Share

Mencari Menantu

last update Last Updated: 2023-07-04 11:20:06

El menaiki motor besarnya dan langsung pulang ke rumah setelah sekolah usai. Cowok itu memasukkan motor ke garasi begitu sampai di rumah mewahnya.

Turun dari motor sambil mencangklong tas di satu pundak, El berjalan masuk karena ingin segera ke kamar untuk mandi setelah seharian berkeringat karena kegiatan di sekolah.

“El, kamu sudah pulang.” Wanita yang tak lain adalah ibu, memanggil dan menyapa cowok itu.

Namun, El tak mendengar panggilan wanita itu, hingga masih terus mengayunkan langkah menuju ke tangga.

“El! El! Langit!” teriak wanita itu karena merasa tak diacuhkan sang putra.

El atau yang kerap disapa Langit, menghentikan langkah saat ibunya memanggil dengan nama panggilan aslinya. Dia berhenti melangkah di anak tangga pertama, lantas menoleh dan melihat ibunya di ruang keluarga sudah berdiri sambil memandang ke arahnya.

“Mimi panggil juga, kenapa tidak menyahut?” Wanita berumur lima puluh tahun itu terlihat kesal karena sang putra mengabaikannya.

El adalah nama yang diberikan oleh kedua orangtua kandungnya, sedangkan Langit adalah nama yang diberikan pengasuh panti sejak dirinya masih bayi.

“Apa sih, Mimi. Jangan teriak-teriak, nanti tambah keriputan,” seloroh Langit sambil mendekat ke arah sang mimi.

Joya Abinaya—ibu Langit, adalah seorang desainer ternama di sebuah perusahaan besar, sedangkan ayah langit bernama Kenzo Abimand, pemilik anak cabang perusahaan fashion di Paris-Prancis.

Tentu saja ucapan putranya membuat sang mimi memayunkan bibir. Putranya itu sangat mirip sang suami yang senang sekali bercanda, meski sedang diajak bicara serius.

Langit duduk di samping sang mimi, lantas meletakkan tas di lantai.

“Bagaimana sekolahnya tadi? Kamu betah dan tidak akan pindah lagi, ‘kan?” tanya Joya penuh harap memandang putranya.

Bagaimana tidak Joya berharap demikian? Langit sudah berpindah sekolah hampir sepuluh kali selama dua tahun terakhir, saat ditanya alasan pindah hanya berkata jika bosan dan tak suka dengan sekolahnya, membuat Joya dan Kenzo geleng-geleng kepala.

“Lumayan,” jawab Langit sambil menyandarkan punggung.

“Lumayan gimana? Sayang, ini sekolah ke sebelas mu selama dua tahun ini. Kamu sudah kelas tiga sekarang, bisa ‘kan bertahan sampai lulus?” tanya Joya penuh harap, jangan lagi ada drama pindah sekolah karena membuat Joya dan sang suami pusing dibuatnya.

Langit menoleh sang mimi yang terlihat gusar, hingga kemudian tertawa dan menyandarkan kepala dengan manja di pundak Joya.

“Doakan saja aku tidak pindah lagi ya, Mi. Sepertinya apa yang aku cari ada di sana,” lirih Langit dengan senyum begitu manis di wajah.

“Cari? Memangnya kamu cari apa?” tanya Joya dengan dahi yang berkerut halus.

Langit mengangkat kepala, tersenyum lebar hingga menunjukkan deretan gigi putihnya, lantas menjawab, “Mencari menantu buat Mimi.”

Setelah menjawab pertanyaan sang mimi, Langit mencium pipi Joya lantas kabur dan berlari dengan cepat menaiki anak tangga.

“Menantu? Langit! Jangan mengada-ada!” teriak Joya kemudian menggeleng-gelengkan kepala heran.

**

Di sisi lain. Bintang pulang tepat waktu dijemput Pak Ujang. Dia berjalan dengan lemas masuk rumah, lantas mendudukkan tubuh saat sampai di ruang keluarga.

Annetha dan Orion yang sedang duduk menonton televisi, memandang Bintang yang terlihat tak bersemangat.

“Datang-datang wajahmu kusut begitu, perlu disetrika?” Annetha melontarkan candaan yang membuat Orion tertawa terpingkal.

Bintang menoleh memandang sang mami dan adiknya, hingga bibirnya mengerucut karena diledek.

“Au ah, aku bosan nggak boleh main.” Bintang kembali berdiri, kemudian berjalan menuju tangga dan naik ke lantai dua menuju kamar.

“Eh … eh … kenapa itu langsung ngambek?” Annetha keheranan karena baru kali ini Bintang langsung kesal seperti itu.

“Aku mau menggoda Kakak.” Orion melompat dari sofa, kemudian berlari menyusul sang kakak.

Annetha menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Orion. Dia berpikir putranya itu akan bersikap tenang dan mudah diatur, kenyataannya sama saja dengan Bintang yang banyak tingkah.

Bintang langsung merebahkan tubuh di kasur begitu sampai kamar. Seharian dirinya tak bisa belajar dengan tenang, karena merasa ada yang terus menatap dirinya.

Orion mengetuk pintu sebelum masuk, hingga menghampiri sang kakak yang berbaring di ranjang.

“Napa Kak?” tanya Orion sambil melompat naik ke ranjang Bintang, membuat kakaknya itu sedikit terpental ke atas karena ulahnya.

“Ah … kamu tidak tahu kalau di kelas aku merasa tak nyaman sekarang,” jawab Bintang.

“Tak nyaman kenapa?” tanya Orion penasaran.

Bintang memilih bangun dan duduk, Orion pun ikut duduk dan kini berhadapan dengan sang kakak.

“Kamu ingat cowok tadi?” tanya Bintang.

“Cowok? Cowok mana?” tanya Orion yang lupa.

“Tadi, yang kena timpuk kotak susu,” jawab Bintang.

“Oh … ingat.” Orion mengangguk-angguk.

Bintang mendesau, kemudian berkata, “Ternyata dia itu anak baru di sekolah, nahasnya sekarang satu kelas denganku, bahkan dia duduk di belakangku.”

Orion langsung meledakkan tawa mendengar perkataan sang kakak, bahkan sampai terpingkal-pingkal dan jatuh ke belakang karena merasa sang kakak bernasib sial.

“Ya ampun, Kak. Sial sekali nasibmu, makanya jangan buang sampah sembarangan.” Orion bicara masih sambil tertawa.

Bintang kesal karena Orion malah menertawakan dirinya, hingga kemudian mengambil bantal dan menggunakannya untuk memukul sang adik.

“Ish … kamu ini tidak tahu penderitaanku,” gerutu Bintang.

Orion mencoba menghentikan tawa, Bintang pun tak memukul lagi. Gadis itu memeluk bahkan menggigit ujung bantal itu.

“Bukankah dia tidak melihat Kakak, lantas kenapa takut dan cemas?” tanya Orion merasa penasaran.

Bintang terlihat berpikir, hingga kemudian menjawab pertanyaan sang adik.

“Entahlah, padahal aku tidak melihatnya menatapku, tapi kenapa aku merasa dia terus mengawasiku. Jika memang dia tahu aku yang membuang sampah sembarangan, kenapa tak langsung menegurku?” Bintang bicara sambil menatap lurus ke depan pada dinding kamar yang berwarna nude.

“Mungkin perasaanmu saja,” kata Orion yang merasa sang kakak terlalu overthinking.

“Bukan Rion, beneran aku merasa dia memperhatikanku.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bintang untuk Langit    Bukan Sebuah Akhir-Tamat

    Joya melotot mendengar ucapan Langit, kenapa putranya tiba-tiba ingin kembali pindah sekolah. Sungguh hal ini membuat Joya begitu pusing. “El, jangan bercanda!” “Aku tidak bercanda, Mi. Aku mau pindah sekolah, aku mau keluar negeri,” ujar Langit meyakinkan. Joya memegangi kening sambil mendesis, kemudian menatap putranya dan kembali berkata, “Kamu sebentar lagi ujian, El. Jangan mengada-ada.” “Aku tidak mengada-ada. Aku mau pindah, segera, secepatnya! Jika Mimi tidak mengabulkannya, maka aku tidak akan pernah melanjutkan studiku, biar saja aku tidak memiliki pendidikan!” ancam Langit. Joya semakin syok, bahkan dadanya mendadak sesak karena tidak ada oksigen yang bisa masuk ke paru-parunya. Asisten Joya sampai menopang tubuh atasannya itu, karena Joya hampir limbung. “El, mimi mohon. Jangan bercanda,” ucap Joya sambil mengatur emosi dan juga napas yang terasa berat. “Aku tidak bercanda, Mi. Mimi pilih memindahkanku, atau aku tidak akan pernah mau sekolah.” Joya menatap Langit de

  • Bintang untuk Langit    Sama-sama Hancur

    Bintang terduduk lemas di tanah begitu Langit pergi. Dia menekuk kedua kaki dan memeluknya, menyembunyikan wajah dan menangis sejadinya. Bintang tahu bahwa keputusannya tidak hanya menyakiti Langit, tapi juga menyakiti diri sendiri. Namun, semua keputusan itu dilakukan karena dia takut dan tidak bisa melihat Langit sedih jika mengetahui dirinya sakit. Dia lebih rela dibenci, daripada melihat orang yang dicintainya menangis. “Bin.” Anta ternyata menyusul Bintang setelah melihat Langit pergi. Dia kini melihat adik sepupunya itu duduk di tanah sambil menangis. Bintang mengangkat wajah, kemudian menatap Anta yang memandangnya iba. Bintang tiba-tiba semakin menangis, membuat Anta terkejut dan langsung memeluk Bintang. Bintang pun akhirnya meluapkan rasa sesak di dada, perpisahan dengan Langit sebenarnya menghancurkan dirinya sendiri. “Lihat dirimu, Bin. Apa kamu yakin ingin putus dengan Langit? Kamu tahu jika tidak bisa, kenapa memaksa? Langit harus tahu alasanmu, Bin. Jangan menyakiti

  • Bintang untuk Langit    Membuangku?

    Perubahan Bintang jelas membuat Langit merasa heran. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja Bintang menjaga jarak darinya, bahkan Bintang tidak mau diantar pulang dan berkata jika sopir sudah menjemputnya.“El, gue mau ngomong sama loe sepulang sekolah,” ucap Bintang sebelum duduk di kursinya. Dia berdiri dan memandang Langit yang sudah duduk di kursinya.Anta menatap Bintang dan Langit secara bergantian, dia jelas tahu apa yang akan dibicarakan Bintang ke Langit. Namun, dia sudah janji untuk tidak memberitahu Langit, hingga dia pun diam dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa.Langit sendiri terkejut mendengar ucapan Bintang, sudah beberapa hari Bintang menghindarinya, tapi kini dia hendak membicarakan sesuatu dengannya, dan Bintang terlihat begitu serius.“Oke.” Langit pun setuju untuk bicara dengan Bintang sepulang sekolah, meski sedikit merasa aneh dengan sikap Bintang.Bintang tidak tersenyum seperti dulu saat berhadapan dengan Langit. Dia benar-benar bersikap seolah tidak menyukai

  • Bintang untuk Langit    Anta Curiga

    Setelah dua hari tidak berangkat sekolah, Bintang akhirnya kembali untuk belajar. Wajahnya pucat dan lesu tidak seperti biasanya. Dia berjalan dan melihat Laras yang sedang menuju gedung sekolah, Bintang pun berjalan dengan cepat untuk menyusul.“Laras!” Bintang memanggil temannya itu.Bintang tahu kalau Laras marah, tapi sebagai teman yang sudah bersama lama, tentunya Bintang ingin memperbaiki itu semua. Dia berusaha mengalah, karena tidak ingin hubungannya dengan Laras rusak.Laras menghentikan langkah mendengar Bintang memanggil, wajahnya terlihat malas seolah benar-benar membenci Bintang hanya masalah laki-laki.“Mau apa lagi loe?” Laras langsung bicara ketus ke Bintang.“Loe masih marah?” tanya Bintang sambil menatap Laras dengan wajah sendu.“Menurut loe?” Laras melipat kedua tangan di depan dada, menatap sinis ke Bintang yang berdiri di depannya.“Apa hanya karena Langit, loe jadi bersikap kek gini? Gue memang suka sama Langit, dia juga gitu. Ya apa salah kalau gue jadian sama

  • Bintang untuk Langit    Vonis Penyakit

    Bintang terdiam di kamarnya setelah makan malam. Dia melihat gelagat aneh dari ayahnya yang hanya diam sejak pulang kerja hingga makan malam. Sesekali Arlan tampak tersenyum ketika bicara, tapi Bintang sadar jika sang papi sedang merasa tertekan.Hingga Bintang mengingat ucapan yang didengarnya saat berada di rumah sakit, saat dia baru sadar setelah mendapatkan penanganan dari dokter.“Jadi, apa yang terjadi dengannya?”“Untuk saat ini, dilihat dari gejala-gejala yang dialami, saya mengindikasi kalau putri Anda mengidap penyakit lupus karena sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Tapi ini hanya indikasi saja, sebab itu kami akan melakukan tes darah dan yang lainnya lebih lanjut untuk memastikan.”Bintang terdiam sambil memeluk kedua kaki dengan tatapan kosong lurus ke depan. Dia mendengar samar-samar pembicaraan dokter dengan kedua orangtuanya saat di rumah sakit, sampai mendengar sang mami yang menangis karena terkejut dengan informasi yang diberikan dokter.Saa

  • Bintang untuk Langit    Sakit Apa?

    “Bin.” Annetha masuk ke kamar Bintang. Melihat putrinya duduk di atas ranjang sambil menyembunyikan wajah.Bintang buru-buru menyeka buliran kristal bening yang luruh di wajah saat mendengar suara sang mami. Hingga mengangkat wajah dan mencoba tersenyum ke Annetha yang sedang berjalan menghampirinya.“Kamu nangis?” tanya Annetha saat melihat wajah Bintang yang sedikit basah. Belum lagi mata dan hidung Bintang juga merah.“Ga, kok Mi.” Bintang mencoba mengelak.Annetha tidak langsung percaya begitu saja. Namun, dia pun tidak ingin menekan putrinya untuk jujur, jika memang Bintang tidak mau bicara.“Kamu sudah meminum obatmu?” tanya Annetha sambil duduk di tepian ranjang.“Sudah, Mi.”Annetha meraih tangan Bintang, mengamati apakah ruam yang muncul sudah hilang dari kulit putrinya.Bintang memperhatikan sang mami yang tampak cemas, hingga kemudian memberanikan diri bertanya, “Mi, sebenarnya aku sakit apa?” tanya Bintang saat Annetha masih memperhatikan kulit tangannya.“Ya?” Annetha ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status