Share

Sudah Ada Pemilik

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-04 11:19:03

‘Bumi yang kita pijak sama, langit yang ditatap pun sama. Namun, kenapa alam belum mempertemukan kita.’

**

“Kamu duduk di belakang Bintang.”

Guru meminta anak baru itu untuk duduk di belakang Bintang, cowok itu mengangguk sambil membetulkan letak tas yang tersemat di satu pundak, sebelum tatapan tertuju ke Bintang.

Bintang terlihat salah tingkah, hanya takut jika cowok itu mengenalinya sebagai pembuang sampah sembarangan.

“Dia keren juga,” bisik Anta.

Bintang tak mendengarkan ucapan Anta, masih kebingungan jika cowok itu sebenarnya menaruh rasa kesal kepadanya.

Cowok bernama L Eldar Abimand itu berjalan ke arah meja yang berada di belakang Bintang. Hingga langkah melambat saat hampir sampai di samping Bintang.

Bintang sedikit memalingkan wajah, sudah ketakutan jika cowok itu mengenali dan mempermasalahkan kejadian tadi pagi.

Anta sendiri terus memperhatikan Bintang yang bersikap aneh baginya. Hingga dia menatap teman sekelas barunya yang melangkah menuju meja belakang mereka.

Anta menoleh ke belakang, kemudian mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri.

“Aku Anta.”

Cowok itu hanya tersenyum dan membalas jabat tangan Anta, lantas mereka memulai pelajarannya.

Bintang masih merasa jantungnya berdegup dengan cepat, kenapa dirinya bisa sesial ini berada di satu kelas dengan cowok itu.

“Semalam sial, kenapa pagi ini juga sial?” Bintang menggerutu dalam hati.

**

Jam kelas pun usai, semua anak-anak terlihat keluar untuk pergi ke kantin atau sekadar main melepas tekanan setelah beberapa jam dihadapkan dengan banyaknya tulisan dan pertanyaan dari guru.

“El, boleh aku memanggilmu dengan El?” tanya Anta yang langsung menoleh ke belakang saat guru sudah keluar dari kelas.

Cowok yang dipanggil Anta dengan nama El itu pun mengangguk tanda setuju. Hingga ekor mata melirik Bintang yang sedang mengemasi buku dan memasukkan kembali ke tas.

“Anta, aku mau ke kelas sebelah!” Bintang langsung berdiri tanpa menoleh sepupunya.

“Ke mana? Ketemu Altair?” tanya Anta sambil memandang adik sepupunya itu.

Bintang menoleh kemudian mengangguk dengan seulas senyum. Hingga ekor mata melihat jika cowok yang duduk di belakangnya memandang ke arahnya.

“Sudah ya, gue nyari Al dulu.” Bintang pun bergegas pergi karena masih tidak nyaman dengan tatapan cowok baru itu.

Anta melihat Bintang yang bergegas pergi, hingga menggeleng-gelengkan kepala karena adik sepupunya itu berjalan dengan cepat.

“Jangan terkejut dengan sikapnya.”

Suara Anta membuyarkan lamunan teman barunya yang sejak tadi ternyata memperhatikan ke mana Bintang pergi.

“Tidak,” jawab cowok yang dipanggil El itu.

**

Bintang pergi ke kelas 12 D tempat cowoknya berada. Ya, sudah hampir satu tahun Bintang menjalin hubungan dengan pemuda bernama Altair.  Selama itu pula Bintang pacaran secara diam-diam karena takut jika terkena marah sang mami. Sebab itulah dia sering memberikan uang tutup mulut ke Orion, karena adiknya mengetahui hubungannya dengan Altair.

“Al!” Bintang langsung menghampiri sang pacar yang masih duduk di kursinya.

“Hei, Bin.” Cowok dengan perawakan tinggi dan memiliki hidung mancung serta berkulit putih itu tersenyum ke arah Bintang yang baru saja datang.

Teman-teman Altair pun menyapa Bintang, sebelum kemudian mereka meninggalkan sepasang kekasih itu.

“Makan, yuk! Gue lapar,” kata Bintang sambil mengusap perut.

“Oke, ayo!”

Altair bangkit dari duduk, lantas berjalan bersisian dengan Bintang menuju kantin sekolah. Mereka tidak berani bergandengan tangan, karena akan mendapatkan hukuman jika ketahuan berpacaran di sekolah.

Saat keduanya sedang berjalan bersama, tiba-tiba ada yang menyenggol lengan Bintang hingga hampir membuat gadis itu limbung ke belakang.

“Jalan pakai mata!” umpat Bintang yang kesal.

Siswi lain yang menyenggol lengan Bintang langsung melipat kedua tangan di depan dada, sambil tersenyum miring ke Bintang.

Bintang memegangi bahu yang sakit karena disenggol dengan cukup keras, sedangkan Altair masih berdiri di samping Bintang dan sempat menahan tubuh kekasihnya itu.

“Lu yang jalan ga pakai mata, makanya kalau jalan jangan natap ke cowok lu terus. Emang lu mau makan cowok lu, sampai ditatap kek makanan yang siap santap,” cibir cewek itu.

Bintang mengepalkan telapak tangan yang ada di samping tubuh, sungguh geram karena ucapan cewek dari kelas E.

“Mulut dijaga, ya! Kalau lu mau tuh mulut gue bejek, sini!” Bintang siap maju untuk menghajar cewek yang menyenggolnya.

“Bin, sudah jangan diladeni.” Altair menahan Bintang agar pacarnya itu tidak meladeni ejekan cewek satunya. “Clar, jangan membuat gara-gara!” Altair memperingatkan.

Cewek bernama Clarisa itu tersenyum miring karena Altair membela dan melindungi Bintang, hingga kemudian membuang napas dengan mulut, sebelum kemudian pergi meninggalkan Bintang dan Altair.

Bintang masih sangat geram, bahkan meremas udara di hadapannya saat gadis bernama Clarisa itu pergi.

“Kok lu nyegah gue buat ngacak-ngacak wajahnya! Gue sudah geram pengen nyakar!” Bintang memperlihatkan ke sepuluh kuku.

“Udah, kalau lu tanggepin, ntar malah lu sendiri yang terkena masalah di BK. Ingat, lu udah masuk ruang BK dua kali seminggu ini.” Altair mengingatkan jika Bintang sudah dua kali dipanggil guru BK karena sikap bar-bar dan keberaniannya menghajar beberapa siswa hanya karena masalah sepele.

Bintang mendengkus kasar, andai saja tidak ingat akan peringatan guru BK jika dia tidak boleh membuat masalah lagi, mungkin Bintang akan mengejar Clarisa dan mengajaknya berduel.

Altair mengajak Bintang pergi ke kantin. Ternyata tanpa Bintang sadari, Anta dan El melihat kejadian tadi.

“Lihat, adik sepupi gue itu memang bar-bar,” kata Anta, berdiri dengan satu lengan diletakkan pada pundak El.

“Dia adik sepupu lu?” tanya El. Ini adalah kalimat terpanjangnya sejak masuk kelas.

“Yup benar,” jawab Anta. Dia menurunkan tangan dari pundak El, lantas mengajak cowok itu berjalan.

“Dia itu cewek, tapi tingkahnya melebihi cowok. Maminya saja sampai pusing tujuh keliling menghadapinya. Hampir tiga tahun bersekolah, sudah berapa puluh kali maminya dipanggil ke sekolah. Untung saja papinya punya pengaruh besar di sekolah ini, jika tidak mungkin dia sudah di out lama,” ujar Anta panjang lebar.

El hanya mengangguk, hingga tatapan tertuju ke punggung Bintang dan Altair yang sedang menuruni anak tangga, hingga dirinya dan Anta juga menyusul menuruni anak tangga menuju kantin.

Bintang dan Altair duduk berdua untuk makan siang bersama. Anta dan El sendiri berada di meja yang berjarak tiga meja dari Bintang dan Altair.

“Oh ya, sebelum ini lu sekolah di mana? Terus kenapa pindah?” tanya Anta yang merasa penasaran dengan El karena pindah di saat sudah duduk kelas 12.

El mengulas senyum tipis mendengar pertanyaan Anta, lantas menyebut sekolah lamanya.

“Gue pindah karena ga nyaman saja,” jawab El memberikan alasan.

Anta mengangguk-angguk, seolah membenarkan jika memang lebih baik pindah daripada tidak nyaman bersekolah.

Mereka pun melanjutkan makan, hingga El terlihat melirik ke arah Bintang yang sedang makan bersama Altair. Gadis itu tersenyum hingga tertawa lepas, seolah begitu bahagia bersama pemuda yang menjadi kekasihnya itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bintang untuk Langit    Bukan Sebuah Akhir-Tamat

    Joya melotot mendengar ucapan Langit, kenapa putranya tiba-tiba ingin kembali pindah sekolah. Sungguh hal ini membuat Joya begitu pusing. “El, jangan bercanda!” “Aku tidak bercanda, Mi. Aku mau pindah sekolah, aku mau keluar negeri,” ujar Langit meyakinkan. Joya memegangi kening sambil mendesis, kemudian menatap putranya dan kembali berkata, “Kamu sebentar lagi ujian, El. Jangan mengada-ada.” “Aku tidak mengada-ada. Aku mau pindah, segera, secepatnya! Jika Mimi tidak mengabulkannya, maka aku tidak akan pernah melanjutkan studiku, biar saja aku tidak memiliki pendidikan!” ancam Langit. Joya semakin syok, bahkan dadanya mendadak sesak karena tidak ada oksigen yang bisa masuk ke paru-parunya. Asisten Joya sampai menopang tubuh atasannya itu, karena Joya hampir limbung. “El, mimi mohon. Jangan bercanda,” ucap Joya sambil mengatur emosi dan juga napas yang terasa berat. “Aku tidak bercanda, Mi. Mimi pilih memindahkanku, atau aku tidak akan pernah mau sekolah.” Joya menatap Langit de

  • Bintang untuk Langit    Sama-sama Hancur

    Bintang terduduk lemas di tanah begitu Langit pergi. Dia menekuk kedua kaki dan memeluknya, menyembunyikan wajah dan menangis sejadinya. Bintang tahu bahwa keputusannya tidak hanya menyakiti Langit, tapi juga menyakiti diri sendiri. Namun, semua keputusan itu dilakukan karena dia takut dan tidak bisa melihat Langit sedih jika mengetahui dirinya sakit. Dia lebih rela dibenci, daripada melihat orang yang dicintainya menangis. “Bin.” Anta ternyata menyusul Bintang setelah melihat Langit pergi. Dia kini melihat adik sepupunya itu duduk di tanah sambil menangis. Bintang mengangkat wajah, kemudian menatap Anta yang memandangnya iba. Bintang tiba-tiba semakin menangis, membuat Anta terkejut dan langsung memeluk Bintang. Bintang pun akhirnya meluapkan rasa sesak di dada, perpisahan dengan Langit sebenarnya menghancurkan dirinya sendiri. “Lihat dirimu, Bin. Apa kamu yakin ingin putus dengan Langit? Kamu tahu jika tidak bisa, kenapa memaksa? Langit harus tahu alasanmu, Bin. Jangan menyakiti

  • Bintang untuk Langit    Membuangku?

    Perubahan Bintang jelas membuat Langit merasa heran. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja Bintang menjaga jarak darinya, bahkan Bintang tidak mau diantar pulang dan berkata jika sopir sudah menjemputnya.“El, gue mau ngomong sama loe sepulang sekolah,” ucap Bintang sebelum duduk di kursinya. Dia berdiri dan memandang Langit yang sudah duduk di kursinya.Anta menatap Bintang dan Langit secara bergantian, dia jelas tahu apa yang akan dibicarakan Bintang ke Langit. Namun, dia sudah janji untuk tidak memberitahu Langit, hingga dia pun diam dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa.Langit sendiri terkejut mendengar ucapan Bintang, sudah beberapa hari Bintang menghindarinya, tapi kini dia hendak membicarakan sesuatu dengannya, dan Bintang terlihat begitu serius.“Oke.” Langit pun setuju untuk bicara dengan Bintang sepulang sekolah, meski sedikit merasa aneh dengan sikap Bintang.Bintang tidak tersenyum seperti dulu saat berhadapan dengan Langit. Dia benar-benar bersikap seolah tidak menyukai

  • Bintang untuk Langit    Anta Curiga

    Setelah dua hari tidak berangkat sekolah, Bintang akhirnya kembali untuk belajar. Wajahnya pucat dan lesu tidak seperti biasanya. Dia berjalan dan melihat Laras yang sedang menuju gedung sekolah, Bintang pun berjalan dengan cepat untuk menyusul.“Laras!” Bintang memanggil temannya itu.Bintang tahu kalau Laras marah, tapi sebagai teman yang sudah bersama lama, tentunya Bintang ingin memperbaiki itu semua. Dia berusaha mengalah, karena tidak ingin hubungannya dengan Laras rusak.Laras menghentikan langkah mendengar Bintang memanggil, wajahnya terlihat malas seolah benar-benar membenci Bintang hanya masalah laki-laki.“Mau apa lagi loe?” Laras langsung bicara ketus ke Bintang.“Loe masih marah?” tanya Bintang sambil menatap Laras dengan wajah sendu.“Menurut loe?” Laras melipat kedua tangan di depan dada, menatap sinis ke Bintang yang berdiri di depannya.“Apa hanya karena Langit, loe jadi bersikap kek gini? Gue memang suka sama Langit, dia juga gitu. Ya apa salah kalau gue jadian sama

  • Bintang untuk Langit    Vonis Penyakit

    Bintang terdiam di kamarnya setelah makan malam. Dia melihat gelagat aneh dari ayahnya yang hanya diam sejak pulang kerja hingga makan malam. Sesekali Arlan tampak tersenyum ketika bicara, tapi Bintang sadar jika sang papi sedang merasa tertekan.Hingga Bintang mengingat ucapan yang didengarnya saat berada di rumah sakit, saat dia baru sadar setelah mendapatkan penanganan dari dokter.“Jadi, apa yang terjadi dengannya?”“Untuk saat ini, dilihat dari gejala-gejala yang dialami, saya mengindikasi kalau putri Anda mengidap penyakit lupus karena sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Tapi ini hanya indikasi saja, sebab itu kami akan melakukan tes darah dan yang lainnya lebih lanjut untuk memastikan.”Bintang terdiam sambil memeluk kedua kaki dengan tatapan kosong lurus ke depan. Dia mendengar samar-samar pembicaraan dokter dengan kedua orangtuanya saat di rumah sakit, sampai mendengar sang mami yang menangis karena terkejut dengan informasi yang diberikan dokter.Saa

  • Bintang untuk Langit    Sakit Apa?

    “Bin.” Annetha masuk ke kamar Bintang. Melihat putrinya duduk di atas ranjang sambil menyembunyikan wajah.Bintang buru-buru menyeka buliran kristal bening yang luruh di wajah saat mendengar suara sang mami. Hingga mengangkat wajah dan mencoba tersenyum ke Annetha yang sedang berjalan menghampirinya.“Kamu nangis?” tanya Annetha saat melihat wajah Bintang yang sedikit basah. Belum lagi mata dan hidung Bintang juga merah.“Ga, kok Mi.” Bintang mencoba mengelak.Annetha tidak langsung percaya begitu saja. Namun, dia pun tidak ingin menekan putrinya untuk jujur, jika memang Bintang tidak mau bicara.“Kamu sudah meminum obatmu?” tanya Annetha sambil duduk di tepian ranjang.“Sudah, Mi.”Annetha meraih tangan Bintang, mengamati apakah ruam yang muncul sudah hilang dari kulit putrinya.Bintang memperhatikan sang mami yang tampak cemas, hingga kemudian memberanikan diri bertanya, “Mi, sebenarnya aku sakit apa?” tanya Bintang saat Annetha masih memperhatikan kulit tangannya.“Ya?” Annetha ter

  • Bintang untuk Langit    Ada Apa Dengan Bintang

    Langit tampak termenung dengan sedotan yang menempel di bibir, sedang berpikir dan merenung kenapa Bintang seharian hanya banyak diam.“Ta, apa Bintang mengatakan sesuatu ke elu?” tanya Langit sambil menegakkan badan.Malam itu Langit sengaja keluar rumah dan pergi menemui Anta di kafe milik orangtua Anta.Anta terlihat berpikir sejenak, mengingat apakah tadi Bintang mengatakan sesuatu, tapi sepertinya tidak.“Ga, Bintang juga terus diam sepanjang sisa pelajaran tadi,” jawab Anta setelah sebelumnya menggelengkan kepala pelan.Langit dan Anta terdiam, mereka sama-sama berpikir kenapa Bintang yang biasanya cerewet, tapi tadi berubah menjadi pendiam setelah jam istirahat pertama.“Apa terjadi sesuatu? Bukankah dia tadi bilang mau ketemu Laras, lalu setelah itu dia hanya diam. Gue mau tanya lebih lanjut, tapi Bintang seperti ga mau cerita, ya gue akhirnya ga tanya,” ujar Langit saat mengingat keanehan Bintang.Anta mengangguk-angguk, hingga kemudian berkata, “Apa kita tanya Laras saja?”“

  • Bintang untuk Langit    Tidak Sadarkan Diri

    “Bin. Kamu kenapa? Sejak tadi aku perhatikan kamu lebih banyak diam?” tanya Langit saat mengantar Bintang pulang.Bintang sedang melamun saat Langit bertanya, hingga tersadar dan mencoba bersikap biasa.“Tidak ada, itu hanya perasaanmu saja,” jawab Bintang mengelak.“Kamu yakin?” tanya Langit lagi memastikan. Dia tidak bisa melihat wajah Bintang karena sedang melajukan motornya, sehingga hanya bisa mendengar suara Bintang.“Ya,” jawab Bintang untuk meyakinkan.Langit pun tidak banyak bertanya lagi, memilih fokus ke jalanan hingga akhirnya sampai di depan gerbang rumah Bintang.Bintang turun dari motor, melepas helm dan mengembalikan ke Langit.“Bin, kamu yakin ga kenapa-napa? Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita,” kata Langit yang tidak percaya kalau Bintang sedang tidak dalam masalah.“Aku ga kenapa-napa, kamu jangan cemas,” balas Bintang sambil mencoba mengulas senyum. Mencoba meyakinkan Langit jika semuanya baik-baik saja.Langit terus menatap wajah Bintang, entah kenapa merasa ada

  • Bintang untuk Langit    Nusuk Dari Belakang

    Bintang pergi ke sekolah seperti biasa, setelah semalam dia sempat merasa demam, tapi pagi hari tampak biasa dan sengaja tidak memberitahu kedua orangtuanya terutama Arlan karena takut membuat sang papi cemas.“Laras?” Bintang melihat Laras yang sedang berjalan memasuki gerbang. Dia pun baru saja turun dari mobil, lantas mengejar Laras karena lama tidak mengobrol dengan temannya itu.“Laras!” Bintang memanggil Laras dengan suara lantang.Laras menghentikan langkah sejenak mendengar suara Bintang, tapi kemudian memilih mengayunkan langkah seolah tidak mendengar.Bintang keheranan karena Laras tidak berhenti melangkah, mungkinkah temannya itu tidak mendengar panggilannya. Bintang pun akhirnya mengejar agar bisa berbincang dengan temannya itu.“Laras, hei! Jalannya cepet amat,” ucap Bintang saat sudah mensejajari langkah Laras.Laras tidak menjawab ucapan Bintang, seolah berniat mengabaikan dan terus melangkah tanpa menoleh temannya itu sama sekali.Bintang menghentikan langkah, merasa a

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status