Suaminya Seruni."Mendengar nama itu tersebut dari bibir istrinya, Ardi terhenyak. Dia memang tidak terlalu perhatian dengan rupa lelaki yang sempat mondar mandir di depan kamarnya pagi tadi. Hanya sekilas melihat. Yang dia ingat lelaki itu berjambang."Kamu nggak salah lihat?""Nggak Mas, aku yakin tadi sempat melihat lelaki itu di depan kamar saat Seruni tiba-tiba aja masuk ke kamar kita."Ardi terdiam sejenak."Yaudah biarin aja. Kita juga nggak punya urusan sama dia."Ze masih terlihat cemas."Apa dia tahu ya Mas, kalau Seruni tadi itu berlindung di kamar kita?""Bisa jadi tahu, kamu mau Mas samperin orang itu?" tanya Ardi yang seketika dijawab Ze dengan gelengan."Yaudah kalau gitu senyum lagi donk?"Ardi menarik dua sudut bibir Ze menjauh membentuk simpul senyum meski sang istri terpaksa melakukannya."Kayak gini honeymoon kita jadi menegangkan Mas, Ze takut.""Yah masih takut juga. Yaudah kalau kamu takut, habis makan kita langsung balik ke kamar."Ze mengangguk."Yaudah ayuk h
Keesokan paginya, Ardi melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian. Meski pihak hotel meminta bersabar karena mereka masih terus melakukan pencarian. Tapi Ardi tak mau menunggu.Atas laporannya, hanya hitungan menit, beberapa aparat sudah langsung meluncur ke lokasi. Seluruh staf dan sequrity dimintai keterangan. Bahkan sampai pada staff di Fiftenn Celcius.Dari seluruh yang dimintai keterangan, terhitung ada tiga orang yang tidak hadir saat itu. Dua libur dinas dan satu orang lagi sedang mengambil cuti selama dua hari. Pihak kepolisian meminta dihadirkan ketiganya.Menunggu siang hari, dua yang sedang libur akhirnya sampai di hotel. Mereka selesai diinterogasi. Salah satu diantara mereka mengajukan pertanyaan."Kemana Syarif, dia tidak hadir?""Dia cuti. Di telpon tidak diangkat, rumahnya kosong.""Kemarin pagi dia 'kan ke hotel untuk mengambil surat cutinya.""Tadi malam beliau juga sempat bertemu saya di Fifteen Celcius," seloroh yang lain.Tim interogasi yang bertindak tersebut
Wajah Ardi pun teralihkan ke belakang. Ia terhenyak mendapati Seruni ada di depan pintu ruangan."Mas Ardi, Ze. Maafkan aku."Wanita itu melangkah masuk dan mengajukan permohonan maaf dengan wajah tertunduk. Melihatnya, Ardi segera bangkit."Sebenarnya apa yang kau inginkan, Runi? Kenapa kau menipuku malam itu? Kau lihat istriku, dia disekap selama tiga hari! Harusnya jika kau jujur, aku bisa dengan segera menyelamatkannya! Kau penipu! Aku membencimu, Runi!"Ardi tak kuasa menahan diri hingga berhasil membentak Seruni. Amarah yang sedari tadi ditahan kini ia biarkan lepas. Jika bukan wanita, lelaki itu sudah melayangkan tangan ke wajah Seruni yang berlinangan air mata."Beri kami penjelasan atas semua yang sudah terjadi, Runi? Jangan diam!""Itulah lelaki yang sudah menikahiku, Mas. Itu kenapa aku memintamu menolongku! Karena dia iblis!""Tapi kau tidak seharusnya menipuku!"Ardi masih belum bisa mengontrol amarah, Ze yang di sisinya mengusap jemari lelaki itu hingga sang suami bisa s
Pagi membentang, Ardi telah siap dengan satu baskom air hangat. Ia akan menyeka tubuh sang istri, karena tadi saat perawat meminta mengerjakannya, tapi sang istri menolak.Lelaki itu keluar dari kamar mandi, pandangannya langsung tertuju pada Ze yang masih berbaring di atas ranjang."Mas seka badanmu, ya," ucapnya sedikit segan karena meski telah saling mencintai, dalam beberapa hal tetap menimbulkan debar aneh di dada.Ze mengangguk. Ardipun mulai membantu Ze membuka pakaiannya. Wanita itu menatap sedikit malu sebab untuk pertama kali ia biarkan Ardi membuka dan sesaat lagi mengelap tubuhnya.Setelah melepas kancing baju, jemari Ardi mengambil kain sarung lalu menutup tubuh Ze. Dengan keadaan tertutup lelaki itu kembali membuka hingga lepas pakaian sang istri.Meski tertutup sarung, tubuh mulus itu tetap saja berhasil membuat gaduh jantung Ardi. Namun, ketika melihat sang istri kesakitan, ia membuang jauh segala keinginannya.Seluruh pakaian selesai dibuka, Ardi kini membasahkan hand
Satu bulan kemudian ...Keadaan Ze sudah sangat sehat. Bahunya perlahan mulai bisa digerakkan. Ia bahkan sudah dapat mengangkat benda-benda ringan seperti gelas berisi minuman atau piring berisi makanan. Kepalanya juga sudah membaik, warna kebiruan bekas hantaman kursi sudah memudar. Bengkaknya pun sudah sempurna menghilang.Selama ini, ia tinggal di rumah pamannya. Ardi datang mengunjungi setiap weekend. Meski rindu memenuhi kalbu, keduanya berusaha sabar. Hanya telpon yang selalu teriring setiap malam saat hendak tidur. Itulah cara ampuh untuk mengurai rasa yang dibendung selama seharian.Tapi saat ini, dikarenakan keadaan Ze sudah membaik, lelaki itu berencana mengajak sang istri untuk ikut pulang ke desa.Dia sampai di Surabaya setelah melalui sekian jam perjalanan. Sampai di rumah, kehadirannya disambut oleh istri tercinta yang tampak cantik dalam balutan gamis syar'i serta jilbab warna senada."Assalamualaikum."Ardi menatap sang istri dengan perasaan lega bercampur bahagia."Wa
Sudah dua tahun lo, belum juga hamil. Biasa itu udah disebut infertil. Udah diperiksa belum Bu Ze?"Bu Lastri, tetangga samping rumah ibu mertua Ze terus mengoceh. Tiap kali ada acara di rumah sang Mama, wanita itu selalu ada. Bahkan terkadang tidak diundang, wanita itu justru datang sembari bertanya pada ibu mertua Ze dengan pertanyaan,"Ibu kemarin ada titip pesan ya sama si Anang suruh saya datang ke rumah? Maaf ya Bu, Anang baru ngomong tadi pagi."Begitulah dirinya, selalu punya cara supaya bisa merusuh di acara tetangga. Kali ini, Ze jadi sasaran."Baru juga dua tahun Bu Lastri, Fatimah sama suaminya sampai sepuluh tahun. Tapi kalau Allah sudah berkehendak, tak ada yang tak mungkin. Di usia ke empat puluh tahun lebih, Fatimah akhirnya mengandung juga," bela ibu lain seolah paham perasaan Ze seperti apa."Iya sih. Si Mera anak saya yang pertama juga telat hamil, Bu. Waktu itu setahun nikah masih juga kosong. Tapi Ibu mertuanya tu ngebet banget, sampai Mera nangis kejar mengadu ke
Seperti kebanyakan ibu hamil pada umumnya, begitu pula keadaan Ze saat ini. Dengan kadar hormon HCG yang lebih banyak dari pada kehamilan tunggal, wanita itu pada akhirnya mengalami mual muntah yang lebih parah dari yang seharusnya.Ze bahkan sempat di rawat selama empat hari karena tak mau makan sementara muntah tak mau berhenti.Ardi yang menyaksikan begitu merasa iba sekaligus terharu. Ia ingat bahwa ini adalah perjuangan berat yang harus dilalui Ze demi buah hati yang mereka impikan bersama."Mas ...."Ze memanggil Ardi yang baru selesai melaksanakan shalat subuh di mesjid. Sudah satu minggu wanita itu keluar dari rumah sakit tapi ia masih belum dapat terlalu beraktivitas banyak."Ada apa, Sayang?""Ze pengen makan nasi goreng. Tapi bukan yang dijual di gerobak, Ze pengen nasi goreng buatan Mas."Ardi tersenyum dan mengusap pipi sang istri."Mas masak sekarang, ya."Ze mengangguk riang. Lalu sang suami mengganti pakaian dan berjalan ke dapur."Mas, Ze ikut ya. Nungguin di kursi ma
Ze dengan cepat menuruni ranjang dan berlari keluar kamar."Mpok, Mpok Sasa. Tolong bantu saya."Mpok Sasa dan wanita bernamakan Anggun segera memasuki rumah."Ada apa, Bu?""Tolong temani saya ke rumah sakit, Mpok. Air ketubannya pecah.""Astaghfirullah! Baik, Bu."Dalam keadaan terburu-buru, Ze menelpon grab sedang Mpok Sasa menyiapkan beberapa keperluan yang akan dibawa termasuk tas bayi yang sudah disiapkan Ze jauh-jauh hari. Lalu dia mengunci rumah dan segera keluar."Maaf ya Mbak, lain kali saja Mbak kemari lagi," ucap Ze pada Anggun."Iya tidak mengapa, Bu," jawab wanita itu. Lalu dia keluar dari halaman rumah tersebut dan pergi jauh. Ze menatap dengan rasa kasihan."Bu, mobil pesanannya sudah sampai."Ze segera menoleh, mereka segera menaiki grab begitu kendaraan tersebut sampai di depan rumah. Ze yang masih mampu melakukan kegiatan, segera mengambil ponsel untuk memberitahu Ardi."Hallo Mas.""Iya Sayang.""Mas, ketubanku pecah.""Astaghfirullah! Air ketubannya pecah? Sekara