Usai acara makan malam bersama, Ze pamit ke kamar. Sementara Ardi masih asyik bersama ibunda tercinta di ruang televisi. Ze masuk ke kamar Ardi, sesuai janji malam ini mereka tidur sekamar. Dia naik ke atas ranjang dengan perasaan tak enak. Tujuh hari yang lalu, ia masih tidur leluasa di ranjang ini. Ternyata dua tahun berlalu begitu cepat dan bahkan malam ini ia sudah bergelar janda meski masih dalam masa iddah.Ze mengambil bantal tidur, ini miliknya dan Ardi tidur di bantal guling. Ya, begitu lebih baik. Wanita itu membaringkan kepalanya. Jujur tidak ada keinginan untuk terpejam, tapi dua netranya benar-benar curang. Hanya berselang lima menit, ia sudah tak sadarkan diri lagi.Sementara itu di ruang televisi,"Ze mana?" tanya sang ibu setelah cukup lama dia dan Ardi duduk bercengkerama seraya menonton televisi. Ardi menoleh ke belakang. Tampak sepi."Sepertinya udah tidur, Ma.""Ya Allah, kasihan. Udah Mama juga mau tidur. Kamu pergi nengokin Ze, gih.""Iya, Ma."Ardi berjalan h
Beberapa kali ponsel Ardi berdering, tapi lelaki itu terlalu nyenyak hingga tak menyadarinya. Sementara di luar, bel rumah juga ikut berbunyi beberapa kali. Lelah terasa jemari tamu yang hendak menjenguk sang lelaki menekan bel. Hingga tamu tersebut memutuskan untuk mendorong pintu. Siapa tahu tidak dikunci.Ternyata memang benar, pintu rumah itu terbuka hanya dengan sebuah dorongan. Tamu wanita tersebut memberi salam."Assalamualaikum."Tidak ada jawaban. Dia kembali mencoba memanggil melalui ponsel, usahanya tetap sama seperti tadi. Ardi tak mengangkat panggilan itu. Dengan segenap keberanian dia putuskan untuk masuk tanpa permisi.Sejujurnya ada rasa sakit yang membersamai. Mengingat jangankan ke rumah tersebut menelpon saja Ardi melarang. Tapi keberaniannya saat itu tentu saja atas alasan rasa cemas, karena tadi baru saja mengetahui Ardi sedang tidak dalam keadaan baik.Ia masuk lebih jauh ke dalam rumah, sepi. Seperti tak berpenghuni."Permisi, ada orang di rumah?"Tak ada jaw
Dari kecil Ze terbiasa menyimpan luka. Bukan tanpa sebab, karena dia merasa tidak pantas berkeluh. Paman dan istrinya telah berbaik hati mau menampung, rasanya sangat tidak bersyukur jika dirinya masih mengeluh pada mereka, tentang apa saja yang tak disukai tapi harus diterima sebagi wujud bakti.Karena itulah Ze menjadi pribadi yang introvert. Tapi setelah menikah, dia seperti menemukan tempat ternyaman untuk berbagi. Sayangnya Ardi sebagai suami tak pernah benar-benar ikhlas menerima setiap keluhan sang istri.Bukan tak terasa di hati Ze, tapi ia mencoba abai dan menganggap sikap dingin sang suami hanya karena bawaan sejak lahir. Namun, setelah dia tahu apa yang sebenarnya terjadi, perasaannya begitu hancur.Diceraikan demi kembali pada wanita masa lalu itu rasanya begitu menyesakkan."Ze, beritahu Ibu mertuamu tentang musibah ini," perintah paman Ali pagi itu sebelum jenazah Bibi dikebumikan. Ze terhenyak dari lamunan."Baik Paman."Ze mengangguk dan segera menelpon mama mertua. Da
"Bruukkk!"Tanpa mendengar lagi jawaban dari Ardi, Ze menutup pintu kamar. Sang lelaki terduduk lesu di atas ranjang. Ternyata Ze tahu semua kartu buruknya. Tapi wanita itu tak pernah tahu jika benar dia sudah memutuskan untuk meninggalkan Seruni.Bagaimana caranya agar aku bisa membuktikan hal ini?Malam itu Ardi tidur bersama saudara Ze dari pihak ayah, sedang Ze sendiri tidur bersama ibu mertua. Keduanya ternyata sama-sama tak bisa terpejam dengan nyenyak. Ardi mengeluarkan ponsel dan mencoba mengirim pesan kepada sang mantan istri.[Aku minta maaf.][Akui semua kesalahan Mas dihadapan Paman juga Mama esok. Berani berbuat, berani bertanggung jawab.]Ardi membaca balasan pesan itu dengan keringat dingin keluar di pelipis. Dalam hal ini mungkin dia masih belum bernyali, mengingat paman Ze adalah tipe lelaki yang tegas.Bagaimana jika setelah jujur, justru lelaki itu yang menentang mereka kembali?[Di depan Mamaku saja?][Di depan pamanku juga. Mas menikahiku di hadapan mereka, jika
Ardi masih bergeming, inginnya tak begini. Ia berharap saat itu juga Ze bisa menerima permintaan rujuknya."Perlu Paman sampaikan lagi Ardi, bahkan Paman tidak bermaksud menahan keinginan kamu untuk rujuk. Karena sudah disebutkan dalam firman Allah, bahwasanya suami berhak untuk merujuk istri jikalau masih dalam masa iddah. Itu berarti tidak ada satu orangpun yang bisa menahan keinginan tersebut, sekalipun istrinya sendiri. Tapi yang ingin Paman jaga di sini adalah ketulusan dan keseriusan kamu terhadap niatmu itu. Paman sebagai wali dari pada Ze, mempunyai kewajiban untuk melindungi keponakan Paman ini dari hal-hal yang tidak baik. Sebagaimana pernah tersebut dalam sebuah riwayat, Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa pada masa Rasulullah saw ada seorang laki-laki yang menalak istrinya, kemudian sebelum masa idah istrinya itu habis, dia merujuknya kembali. Setelah itu dijatuhkannya talak lagi kemudian rujuk kembali. Hal ini dilaksanakan untuk menyakiti dan menganiaya istriny
"Mas mau ngapain?"Ze menutup tubuh dengan melingkari kedua tangan di depan dada. Tiba-tiba lelaki di hadapannya terkekeh."Mas lapar, Ze. Kamu pasti mikirnya aneh-aneh."Ardi mengusap pelan pucuk kepala Ze lalu mengesampingkan tubuhnya untuk melewati Ze. Ia membuka pintu dan meluncur keluar kamar.Sedang masih di posisinya, sang wanita membuang napas panjang. Merasa malu dengan pikiran kotor yang sempat membersamai. Ia kemudian menyusul Ardi."Mas lapar?"Dia mengajak lelaki itu berbicara mengusir segala perasaan tak enaknya karena hal tadi."Iya, lapar banget. Kira-kira di sini ada makanan nggak?""Biar Ze tanya sama Mbah dulu."Ardi mengangguk dan duduk kembali di ruang tamu. Sedang Ze mendekati wanita yang masih di kamarnya."Shalat dulu yuk, sudah magrib," sapa Mbah pada Ze."Iya, Mbah.""Oya, suamimu lapar nggak? Habis shalat kita makan dulu di rumah Mbah nyambi nunggu hujan sedikit reda. Soalnya Mbah nggak berani berkendaraan kalau lagi hujan deres.""Iya, Mbah. Beliau tadi jug
Seruni sudah berdandan sedemikian rupa, memilih pakaian terbaik yang dia punya. Semalam Ardi menghubunginya dan mengajak ketemuan di sebuah mall di kawasan Jakarta. Entah apa tujuan lelaki itu, tapi Seruni merasa sangat bahagia. Padahal dua hari yang lalu wanita itu sempat mengadu pada sahabatnya tentang sikap Ardi belakangan yang menjadi berubah.Sahabat tersebut memberi saran agar Seruni jual mahal saja. Barangkali semua dilakukan Ardi karena ibundanya tak menginginkan perceraian. Jadi Seruni tetap menjaga marwah dengan tidak semakin mendekati Ardi.Siapa tahu dengan begitu, nantinya Ardi malah makin ngepet dan ngejat-ngejar seruni kembali.Runi sudah yakin dengan niat tersebut, dan ajakan Ardi hari ini seolah membuat semua benar-benar nyata. Mungkinkah Ardi merindukannya?"Maaf ya Mas, aku sedikit terlambat.""Tidak apa, duduklah. Mau pesan apa?"Berdekatan dengan lelaki yang tampak begitu cool dengan kaos lengan sesiku dan celana chinonya, masih saja menimbulkan sesuatu yang ber
Sudah lebih dua jam Seruni tak sadarkan diri, akibat cairan racun tikus yang ditenggaknya. Wanita itu kini terbaring dalam koma, meski tenaga kesehatan sudah melakukan segala hal untuk mengeluarkan serta menetralisir pengaruh racun itu terhadap tubuh.Ardi sebagai satu-satu keluarga yang ada di sisi Runi saat ini terduduk lemah di kursi satu-satunya yang terletak di ruang ICU tersebut. Ia menatap sang wanita dengan perasaan begitu bersalah.[Aku ucapkan selamat berbahagia bersama istri tercintamu, Mas. Aku salah mencintaimu, aku salah benar-benar percaya bahwa kaupun mencintaiku dan serius dengan niatmu untuk menikah. Sekarang aku sudah ikhlas, kembalilah pada istrimu dan lupakanlah aku. Aku akan pergi, Mas. Pergi untuk selamanya.]Sebuah pesan yang dikirim Seruni tepatnya sebelum wanita itu melakukan percobaan bunuh diri.Begitu Ardi membaca pesan itu, secepat kilat dia memacu mobil agar bisa sampai di apartemen yang ditempati Runi. Tapi semua terlambat, Runi sudah meneguk setengah