenangi pipinya.Khaled merasa iba saat mengetahui David begitu gigih ingin menemui Maryam untuk terakhir kalinya. Sementara ayah dan ibu Maryam tak kalah pias. Namun mereka lebih memilih diam, tak tahu harus berbuat apa.”Maryam... Aku mohon... Aku ingin bicara sekali lagi... Untuk yang terakhir kalinya...!” Teriak David.” Hentikan mobilnya!” Ayah Maryam menyuruh menghentikan mobilnya dan kemudian berujar pada Maryam, ”Turunlah, Nak. Temui dia untuk yang terakhir kalinya.”Saat mengetahui mobil itu berhenti, David langsung menghempaskan sepedanya. Dia berlari menuju mobil itu. Sesaat kemudian Maryam turun dari mobil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status