Di tengah padatnya penyelidikan bersama Hamal, Gallen tetap menyamaratakan prioritasnya—Titan. Ia tak bisa lagi diam. Semua kejanggalan harus diselidiki, dan Jupiter—aktor pendatang baru yang sangat mirip dirinya—menjadi titik awal. Gallen diam-diam menyuruh tim internal agensinya untuk mencari tahu latar belakang Jupiter. Terlalu bersih. Terlalu sempurna untuk seseorang yang baru muncul. "Kamu yakin dia bukan aktor lepas?" tanya Gallen pada Hamal. "Yakin, Bos. Tapi dia masuk lewat casting khusus, yang salah satu sponsornya punya hubungan dengan Aries Bagaskara," jawab Hamal, tajam. Mata Gallen menyipit. "Adhara." Sementara itu, Titan tengah mencoba menikmati masa cutinya bersama Galaksi dan Giselle. Malam itu mereka sepakat pergi karaoke, melepas stres. Tawa dan suara sumbang mereka mengisi ruangan. Titan bahkan menyanyikan lagu rock dengan ekspresi dramatis yang membuat Galaksi terguling tawa. "Dewi Titan, ternyata kamu tidak hanya jago akting," ujar Galaksi sambil memeg
Satu minggu setelah kejadian tragis di lokasi syuting, Titan akhirnya muncul kembali di hadapan publik. Ia mengenakan blazer putih lembut dan blouse hitam elegan, duduk di ruang konferensi pers yang dipenuhi wartawan dan kamera yang siap merekam tiap katanya. Meski masih tampak pucat, sorot matanya tegas. Senyumnya lembut, tapi menyiratkan keteguhan. "Pertama-tama," ucap Titan, "Aku ingin mengucapkan terima kasih atas semua doa dan dukungan. Aku sangat bersyukur bisa pulih secepat ini." Seseorang dari media mengangkat tangan. "Dewi Titan, publik menduga kejadian itu bukan kecelakaan biasa. Apakah Anda punya komentar?" Titan tersenyum, tenang. "Aku memahami kekhawatiran itu. Tapi setelah berbicara dengan tim produksi dan pihak-pihak terkait, kami sepakat bahwa itu adalah kecelakaan kerja. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan." Seketika ruangan dipenuhi kilatan kamera dan bisik-bisik. Namun Titan tetap tenang. Ia tidak ingin membuat keadaan semakin panas. Ia tahu, jika ia men
Bulan berdiri mematung di depan kamar rawat VIP rumah sakit tempat Titan dirawat. Dari balik kaca, ia bisa melihat tubuh Titan yang terbaring lemah dengan infus menempel di tangan dan perban di beberapa bagian tubuh. Gadis itu tampak tak sadarkan diri, wajahnya pucat… rapuh. Ada perasaan aneh menyelinap dalam dada Bulan. Di satu sisi, ia pernah berharap Titan tersingkir dari dunia hiburan. Tapi saat keinginan itu seolah terkabul… mengapa dadanya terasa sesak? "Harusnya aku senang… kenapa malah begini," gumamnya pelan. Ia hanya berdiri sebentar, sekadar memastikan Titan masih hidup, sebelum perasaan bersalah mulai menggerogoti nuraninya. Tangan yang memegang tas terasa dingin. Video dalam ponselnya terus berputar dalam kepalanya. Ia tahu, jika video itu sampai ke tangan yang tepat… semuanya bisa berubah. Tiba-tiba suara langkah tergesa membuatnya tersentak. Bulan melihat Galaksi. Panik, Bulan langsung menarik masker dan topinya lebih rendah menutupi wajah, lalu buru-buru berb
Setelah liburan singkat bersama Gallen, Titan kembali menyapa dunia hiburan dengan energi baru. Ia menerima tawaran film dari rumah produksi ternama, dan namanya kembali mencuat sebagai salah satu aktris paling diperhitungkan. Yang tidak Titan tahu, di balik layar, Adhara sedang bermain api. Sebagai anak dari Aries Bagaskara—produser kuat di balik banyak film besar—Adhara punya cukup kuasa untuk mengatur beberapa hal, termasuk menyusupkan satu nama ke dalam daftar cast film baru Titan. "Pilih dia untuk jadi pemeran pendukung," ucap Adhara pada asisten produksi, sambil menyerahkan foto seorang pria. "Tapi Mba, pria ini kan...?" "Lakukan saja apa yang ku perintahkan. Kalau tidak... kamu tahu akibatnya!" Ancaman Adhara membuat sang asisten produksi tak berkutik. Dia punya kuasa, apapun bisa dilakukan. Akhirnya orang itu menurut. Lokasi syuting film terbaru Titan kembali ramai. Kamera, lampu-lampu besar, dan suara aba-aba sutradara menciptakan atmosfer sibuk yang akrab bagi
Kesibukan Titan sebagai aktris tengah memuncak. Ia baru saja menyelesaikan adegan film terakhir bersama Rigel. Hari itu, langit senja menggantung dengan rona oranye yang hangat, dan tubuh Titan terasa lelah namun puas. Para kru memberikan tepuk tangan saat sang sutradara mengumumkan wrap up. Titan tersenyum tulus, membungkuk dalam, mengucapkan terima kasih kepada semua yang terlibat. Setelah perpisahan dengan para kru, Titan memilih tidak langsung pulang ke apartemennya. Kakinya membawanya ke tempat yang sudah lama menjadi pelariannya—apartemen Gallen. Ia masih menyimpan kunci cadangan yang pernah diberikan Gallen. Suasana dalam apartemen itu tenang, hangat, dan selalu membuat Titan merasa aman. Ia melepas sepatunya, menggantung jaket di belakang pintu, lalu berjalan pelan ke arah kamar Gallen. Pintu kamar terbuka sedikit, mengundang rasa penasaran. Di meja kerja Gallen, ada beberapa dokumen, dan di rak kecil dekat ranjang, sebuah kotak kayu terbuka. Titan mendekat. Pandangan Ti
Hubungan Gallen dan Titan perlahan membaik. Setelah badai rumor dan kesalahpahaman itu, keduanya sepakat untuk saling terbuka dan menjaga komunikasi. Titan kembali fokus ke pekerjaannya, begitu pun Gallen. Namun kedekatan Titan dan Rigel di lokasi syuting tetap menjadi ganjalan di hati Gallen, walau dia tahu Titan mencintainya sepenuh hati. Hari itu, Titan dan Rigel sedang menghafal dialog di ruang tunggu syuting. Lokasi sedang cukup sepi. Kru dan staf sedang makan siang, menyisakan hanya mereka berdua, Titan dan Rigel. keduanya duduk berhadapan sambil memegang naskah ditangan masing-masing. "Aku akan improvisasi bagian ini," tutur Rigel. Ia menunjuk bagian dialognya dan memperlihatkannya pada Titan. Gadis itu mengangguk pelan, matanya lekat menatap barisan tulisan itu. Mereka melanjutkan, membaca dialog. Rigel tampak santai, duduk menyilang kaki sambil sesekali melempar candaan pada Titan yang dibalas dengan tawa renyah. Titan dan Rigel tak tahu, bahwa ada seseorang yang me
Setelah dua hari menghilang, pulang-pulang Gallen langsung mengadakan rapat. Suasana kantor malam itu jauh lebih tegang dari biasanya. Gallen baru saja selesai rapat bersama investor ketika Hamal menyusulnya masuk ke ruang kerja dengan wajah cemas. "Bos, Anda sudah melihat berita yang sedang viral belum?" tanya Hamal tanpa basa-basi. Gallen mengernyit. "Berita apa?" Tanpa menjawab, Hamal menyodorkan ponselnya. Layar itu menampilkan foto-foto buram seorang pria dan wanita masuk ke hotel dan seorang pria di ranjang bersama seorang wanita, dan pria itu... sangat mirip dengan Gallen. Gallen langsung membeku. "Apa-apaan ini?" "Kak, kamu kemana saja, menghilang begitu saja tidak ada kabar, eh tahu-tahu ada skandal seperti ini," ujar Galaksi yang tiba-tiba muncul di pintu, nafasnya ngos-ngosan karena lari dari lantai bawah. "Dewi Titan juga khawatir Kak, karena kamu tidak bisa dihubungi, dia sedih. Apalagi setelah melihat foto-foto itu." Gallen bangkit dari kursi, wajahnya beruba
Beberapa minggu terakhir terasa seperti berjalan di atas tali bagi Titan. Kariernya tengah menanjak, setiap hari disibukkan dengan jadwal syuting dan proyek iklan, tapi di sisi lain, hubungannya dengan Gallen mulai terasa dingin. Titan memang tahu, ia lebih sering bersama Rigel belakangan ini. Bukan karena keinginan pribadi, tapi karena pekerjaan yang memaksa mereka menjadi pasangan di film, reality show, bahkan pemotretan. Ia tak pernah menyangka, kedekatan profesional itu bisa membuat Gallen berubah. Beberapa minggu terakhir, Gallen masih berusaha menahan diri. Ia paham dunia hiburan—penuh ilusi dan kamera yang tak pernah mati. Ia tahu kedekatan Titan dan Rigel murni profesional, apalagi dengan banyaknya projek yang menempatkan mereka berdua sebagai pasangan di layar. Tapi manusia tetap manusia. Setiap kali Gallen melihat cuplikan video di media sosial—Rigel tertawa bersama Titan, Rigel menatap Titan dengan tatapan yang terlalu lama untuk ukuran teman kerja—dadanya sesak. Te
Keberhasilan Titan dalam proyek film terbarunya bukan hanya membuat namanya semakin berkibar, tapi juga membuka ruang baru dalam perbincangan publik — bukan soal akting atau dedikasi, melainkan tentang dengan siapa ia seharusnya bersama. Tiap unggahan cuplikan film, tiap wawancara ringan bersama Rigel, selalu dipotong dan diedit oleh akun-akun penggemar. Beberapa dengan jelas menyatakan dukungan pada pasangan fiksi Titan-Rigel. Bahkan kini, tren shipping mereka bukan hanya ramai di fanbase Rigel, tapi juga menular ke kalangan penonton netral. "Dulu, aku biasa saja melihat Dewi Titan, tapi waktu dia sama Rigel, chemistry-nya dapet banget!" "Gallen memang ganteng, tapi sepertinya terlalu kaku untuk Dewi Titan." "Rigel itu vibes-nya match! Sedangkan Gallen... mirip om-om." Komentar-komentar itu muncul nyaris setiap Titan mengunggah konten di media sosialnya. Makin hari, tagar #TeamRigel dan #TeamGallen makin panas. Dua kubu fandom saling beradu argumen, dan tak jarang malah me