Titania Selin, artis yang namanya sudah tidak asing lagi di dunia hiburan tanah air, dijuluki Dewi Titan karena banyaknya prestasi dan juga kontroversinya. Namun sekarang, karirnya hancur akibat digosipkan menjadi simpanan seorang Produser yang telah memiliki istri. Tidak hanya itu saja, Dewi Titan juga digosipkan menjalin hubungan settingan dengan artis pendatang baru dari manajemennya. Karena frustrasi, Dewi Titan pun mabuk dan berakhir di ranjang dengan seorang pria yang ternyata CEO tampan dan terkenal di industri hiburan! Lantas, bagaimana nasib Titan?
View More"Akh…."
Titania Selin terbangun dengan wajah bingung, mengamati ruangan sekitar yang begitu asing baginya. Selain itu, kepalanya terasa begitu pusing dan sekujur tubuhnya... sakit? Deg! "Baju siapa ini?" Gadis yang biasa dipanggil Titan itu terkejut kala menyadari tubuhnya kini dibalut kemeja pria berwarna putih. Ini jelas bukan miliknya! Pikiran Titan langsung kacau. Jangan-jangan semalam … dia? "Kamu sudah bangun?" Suara berat dan mendominasi dari pria yang baru saja keluar dari kamar mandi menyadarkan Titan dari lamunan. "Si... siapa kamu?" tanyanya gugup. Namun, pria tampan itu justru tersenyum sembari berjalan tanpa memakai baju mendekati Titan. "Wah, kamu membuatku sakit hati, setelah kamu membuatku bekerja semalaman, sekarang, kamu malah tanya aku ini siapa?" "Maksudmu, apa?" panik Titan. "Kamu, beneran tidak ingat?" Melihat Titan menggeleng cepat dan kebingungan, pria itu kembali berkata, "Apa kita ulangi lagi kejadian semalam, agar kamu ingat apa yang sudah kamu lakukan padaku?" Tangan Titan mengepal. Mendadak, ia merasa dipermainkan. "Entah apa yang sudah kulakukan padamu semalam, tapi, anggap saja itu sebuah kecelakaan. Kita sudah dewasa, kejadian seperti ini bisa saja terjadi. Jadi, mari kita lupakan." Segera, gadis itu menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya, lalu turun dari ranjang. Berjalan ke kamar mandi dengan balutan kemeja di atas lutut dan mengambil pakaiannya semalam, menahan malu yang sebenarnya sudah memenuhi dirinya. "Apa yang sudah kamu lakukan Titan? Bisa-bisanya kamu tidur dengan pria asing!" makinya pada diri sendiri. Rasanya, dunianya benar-benar runtuh kali ini. Sebagai artis papan atas yang karirnya hancur dan dikucilkan karena sebuah skandal perselingkuhan dan pacaran settingan, Titan yakin masih bisa bertahan meski sudah satu tahun lebih tak ada sutradara maupun produser mengajaknya syuting. Setidaknya, Giselle, sang asisten, masih setia menemani Titan. Keduanya yakin jika Titan bisa bangkit kembali, mengingat bakat aktingnya yang luar biasa. Tapi sekarang? Tubuh yang selama ini dijaga agar tak tersentuh orang lain, bahkan Titan menolak bila harus beradegan ranjang dalam projectnya, sudah tak lagi sama. Titan merenung, memandangi dirinya dari pantulan cermin. "Apa aku benar-benar sudah melakukannya dengan pria itu?" lirihnya. Gadis yang biasa dipanggil Dewi Titan oleh fans-nya itu, sontak mengusir pikiran kotornya. Tubuh bagian intinya saja tak merasakan sakit, pasti tak terjadi apa-apa tadi malam. Titan meyakini itu! Namun, kalau tadi malam benar-benar terjadi sesuatu antara ia dan pria asing itu, bagaimana? Pagi ini, dirinya bahkan terbangun dalam balutan kemeja pria itu. "Aku benar-benar bodoh," Wajahnya penuh kekecewaan sembari membersihkan tubuh. Tak menyangka hal seperti ini terjadi padanya. Titan menyesal, kenapa ia mabuk semalam? Setelah menata hati dan pikirannya, Titan keluar dari kamar mandi. Dilihatnya pria asing itu tengah duduk di sofa dengan angkuhnya, masih bertelanjang dada. Tubuh atletis pria itu membuat Titan... gila. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Bahkan, aktor yang biasa digilai wanita seluruh negeri saja, tidak ada yang semempesona ini! Kalaupun Titan sudah melakukan sesuatu dengan pria itu, tak rugi juga? Eh…? Ini tak benar, jangan memaklumi hal yang sudah jelas-jelas salah. Titan mengingatkan diri. Ia pun menghampiri pria yang namanya masih belum diketahui itu. "Terima kasih atas pelayananmu semalam," ucapnya sembari mengambil uang dari tasnya. Titan lantas menaruh uang itu di meja. Namun, pria itu justru tampak kesal. "Hanya ini, uangmu?" Hah? Titan tak percaya apa yang dilihatnya saat ini! "Kalau kamu tidak mau, ya sudah!" Titan berusaha mengambil uang itu kembali. Namun, pria itu langsung memasukkan uang yang dipegangnya ke dalam saku celananya! "Ayo, ambil!" tantang pria itu sembari melirik celananya. "Gila!" tutur Titan dengan perasaan jengkel. "Aku harap, kita tidak pernah bertemu lagi!" Wanita cantik itu lalu pergi dari ruangan itu dengan wajah kesal. Sepanjang perjalanan, Titan terus merutuki dirinya yang lagi-lagi terlibat masalah. Masalah yang satu saja belum selesai, kini, datang masalah lain yang membuatnya makin terpuruk. Ia bingung harus bagaimana sekarang. Apakah dirinya sanggup melewati semua ini? Titan menangis dalam diam. Tak mungkin juga ia meraung di dalam taksi yang ditumpanginya, apa kata pak supirnya nanti? Namun begitu tiba di apartemen, pertahanan diri artis berusia 25 tahun itu, langsung runtuh. Titan menangis sejadi-jadinya. Dia berharap setelah menangis dan meluapkan semua emosi, hatinya akan lega dan bisa berpikir jernih? Sayangnya, begitu terbangun, pikirannya masih kacau. Titan tidaklah sekuat yang orang bayangkan meski kepribadiannya terbilang tegas dan ceplas-ceplos. Bahkan, ia mulai berpikir … apakah ia lebih baik menghilang saja dari dunia ini? Sementara itu, di Hotel…. Gallen Alpha Pratama justru sedang menahan senyum miring mengingat tingkah Titan kala mengira sesuatu terjadi di antara keduanya. CEO perusahaan yang bergelut di dunia industri hiburan itu tak menyangka jika artis kontroversial seperti Titan bisa seimut itu, baik saat mabuk ataupun sadar? Untung saja, Gallen yang bertemu dengannya. "Bos, ini pakaian Anda." Ucapan bawahannya membuat Gallen tersadar. Segera diambilnya pakaian itu, lalu berjalan ke kamar mandi. Namun, senyum kembali menghiasi wajah tampannya saat melihat kemeja yang semalam dipakai Titan. "Kita akan bertemu lagi." Hanya saja, pikiran Gallen mendadak terganggu kala sebuah pesan dari bawahannya memberitahukan bahwa Galaksi, adiknya yang sedang disuruh untuk mencari informasi, pergi entah ke mana!Hari-hari Titan perlahan kembali normal. Klarifikasi yang disampaikan langsung oleh Vega telah membuka mata publik, dan komentar buruk mulai tenggelam di antara dukungan dan pujian. Meski masih ada suara-suara sumbang, tapi Titan memilih fokus pada pekerjaannya. Ia merasa lebih ringan, terutama karena ada Gallen yang tak pernah lelah ada di sisinya. Di apartemen, Titan sedang duduk di sofa sambil membuka naskah terbaru. "Aku barusan dapat kabar dari Orion," kata Titan sambil melirik Gallen yang sedang di dapur. "Dia meminta aku main di film barunya. Kamu tahu siapa lawan mainku?" Gallen berjalan mendekat sambil menyeruput kopi. "Jangan bilang Rigel…" Titan mengangguk dengan senyum geli. "Iya, Rigel. Kamu pasti senang, kan?" Gallen mengangkat alis. "Senang banget. Dunia ini sempit," Bicaranya datar. Titan tertawa pelan. "Tenang, manajerku kan protektif banget. Tidak mungkin membiarkan artisnya punya kesempatan jatuh cinta ke lawan main." Gallen mendesah dramatis, "Ya iyal
Setelah menata hatinya dengan bantuan Gallen, Titan akhirnya memutuskan menghadapi publik. Ia berdiri di hadapan puluhan wartawan, mikrofon di depannya, kilatan kamera menyala satu demi satu. Meski gugup, matanya tegas. Senyumnya kecil tapi mantap. "Terima kasih atas waktunya. Saya di sini untuk menyampaikan kebenaran tentang berita yang beredar." Titan mulai menjelaskan dengan suara stabil. Ia tidak menyalahkan siapa pun. Ia hanya ingin menjernihkan keadaan—bahwa hubungan dengan keluarga angkatnya adalah hal yang rumit namun tak seperti yang diberitakan. Dan tiba-tiba… Seorang wanita dan seorang gadis remaja muncul dari balik kerumunan, dikawal oleh Gallen. Titan tercekat. Langkahnya mundur setengah. "Ibu...?" Matanya membelalak lebar. Vega mengangguk pelan sambil tersenyum. Starla ada di sampingnya, wajahnya gugup. Vega mengambil alih mikrofon dari tangan Titan dengan lembut. Sorot mata Vega mengarah ke media. "Nama saya Vega. Saya Ibunya Titan. Tepatnya Ibu angkatny
Titan menatap layar ponselnya dengan tangan gemetar. "Apa ini...?" gumamnya. Wajahnya memucat. Nafasnya tercekat. Gallen masuk ke ruangan saat itu, melihat ekspresi Titan yang terguncang. "Titan... apa yang terjadi?" Titan menunjukkan berita itu tanpa suara. Gallen membacanya cepat, lalu rahangnya mengeras."Mereka sudah terlalu jauh bertindak. Ini tidak bisa dibiarkan!" Tangan Gallen mengepal kuat. Starla membaca berita itu dengan tangan gemetar. Wajahnya pucat, matanya membesar saat menyadari isi berita yang menyudutkan Titan berasal dari potongan-potongan cerita yang pernah ia bagikan pada Jupiter. "Ini… ini semua dari aku?" bisiknya pelan, nyaris tak percaya. Ponsel yang ia genggam jatuh ke lantai, suaranya terdengar keras di tengah ruang tamu yang sepi. Tak lama kemudian, suara langkah cepat menghampirinya. "Starla!" Suara Vega menggema dari dapur. Wanita itu memegang ponsel dengan wajah merah padam karena amarah. "Apa kamu yang menceritakan soal masa lalu keluar
Malam itu, di apartemen Titan, keduanya duduk di balkon. Angin malam mengusap wajah mereka pelan. Kota terlihat terang benderang, tapi justru di atas ketinggian itu, keheningan terasa paling nyata. Titan menyandarkan kepalanya ke bahu Gallen. "Ternyata jadi pacar mantan CEO itu butuh napas ekstra juga ya," katanya sambil tertawa pelan. Gallen mencubit pelan ujung hidungnya. "Aku serius waktu itu. Aku hanya... tidak tahu bagaimana rasanya takut. Baru kamu yang membuatku mengerti perasaan itu." "Dan aku mengerti, kamu bukan hanya takut kehilangan aku," Titan menatap Gallen, "kamu juga takut semua orang yang kamu cintai akan pergi seperti..." Titan tak menyelesaikan kalimatnya. Gallen menunduk, tatapannya kosong. Tapi Titan tahu. Ibunya. Kebebasannya. Dirinya sendiri. "Gallen..." Titan menggenggam tangan Gallen, "Kamu tidak harus jadi kuat terus. Kalau kamu lelah, istirahat saja di sini." Titan menunjuk dadanya.Gallen melirik sekilas lalu berkata, "Sepertinya nyaman bersandar
Titan melangkah cepat menuju ruang riasnya setelah syuting selesai, hanya untuk mendapati Gallen sudah berdiri di sana, lengkap dengan ekspresi tajam khasnya. "Kenapa kamu tidak balas chatku lima belas menit yang lalu?" tanya Gallen sambil memeriksa kondisi Titan dari atas sampai bawah. Titan menarik napas dalam. "Gallen, aku cuma ke toilet. Aku bawa ponsel, tapi silent." "Aku sudah bilang, jangan kemana-mana tanpa aku," kata Gallen tanpa kompromi. Titan menatap Gallen dengan sabar, lalu menggandeng tangannya dan menariknya duduk. "Gallen," ucap Titan lembut, "aku tahu kamu mau melindungiku. Tapi... caramu belakangan ini bikin aku tidak nyaman, aku seperti... tidak bisa bernapas. Semua gerak-gerik ku diawasi." Gallen membuka mulut, ingin membantah, tapi Titan memotong. "Aku tahu kamu khawatir. Tapi, bukan begini caranya. Aku juga butuh ruang. Aku butuh kamu percaya sama aku." Gallen menunduk, genggamannya melemah. "Aku takut kehilangan kamu, Tan. Aku takut Adhara melak
Titan menatap gerbang rumah besar Pratama Wira dengan tegang. Rumah bergaya Eropa berdiri megah dengan pilar-pilarnya yang besar. "Kenapa aku deg-degan ya?" Titan memegang dadanya. Gallen meraih tangannya. "Tenang. Ini cuma ajakan ngobrol… bukan audisi masuk kerajaan." "Iya, tapi..." Tangan Titan gemetar. Aku pulang saja," Titan berbalik. Gallen reflek menghadangnya dengan tangan. "Kamu tidak usah takut, ada aku." Gallen berusaha menenangkan kekasihnya. Titan menghela napas panjang sebelum akhirnya ia melangkah masuk melewati pintu besar nan megah. Mereka disambut Pratama Wira dengan gestur kaku tapi tidak dingin. Setelah berbasa-basi, pria tua itu menatap mereka bergantian. "Aku menonton kalian," katanya. "Kalian terlihat... bebas." Titan diam. Gallen mengangguk pelan. "Aku belum bisa bilang aku sepenuhnya merestui kalian," lanjut Pratama Wira, "Tapi aku ingin melihat… sejauh apa kalian bisa bertahan menghadapi semuanya—tanpa saling menjatuhkan, tanpa lari dari pil
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments