Share

Takut Ketahuan

last update Last Updated: 2023-10-19 16:09:38

"Hallo!" 

suara wanita itu terdengar jelas dan tak asing ditelingaku. Ya, siapa lagi kalau bukan suara sekertaris Rahma. 

"Ada apa SEKERTARIS Rahma?!" kutanya to the point sambil menatap tajam Mas Tama. Dia terlihat salah tingkah dan gelisah. 

Lantas, Mas Tama mendekatiku, lalu berbisik lembut ditelinga kananku, "sini biar mas yang bicara!"  

Pelan-pelan dia berusaha mengambil alih ponselnya. Namun, segera kutangkis tangannya, mempertahankan ponsel yang masih menempel ditelingaku. 

"Ada apa? ngomong saja! Pak Tama disamping saya," Nadaku sedikit meninggi. Kekesalan dan kesakitan semakin menyeruak menusuk-nusuk dada. 

Mas Tama tak berkutik. Wajahnya terhenti disamping wajahku yang sedang berbicara dengan wanita itu, dia sangat kaku. 

hmmh Mas Tama, Mas Tama, kamu tak bisa menyembunyikan sikapmu, sungguh, kamu terlihat kerakutan. Takut, kalau wanita j*l*ng itu berbicara aneh-aneh padaku. 

"Ma-ma-maaf bu, saya mau memberi tahu jadwal sama bapak, kalau setelah makan siang ada pertemuan dengan investor baru bu"

"Oke, ada pesan lain lagi? Kalau tidak saya matikan ponselnya," 

"Ti-ti-dak bu," Jawabnya terbata. Mungkin dia sudah menyadari, bahwa akulah yang mengangkat telepon saat malam itu. Malam setelah pemberian bingkisan mobil yang kuterima. Aku semakin yakin, mobil itu dihadiahkan Mas Tama untuk Rahma. 

Kumatikan ponselnya, lalu kuberikan pada Mas Tama dengan sedikit melempar dan nyaris terjatuh. 

"Siapa sekertaris Rahma, mas? bukannya disini hanya ada sekrtaris Gun?" Aku mencoba memancing Mas Tama, sekedar ingin tahu bagaimana tanggapan Mas Tama. 

"Ah, itu sekertaris cadangan sayang. kalau Gun sibuk ke luar kota, dia yang menggantikan."

"Ke luar kota? bukannya kalau ke luar kota itu tugas kamu?" 

Mas Tama mulai terpancing. Untung saja, aku sudah mengetahui semua kegiatan Mas Tama dari sekertaris Gun. Termasuk yang sering menemui klien dan mengontrol pabrik cabang di luar kota adalah Gun, bukan Mas Tama. 

"Iya maksud Mas, kalau Mas sama Gun ke luar kota, Rahma lah yang bertanggung jawab disini. Mas mau bilang sama kamu, tapi mas belum sempat sayang." 

Mas, Mas, mulutmu begitu lumer dan cantik, sungguh tidak sepadan dengan tampangmu yang kekar. 

Kepalaku makin pusing, ditambah mual yang semakin menjadi. Allah, jangan sampai terlihat lemah didepan Mas Tama. 

Kukerjapkan mata berkali kali. Kutelan saliva dalam, mulut terasa mengering. Ingin sekali aku berlari menghindari Mas Tama, tapi dia masih duduk didekatku. Bahkan dia hendak memelukku. 

"Mas, aku mau ke kamar mandi." Izinku pada Mas Tama. Hanya dengan cara ini aku bisa menjauh dari sentuhan Mas Tama. 

"Mau Mas antar?"

Tatapannya begitu meluluhkan hati, dari awal menikah hingga saat ini, sikapnya tak berubah. Hingga aku tidak menyadari, begitu banyak rahasia yang ia sembunyikan dibelakangku. 

"Tidak usah Mas," pintaku sambil beranjak ke kamar mandi. 

Mas Tama memang selalu menemani dan menggandengku setiap kali aku ingin ke kamar mandi. Tapi kali, aku benar-benar kehilangan mood berdekatan dengan Mas Tama. Aku pun tak sudi bergandengan dengan lelaki yang telah menduakan cintanya dariku. 

Mas Tama tetap menghampiriku, lalu menggandeng tanganku sampai kedepan kamar mandi. Batinku menolak, namun jasadku tak mungkin, walau bagaimanapun dia masih suamiku. 

Manja, ya memang aku manja pada Mas Tama. Begitupun sebaliknya, Mas Tama manja padaku, bahkan dia  lebih manja dariku. Apalagi saat sakit, dia selalu menginginkanku yang merawatnya dari mulai memandikan hingga menyuapinya, sampai satu waktu, kami melakukan hubungan itu di kamar mandi rumah sakit. Dia tak mampu menahan hasratnya selama beberapa hari ia tahan akibat dirawat dan tak boleh beraktifitas.

Dia menjamahku didalam kamar mandi, sedangkan infusan masih menempel ditangannya. Begitu hasratnya tinggi untuk menginginkan surga duniawi yang selalu kami lakukan untuk melepas rindu. 

"Hanya kamu surga yang Mas miliki, hanya kamu satu-satunya," rayunya sambil mendesah. 

Ah, kenapa ingatanku selalu mengingatnya saat dia sedang romantis? Tapi tidak ada yang bisa kubayangkan selain keromantisan Mas Tama. Karena setiap waktu dia selalu romantis dan tidak pernah marah padaku. Tak pernah ada keributan dalam rumah tangga kami. 

Tiba-tiba aku sempoyongan. Kepala seperti berputar. Kupijit kening sekedar menghilangkan rasa pusing. 

Perut ini semakin mual, seperti ada sesuatu yang mendorong melalui tenggorokan, rasanya ingin segera muntah, tapi tidak ada apapun yang keluar dari mulutku. 

"Sayang! sayang! kamu baik-baik saja?" Mas Tama mengetuk-ngetuk pintu.

 

Mungkinkah dia mendengar suaraku? Kunyalakan kran pura-pura tak mendengar teriakannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bingkisan Dari Suami   Bicaralah satu kata saja, Salma!

    "Dan, satu hal lagi, kamu harus mendo'akan almarhumah istrimu!"Tama tercengang mendengar berita dari Salma. "Maksudmu, Rahma sudah meninggal?" tanyanya sambil mengernyitkan dahi. Tatapannya tetap pada Salma yang terus memalingkan wajah darinya. Salma menelan saliva dalam-dalam, lalu mengangguk perlahan. Sementara, Hamidah berusaha berdiri dengan tubuh bergetar. Ia berjalan mendekati Tama. Mengangkat tangan kanannya. PlakkSebuah tamparan melayang pada pipi lelaki yang berstatus menantunya itu. "Semua ini gara-gara kamu, tega sekali kamu memanfaatkan kepolosan putriku. Dia tidak mungkin mau merebut suami orang, kalau dari awal kamu mengatakan padanya bahwa kamu sudah beristri."Hamidah terisak, pikirannya masih tertuju pada putrinya yang kini sudah tak ada di dunia. Ada rasa perih yang tak terbendung, ketika mengingat kondisi terakhir Rahma yang seperti tersiksa menahan luka. Wanita tua itu mengusap wajah dengan pilu dan penuh rasa bersalah. Kenapa dulu dia menyetujui pernik

  • Bingkisan Dari Suami   Menemui Tama

    Papa mengernyitkan kening, ketika melihat wanita tua yang keluar dari ruangan.Sepertinya wajah itu tidak asing. Tapi, siapa?Ia mencoba meniliki-nilik wanita yang menghampiri Salma. Tidak, tidak mungkin.Laki-laki paruh baya itu mengerjapkan mata beberapa kali, meyakinkan bahwa perempuan tua yang ia lihat, bukanlah wanita yang ia kenal. Pasalnya tubuh Hamidah terlihat sedikit rengkuh dan lebih tua darinya. Bahkan bisa dibilang sangat tua. Sedangkan wanita yang ia kenal di masa lalu memiliki umur lebih muda darinya. Ia mencoba abai pada apa yang menganggu pikirannya. "Cepat kita pulang, Salma!" Suara bas Papa membuat orang di sekitar menoleh padanya. "Salma akan pulang pa, tapi izinkan Salma membantu Bu Hamidah sebentar. Dia sudah tua, tidak ada keluarga lain yang menemaninya. Setelah semua selesai, Salma akan pulang." ujar wanita menatap Sang Papa dengan tatapan memohon. Papanya pun tak tega melihat anaknya dengan kantung mata yang membentuk bulatan Seperti terlihat sangat

  • Bingkisan Dari Suami   Misteri Tas Milik Rahma

    "Ini, Salma sudah ada disini menemani anda," kata dokter menatap sosok diatas ranjang. Tangannya ingin meraih Salma. Air matanya mulai menetes. Salma berjalan mendekati sosok yang terkulai lemah itu. Dia pun melihat tubuh Rahma yang semakin tak berdaya karena kehabisan banyak darah. Padahal, kemarin masih bisa berjalan, tapi dalam waktu beberapa jam saja, Rahma sudah berubah tak berdaya.Perlahan Salma memegang tangan Rahma yang terus berusaha meraihnya sejak ia masuk ke dalam ruangan. Ada rasa tak sudi melihat perempuan yang telah menjadi madunya secara sembunyi-sembunyi. Namun, ada rasa kasihan dan tak tega melihat kondisinya. "Teh Salma." Dengan nada gemetar, Rahma berusaha menyebut nama itu. "Rahma." Salma pun mencoba memanggilnya. Lantas, duduk di kursi samping ranjang. Ia memegang kedua tangan wanita yang telah merebut suaminya. Wanita yang telah membuatnya murka. Namun, entah kenapa hatinya ikut merasa perih melihat kondisi Rahma yang semakin memburuk."Maaf," ujar Rahm

  • Bingkisan Dari Suami   Penjelasan Salma

    Suster berlari ke dalam ruangan, ia meminta Salma serta Hamidah untuk segera meninggalkan ruangan. Sedetik kemudian, Hamidah dan Salma keluar dengan keadaan hati tak karuan. Pasalnya, mereka menyaksikan kondisi Rahma yang tiba-tiba kejang. Dengan telaten, Salma mencoba menuntun Hamidah. Lantas, dia membantu mendudukkan Hamidah di ruang tunggu. Wanita tua itu sedikit menepis. Namun, kondisi badan yang sudah tergopoh-gopoh membuatnya tak mampu menahan beban tubuh sendiri. Alhasil, tetap saja dia memegang tangan Salma. Meski dalam hatinya menolak pertolongan itu.Dari awal kedatangan Salma, dia mengira kalau Salma adalah wanita yang tiba-tiba datang, dan akan merusak hubungan anaknya dengan Arkatama. Tatapannya tajam menunjukkan kalau Hamidah benar-benar tidak menyukai kehadiran Salma. Hamidah mengernyitkan kening masih dipenuhi rasa penasaran. Selain dia mengira Salma adalah perebut suami dari anaknya, dia juga curiga tentang kejahatan Salma, sebab dia ditemani dua orang

  • Bingkisan Dari Suami   Pembicaraan Salma dengan Ibunya Rahma

    Kemana kamu, Mas?Rahma kelimpungan, dia tak tahu siapa lagi yang harus dihubungi. Sedangkan, satu nomor kontak pun ia tak ingat. Hanya ada nomor kontak Arkatama yang selalu diingatnya. Tuhan!!! Wanita berpakaian pasien itu merintih. Namun, dalam hatinya ingin marah.Sekuat tenaga, ia menahan sakit yang semakin mendera. Rasa sakit yang telah mencabik-cabik raga. Raga yang dulu selalu ia jaga mati-matian. Serta rasa perih yang telah menusuk dada hingga ke ulu hati. Sebelumnya, ia tak pernah merasa sesakit ini. Pertahanannya semakin runtuh. Serapuh kayu yang sekian lama dimakan rayap, roboh seketika begitu waktunya sudah tiba. Keangkuhan yang selama ini melekat dalam dirinya, karena selalu dipuja-puja oleh lelaki kaya raya dan berparas tampan. Keangkuhan yang datang, ketika semua orang memujinya, bahwa dialah wanita yang paling beruntung karena telah menjadi Ratu Arkatama. Semua itu hancur seketika, dan berbalik menjadi perih yang tak berujung. "Kamu harus ingat pesan abah.

  • Bingkisan Dari Suami   Rahma. kelimpungan

    "Tidak, kamu tidak berhak masuk ke dalam rumah ini lagi. Kamu telah menjadi anak durhaka dan lebih pantas di penjara.""Ibu?"Tama terperanjat, menyaksikan ibu yang tiba-tiba keluar dari rumah Salma."Tolong ampuni Tama. Tama menyesal, Bu." "Tidak ada penyesalan yang terletak diawal, apalagi melakukan sesuatu yang tanpa kau sadari itu adalah dosa. Dibmana otakmu ? Di mana nuranimu, Tama?" Firda berbicara dengan gemetar. Dia menggertakkan gigi, tak mampu menahan amarah dan kesedihan yang menyatu. Dia merasa telah gagal menjadi seorang ibu. Gagal mendidik anak lelaki satu-satunya. "Ibuuu,, ampuni Tama! Tama janji akan menerima semua hukuman yang dijatuhkan. Tapi, Tama tidak ingin berpisah dengan Salma."Tama bersimpuh di kaki Firda yang nyaris terjatuh. Namun wanita yang sudah berkeriput itu tidak goyah. Dia tetap membuang pandangannya. Ia menahan bulir bening agar tidak terjun lagi. Air matanya telah habis tumpah ruah sejak mengetahui kelakuan anaknya. Kali ini, air mata itu tel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status