Home / Romansa / Bingkisan Dari Suami / Siapa Sekretaris itu?

Share

Siapa Sekretaris itu?

last update Last Updated: 2023-10-19 16:07:46

Kugertakan gigi, amarah mulai naik ke ubun-ubun. Satu bukti jelas nampak terlihat dengan mata kepalaku sendiri. 

Mas Tama  berani berselingkuh di pabrik yang kami rintis dari nol. Hal yang paling mengejutkan,  wanita yang  saat ini berada dalam pelukan Mas Tama, tengah  berbadan dua. Itu berarti, hubungan mereka telah berlangsung lama. Bisa-bisanya aku kecolongan seperti ini.

Kuusap dada sekali lagi, berusaha mengatur napas. 

Allah, Mas Tama yang selama ini sempurna dimataku dan keluarga. Mas Tama yang selama sepuluh tahun selalu romantis padaku. Mas Tama yang setiap malam mengatakan akan tetap mencintai dan setia padaku hingga ujung usia. Kini, semua perkataan itu sirna. Kepercayaan yang kujaga selama sepuluh tahun, seketika hancur berkeping-keping. 

Lekas kurogoh ponsel dari saku blazer. Berniat merekam video mereka. Bergerak pelan, berusaha tak mengeluarkan suara. Namun, saat kunyalakan kamera dan kuhadapakan kearah mereka, tiba-tiba mereka terdiam. 

Ah, apa mereka menyadari ada orang lain  didalam gudang ini? 

Kututup mulut yang sebenarnya ingin meneriaki dua makhluk  yang tak tahu malu itu. 

Perih?

Sungguh, wanita mana yang hatinya tak teriris menyaksikan suaminya sedang bersama wanita lain. Tentu hatiku menjerit. Tapi, tidak dengan mataku. Sayang, jika air mata ini kubiarkan menetes hanya untuk menangisi pria hidung belang seperti Mas Tama. Sia-sia memproduksi air mata tanpa ada manfaat. 

Lagi pula,sekeping dalam dada ini sudah terlanjur hancur semenjak menerima bingkisan itu. 

Sudah kutumpahkan  air mata sejak awal mengetahui kebusukan Mas Tama. Kali ini, air mata bukanlah hal istimewa yang kupersembahkan  untuk Mas Tama. 

"Mas, Mas  bahagia kan, akhirnya  Mas akan punya anak? Itu artinya Mas akan menjadikanku nomor satu kan?" rengek wanita itu, nadanya begitu manja. 

Kutelan saliva dalam, kesal mendengar pengakuan wanita  yang seolah ingin menyingkirkan posisiku dari hati Mas Tama. Meski memang aku sadar, aku belum bisa memberikan  keturuanan untuk mas Tama. Tapi, apa aku patut ditiadakan dari hati Mas Tama? 

Tak kusangka, dibalik keromantisan Mas Tama padaku, dia pun telah menanam benih di rahim wanita lain. Entah sudah berapa lama mereka menjalin hubungan itu dibelakangku. 

"Tentu bahagia sayang." 

Kulihat wajah Mas Tama makin maju dan menunduk. Dilihat dari gerakannya, sudah pasti, Mas Tama sedang mentautkan bibirnya pada bibir wanita itu. Gerakan tangannya yang lihai memegang pinggul wanita lajang itu. Sialnya, tubuh Mas Tama masih menutupi kecilnya tubuh wanita itu. 

Dasar tak tahu malu melakukan itu didalam pabrik. Tidak malu apa kalau orang-orang memergoki mereka? 

Rasanya ingin muntah membayangkan adegan itu, adegan yang selalu kami lakukan setiap hari sepulang kerja. Bahkan Mas Tama sering melakukannya denganku didalam kamar yang berada di ruangan kerjanya. Ya, Mas Tama selalu membuatku terbuai dalam rayuan mautnya. Dari mulai bibir kami terpaut hingga kami melakukan yang seharusnya dilakukan suami istri saat diatas ranjang.

  

Sudah cukup rekaman ini sebagai bukti pengkhianatan Mas Tama. Meski aku belum bisa menangkap wajah wanita itu, setidaknya aku bisa merekam ciri-ciri wanita yang memakai seragam karyawan lapangan. Berarti itu bukan sekertaris, kalau sekertaris tentu tidak memakai seragam khusus bagian produksi.

Lantas kumasukkan kembali ponsel pada saku. Bersandar sejenak pada rak. Hanya rak tepung yang saat ini menjadi sandaranku. 

Apa aku harus protes pada Tuhan, bahwa Dia tidak adil. Aku yang telah bersama dengan Mas Tama selama hampir  sepuluh tahun, tapi belum ada tanda-tanda kehamilan dalam rahimku. 

Apa benar aku ini mandul, dan gak akan punya anak? 

Allah, apa pantas aku protes padaMU? Mengapa harus pelakor itu yang hamil anaknya Mas Tama. 

Mencoba berdiri dalam pertahanan yang telah rapuh. Seorang diri menopang tubuh yang hampir terkulai lemah. Istighfar memenuhi hati yang kemelut. 

Aku harus segera beranjak dari gudang, sebelum mereka menyadari kehadiranku.

Brugh!!

Tak sengaja menubruk salah satu kardus dan terjatuh. Sementara, kuabaikan kardus-kardus itu, kukencangkan langkah menuju pintu keluar. Lantas berlari secepat mungkin sambil menyekap mulutku sendiri. 

Mas Tama tidak boleh melihatku. Karena yang dia tahu aku sedang sibuk merancang untuk persiapan pabrik baru didalam ruangan. 

Salah satu petunjuk, sebagai bukti kebusukan Mas Tama kini terbuka. Aku harus mengumpulkan bukti-bukti lain. 

Aku pun menerka-nerka siapa wanita itu. Kalau  dia memakai seragam lapangan produksi. Lalu siapa nama sekertaris Rahma yang ada dalam ponsel Mas Tama? Apa Mas Tama berselingkuh tidak hanya dengan satu wanita? Lalu ada berapa wanita? 

Ah,,sungguh otakku tak bisa berpikir jernih.

Setelah terasa aman, dan agak jauh dari gudang, kurogoh kembali ponsel dan membuka kunci layar.

Sekertaris Gun, aku rasa dia tahu tentang ini. Hanya dia yang bisa kuandalkan. Karena hanya dia yang selalu pergi bersama Mas Tama. 

"Gun, tolong datang ke ruangan ibu sekrang juga ya!"

"Baik  bu." Jawabnya singkat. 

"Oke ditunggu."

Lalu kumatikan ponsel dan melanjutkan langkah sedikit berlari. Sesampai didepan ruangan, Gun sudah menunggu deidepan pintu. 

"Masuk!" suruhku seraya berjalan mendahuluinya masuk kedalam ruangan. 

Dia hanya membungkuk membalas perkataanku. Lalu, berjalan mengikutiku. 

" Oke to the point aja. Gun kamu jawab jujur, apa Pak Tama sering berkunjung ke pabrik? apa  Kamu tahu siapa yang sering dia temui di pabrik?" Aku mengintrogasi. 

"Maksud ibu? "

"Jawab jujur saja! jangan  takut sama pak Tama!"

Dia hanya menggaruk garuk kepala. Gelagatnya sangat mencurigakan. Aku yakin,  dia menyembunyikan sesuatu tentang Mas Tama. 

Ku perlihatkan video tadi. Gun pun nampak kaget melihat itu. 

"Itu pak Tama bu?" Tanyanya kaget. Hmmh, atau mungkin dia pura-pura kaget? 

Aku mengangguk. 

"Kamu kan  sekertarisnya, harusnya kamu tahu kemana Pak Tama pergi dan apa jadwal dia." 

"Bagaimana saya bisa tahu bu. Saya saja jarang di kantor, karena sering disuruh bapak untuk menyelesaikan seluruh pekerjaannya. Bahkan dua minggu lalu saya yang disuruh meeting di luar kota bertemu dengan investor baru."

"Jadi selama ini, dia?..." Kekesalan semakin menyeruak.

"Pak Tama Kerja ko bu. hanya saja..." 

Gun menggantung perkataannya

"Hanya saja apa?" Aku seidkit berteriak. 

"Hanya saja dia lebih sering menyuruh saya untuk menggantikannya  meeting dengan investor."

"Saya pikir kalau bapak menyuruh saya, bapak pulang ke rumah bu."

Kutarik nafas panjang. Jadi selama ini, Mas Tama. Ah, dua minggu lalu dia bilang mau ke Cianjur untuk membahas pabrik baru diasana ternyata Gun yang kesana. 

Ya Allah,, 

"Oke, tolong cari tahu  wanita  yang bernama Rahma itu dibagian data karyawan bagian produksi sekarang juga!" Kudesak Gun untuk segera mencari tahu.

"Baik bu!" dia mengangguk.

"Bisa kan kamu tanya  ke bagian hrd?"

"Bisa bu"

"Oke aku tunggu sekarang juga." Dia beranjak dari ruangan. Kuhempaskan tubuhku diatas sofa. 

Tak lama kemudian Gun memberikan data  itu melalui email. 

Nur Siti Rahmawati dia berada dideretan karyawan bagian produksi.

Jadi bukan sekertaris? Lalu kenapa Mas Tama memberi nama seketaris di ponselnya. 

Ah, pintar sekali kamu menipuku Mas. Tapi, menyembunyikan bangkai apapun, lama-lama akan tercium baunya. Aku segera menelepon Gun. 

"Apa saja agenda Pak Tama hr ini?"

"Hari ini kebetulan full di kantor pusat bu tidak ada agenda keluar." 

"Oh, oke thanks."

Tiba tiba sosok tinggi tampan itu masuk keruanganku. 

"Assalamu'alaikum, sayang kamu betah banget dalam ruangan. Kenapa tidak mendatangi ruangan Mas?" 

Aku berusaha tersenyum didepannya padahal hatiku mendidih, ingin sekali memotong hidung bangirnya itu. 

"Ah, iya mas aku sampai lupa,saking sibuk merancang  pabrik baru kita."

"Ah sayang, sudah mas bilang jangan cape-cape kamu rekrut sekertaris saja ya."

Dia mendekatiku lalu memegang bahu. Ingin kuhempaskan tangan yang menelusuk ini. Wajahnya sudah menempel dileherku. Namun,  Aku tak bereaksi. Biasanya dia akan memancing hasratku. 

Mencium wangi parfum, tiba-tiba kepalaku pusing dan mual. Aku sedikit meringis karena tak tahan dengan wanginya. 

"Kenapa sayang? Kamu kenapa?" tanyanya terlihat panik. 

Sial, kenapa harus pusing didepannya.

Dia memegang keningku. "badanmu sedikit hangat, kamu pulang ya, biar Mas antar."

"Tidak Mas, mungkin sedikit lelah."

Tiba-tiba ponselnya berdering lama. Biasanya hanya getaran, mungkin Mas Tama lupa merubah mode ponsel. 

"Siapa mas? "

"Biasa, sayang kerjaan." Aku merebut ponselnya. 

Nama Sekertaris Rahma berkedip dilayar ponsel. 

Mas Tama salah tingkah  melihatku yang mangangkat teleponnya. 

"Hallo."

Suara seorang wanita seperti tak asing ditelingaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bingkisan Dari Suami   Bicaralah satu kata saja, Salma!

    "Dan, satu hal lagi, kamu harus mendo'akan almarhumah istrimu!"Tama tercengang mendengar berita dari Salma. "Maksudmu, Rahma sudah meninggal?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi. Tatapannya tetap pada Salma yang terus memalingkan wajah darinya. Salma menelan saliva dalam-dalam, lalu mengangguk perlahan. Sementara, Hamidah berusaha berdiri dengan tubuh bergetar. Ia berjalan mendekati Tama. Mengangkat tangan kanannya. PlakkSebuah tamparan melayang pada pipi lelaki yang berstatus menantunya itu. "Semua ini gara-gara kamu, tega sekali kamu memanfaatkan kepolosan putriku. Dia tidak mungkin mau merebut suami orang, kalau dari awal kamu mengatakan padanya bahwa kamu sudah beristri."Hamidah terisak, pikirannya masih tertuju pada putrinya yang kini sudah tak ada di dunia. Ada rasa perih yang tak terbendung, ketika mengingat kondisi terakhir Rahma yang seperti tersiksa menahan luka. Wanita tua itu mengusap wajah dengan pilu dan penuh rasa bersalah. Kenapa dulu dia menyetujui pernik

  • Bingkisan Dari Suami   Menemui Tama

    Papa mengernyitkan kening, ketika melihat wanita tua yang keluar dari ruangan.Sepertinya wajah itu tidak asing. Tapi, siapa?Ia mencoba meniliki-nilik wanita yang menghampiri Salma. Tidak, tidak mungkin.Laki-laki paruh baya itu mengerjapkan mata beberapa kali, meyakinkan bahwa perempuan tua yang ia lihat, bukanlah wanita yang ia kenal. Pasalnya tubuh Hamidah terlihat sedikit rengkuh dan lebih tua darinya. Bahkan bisa dibilang sangat tua. Sedangkan wanita yang ia kenal di masa lalu memiliki umur lebih muda darinya. Ia mencoba abai pada apa yang menganggu pikirannya. "Cepat kita pulang, Salma!" Suara bas Papa membuat orang di sekitar menoleh padanya. "Salma akan pulang pa, tapi izinkan Salma membantu Bu Hamidah sebentar. Dia sudah tua, tidak ada keluarga lain yang menemaninya. Setelah semua selesai, Salma akan pulang." ujar wanita menatap Sang Papa dengan tatapan memohon. Papanya pun tak tega melihat anaknya dengan kantung mata yang membentuk bulatan Seperti terlihat sangat

  • Bingkisan Dari Suami   Misteri Tas Milik Rahma

    "Ini, Salma sudah ada disini menemani anda," kata dokter menatap sosok diatas ranjang. Tangannya ingin meraih Salma. Air matanya mulai menetes. Salma berjalan mendekati sosok yang terkulai lemah itu. Dia pun melihat tubuh Rahma yang semakin tak berdaya karena kehabisan banyak darah. Padahal, kemarin masih bisa berjalan, tapi dalam waktu beberapa jam saja, Rahma sudah berubah tak berdaya.Perlahan Salma memegang tangan Rahma yang terus berusaha meraihnya sejak ia masuk ke dalam ruangan. Ada rasa tak sudi melihat perempuan yang telah menjadi madunya secara sembunyi-sembunyi. Namun, ada rasa kasihan dan tak tega melihat kondisinya. "Teh Salma." Dengan nada gemetar, Rahma berusaha menyebut nama itu. "Rahma." Salma pun mencoba memanggilnya. Lantas, duduk di kursi samping ranjang. Ia memegang kedua tangan wanita yang telah merebut suaminya. Wanita yang telah membuatnya murka. Namun, entah kenapa hatinya ikut merasa perih melihat kondisi Rahma yang semakin memburuk."Maaf," ujar Rahm

  • Bingkisan Dari Suami   Penjelasan Salma

    Suster berlari ke dalam ruangan, ia meminta Salma serta Hamidah untuk segera meninggalkan ruangan. Sedetik kemudian, Hamidah dan Salma keluar dengan keadaan hati tak karuan. Pasalnya, mereka menyaksikan kondisi Rahma yang tiba-tiba kejang. Dengan telaten, Salma mencoba menuntun Hamidah. Lantas, dia membantu mendudukkan Hamidah di ruang tunggu. Wanita tua itu sedikit menepis. Namun, kondisi badan yang sudah tergopoh-gopoh membuatnya tak mampu menahan beban tubuh sendiri. Alhasil, tetap saja dia memegang tangan Salma. Meski dalam hatinya menolak pertolongan itu.Dari awal kedatangan Salma, dia mengira kalau Salma adalah wanita yang tiba-tiba datang, dan akan merusak hubungan anaknya dengan Arkatama. Tatapannya tajam menunjukkan kalau Hamidah benar-benar tidak menyukai kehadiran Salma. Hamidah mengernyitkan kening masih dipenuhi rasa penasaran. Selain dia mengira Salma adalah perebut suami dari anaknya, dia juga curiga tentang kejahatan Salma, sebab dia ditemani dua orang

  • Bingkisan Dari Suami   Pembicaraan Salma dengan Ibunya Rahma

    Kemana kamu, Mas?Rahma kelimpungan, dia tak tahu siapa lagi yang harus dihubungi. Sedangkan, satu nomor kontak pun ia tak ingat. Hanya ada nomor kontak Arkatama yang selalu diingatnya. Tuhan!!! Wanita berpakaian pasien itu merintih. Namun, dalam hatinya ingin marah.Sekuat tenaga, ia menahan sakit yang semakin mendera. Rasa sakit yang telah mencabik-cabik raga. Raga yang dulu selalu ia jaga mati-matian. Serta rasa perih yang telah menusuk dada hingga ke ulu hati. Sebelumnya, ia tak pernah merasa sesakit ini. Pertahanannya semakin runtuh. Serapuh kayu yang sekian lama dimakan rayap, roboh seketika begitu waktunya sudah tiba. Keangkuhan yang selama ini melekat dalam dirinya, karena selalu dipuja-puja oleh lelaki kaya raya dan berparas tampan. Keangkuhan yang datang, ketika semua orang memujinya, bahwa dialah wanita yang paling beruntung karena telah menjadi Ratu Arkatama. Semua itu hancur seketika, dan berbalik menjadi perih yang tak berujung. "Kamu harus ingat pesan abah.

  • Bingkisan Dari Suami   Rahma. kelimpungan

    "Tidak, kamu tidak berhak masuk ke dalam rumah ini lagi. Kamu telah menjadi anak durhaka dan lebih pantas di penjara.""Ibu?"Tama terperanjat, menyaksikan ibu yang tiba-tiba keluar dari rumah Salma."Tolong ampuni Tama. Tama menyesal, Bu." "Tidak ada penyesalan yang terletak diawal, apalagi melakukan sesuatu yang tanpa kau sadari itu adalah dosa. Dibmana otakmu ? Di mana nuranimu, Tama?" Firda berbicara dengan gemetar. Dia menggertakkan gigi, tak mampu menahan amarah dan kesedihan yang menyatu. Dia merasa telah gagal menjadi seorang ibu. Gagal mendidik anak lelaki satu-satunya. "Ibuuu,, ampuni Tama! Tama janji akan menerima semua hukuman yang dijatuhkan. Tapi, Tama tidak ingin berpisah dengan Salma."Tama bersimpuh di kaki Firda yang nyaris terjatuh. Namun wanita yang sudah berkeriput itu tidak goyah. Dia tetap membuang pandangannya. Ia menahan bulir bening agar tidak terjun lagi. Air matanya telah habis tumpah ruah sejak mengetahui kelakuan anaknya. Kali ini, air mata itu tel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status