Zafar berdiri di depan pintu lift dan menunggu Kyla keluar dari sana. Namun ia sudah berdiri lebih dari 10 menit dan tidak melihat kehadiran Kyla di sana.
"Di mana ia pergi? Apa mungkin ia terjatuh atau–""Jangan berandai-andai. Ayo pergi. Barang bawaanku sudah cukup berat!" celetuk Kyla, berjalan melewatinya dari belakang.Zafar langsung menoleh ke arahnya dan menatap wajah Kyla yang terlihat buruk. Belum lagi ia berjalan sangat cepat untuk meninggalkan Zafar di belakang."Ia marah. Tentu saja. Itu terlihat sangat jelas," gumam Zafar, lekas mengejarnya."Biar aku bawakan." Zafar berusaha meraih barang-barang bawaan Kyla tapi tampaknya Kyla terlihat semakin kesal karena hal tersebut."Jangan tidak sopan. Acuhkan saja seperti tadi. Aku akan baik-baik saja. Aku bisa membawanya!" ucap Kyla, dengan ekspresi dingin.Zafar menelan ludahnya susah dan menatap wajah Kyla dengan tatapan ragu. Alhasil ia hanya bisa diam dengZafar menghentikan mobilnya di depan rumahnya. Tanpa membunyikan klakson agar satpam membukakan pintu gerbangnya, satpam yang bertugas langsung membuka pintu gerbangnya dan membiarkan mobil Zafar memasuki rumah. "Sudah pulang, Mas?!" tanya Pak Verdi, menatap Zafar yang berjalan keluar mobil dan malah menyuruhnya diam. "Bukakan saya pintu, Pak." Zafar meminta tolong selagi ia memindahkan Kyla ke dalam gendongannya. Pak Verdi hanya mengangguk dan melakukan apa yang di minta oleh majikannya dengan tersenyum tipis sambil menatap Zafar yang membawa masuk Kyla ke dalam rumahnya. Zafar tidak memedulikannya dan langsung membaringkan Kyla di sofa ruang tengah. Mengambilkannya selimut dan menatap kedua mata Kyla yang sembab. Zafar mengembuskan napas panjang dan kembali mengingat saat Kyla mengatakan hal-hal yang membuatnya iri dan tertidur dengan menangis dalam diam. Zafar mengambil selimut di dalam kamarnya dan menyelimutkannya pada
"Sebenarnya apa yang mau kamu katakan sampai berlaku seperti itu?" Hening. Kyla tidak langsung menjawabnya. Ia hanya diam dan menatap punggung bidang Zafar dengan embusan napas berat beberapa kali. "Mari batalkan pernikahannya. Aku tidak mau menikah denganmu." ***** Kyla menatap wajah Zafar yang terlihat terkejut karena keputusannya. Sebenarnya Zafar sudah ingin mengatakan hal tersebut sebelumnya, tapi sekarang malah Kyla yang mengatakan hal tersebut lebih dulu kepadanya. Saking syoknya, Zafar sampai lupa berkedip dan terus menatap wajah Kyla dengan tatapan lekat. "Seharusnya aku yang mengatakan hal itu setelah makan malam hari ini. Tapi berhubung kamu mengatakannya sebelum kita makan, apa sekarang aku tidak perlu meneruskan hal ini? Memasak dan memperlakukanmu dengan baik?!" Kyla tersenyum simpul dan menganggukkan kepalanya pelan. "Iya. Kamu tidak perlu melakukan hal ini. Aku akan pergi sekarang. Sebelum itu, bol
Clek ... Kyla memasuki apartemen pribadinya dengan menghela napas kasar. Ia berjalan masuk ke dalam kamarnya dan mendapati seseorang tengah tidur dengan memeluk boneka beruang kesayangannya. "Apa yang kamu lakukan di sini, Putra!" seru Kyla, menyibak selimut yang menutupi tubuh adiknya dengan kasar. Namun lelaki itu tidak menghiraukannya dan menatapnya dengan tatapan malas. "Jangan ganggu gue. Gue lagi sumpek, Kak. Numpang bentar aja, sebentar lagi Putra pulang kalau Bang Afkar gak di rumah," ucap Putra, mendengus kasar. Kyla memutar bola matanya malas dan tidur di samping Putra dengan memeluk bantalnya. "Kalau mau pulang tolong matikan semua lampunya. Kakak mau tidur duluan, hati-hati pulangnya." Kyla langsung terlelap dan membiarkan Putra terjaga seorang diri. Padahal ini sudah jam 12 malam dan ia baru saja pulang. "Kakak dari mana? Hari inikan baru pulang, tapi Kakak malah pulang larut malam. Apa ia bukan lelaki yang baik?" Kyla tidak menya
"Raka!" Kyla melambaikan tangannya dan tersenyum melihat wajah tampan lelaki itu. Raka balas tersenyum dan menghampiri Kyla yang duduk di dekat jendela di dalam perpustakaan kampus mereka. "Hai, bagaimana? Sudah sehat? Kaku masih kurus padahal sudah keluar dari rumah sakit 4 hari yang lalu, ya?!" Raka membelai puncak kepala Kyla sayang dan menatapnya lembut. Kyla yang merasa di perhatikan olehnya, hanya bisa mengulas senyuman getir dan menyingkirkan tangan Raka dari kepalanya. "Mau bagaimana lagi? Aku terus memuntahkannya. Tubuh ini sudah tidak sehat, mohon di mengerti." Raka terkekeh mendengar bahasa Kyla yang kaku. "Seperti dengan siapa saja. Aku bukan dosenmu, Nak. Tidak perlu sopan-santun di depanku, gadis konyol." Kyla menggidikkan bahunya acuh dan kembali fokus pada bukunya. Begitu juga dengan Raka yang mulai membuka beberapa buku catatannya dan mulai mencatatkan beberapa hal di buku tulisnya. "Apa semua ba
Clek .... Zafar keluar dari area perpustakaan saat hari menjelang sore. Kini sudah pukul 18.00 petang dan ia baru saja keluar dari perpustakaan setelah 9 jam duduk di sana. Zafar merenggangkan badannya dan menatap wajah seorang gadis yang tiba-tiba berdiri di depannya dengan kedua tangan di lipat ke depan dada. Zafar menatap gadis itu dengan tatapan bingung dan terkejut. Kenapa pula mantannya ada di sini? Bukannya mereka berdua sudah putus dan tidak punya hubungan apa-apa lagi? "Kenapa kamu di sini? Aku kira kita sudah tidak memiliki hubungan yang bisa membuat kita berdua bertemu di kampus. Terlebih lagi kamu yang mencariku," ucap Zafar, dengan nada ketus. Faya, mantan kekasih Zafar, langsung menyunggingkan senyuman culas dan menatapnya dengan angkuh. "Kamu tidak pernah mencariku lagi setelah kita bicara tentang putus beberapa hari yang lalu. Apakah kamu sudah tidak ingin berhubungan denganku walaupun itu hanya sekedar tema
"Bang Put, lo mau ke mana sih? Kenapa bawa-bawa tas besar segala?! Lo mau pergi gitu aja tanpa bilang apa-apa sama Tante dan Om? Yang banar aja lo, Bang!" marah Nabila, menahan langkah Putra yang hendak meninggalkan rumah karena masalahnya dengan Afkar. Putra hanya diam dan menatap wajah Nabila dengan lelah dan ia melepaskan genggam tangan Nabila yang menahannya. "Ini bukan urusan lo ya, Nab! Jadi lo gak usah ikut campur, apa lagi tahan-tahan gue kayak gini. Gak pantas kelakuan lo sama yang lebih tua!" marah Putra, tanpa menyentak. Nabila langsung mengerutkan keningnya dalam dan buang muka dari lelaki itu. "Serah lo deh, Bang. Bodoh amat sama lo. Pergi aja kalau mau pergi. Paling lo pergi ke rumah Kak Kyla! Lokan gak punya tujuan selain ke sana." Putra mendenguskan napasnya kasar dan berjalan pergi meninggalkan Nabila menuju motornya di depan gerbang. Putra meletakkan tas besarnya di belakang boncengan motornya, mengikatnya menggunak
Clek .... "Selamat datang, Nona. Anda dari mana?" tanya Flo, salah satu bodyguard Kirana. Kirana langsung tersenyum melihat Flo yang sedang merapikan ruang keluarga dengan mengenakan pakaian santainya. "Dari rumah sebelah. Ada Kak Kyla. Dia datang membawa adiknya dan adiknya itu teman sekolahku. Ah ... bukan, ia bukan temanku. Ia hanya satu sekolah denganku, tapi aku berharap kami berdua akan akrab nantinya, hehehe." Flo tersenyum saat melihat Kirana yang tampak senang akan hal tersebut. "Saya juga merindukan Nona Kyla, apakah saya juga boleh menyapa beliau? Kita bisa membawakannya cookies yang baru di buat oleh Hatta. Bagaimana?" Kirana menolehkan kepalanya dan menganggukkan kepalanya antusias. "Ide yang bagus. Itu bisa menjadi camilan mereka saat malam nanti. Aku berpikir mereka tidak mungkin sempat membuat makanan karena berberes-beres membutuhkan banyak waktu." Flo tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya sampai
"Nona bisa tinggal di sini sendirian? Kami akan membantu Nona Kirana di sana dan menjaganya, jadi kami tidak bisa meninggalkan beliau." Hatta membukukan badannya sambil menatap Kyla cemas. "Tidak apa. Aku tahu jika Nona kalian rentan dari penculikan. Aku baik-baik saja di sini. Pergilah." Flo memberikan segelas jahe hangat dan menatap kondisi Kyla yang sangat buruk. Darah di kedua hidungnya seakan tidak mau berhenti. Ia terlihat kesakitan. "Aku baik-baik saja, Flo. Kamu tidak perlu cemas atau merasa bersalah karena harus meninggalkan aku. Kalian pergilah, aku akan memanggil kalian jika membutuhkan sesuatu." Kyla tersenyum dan meminta mereka pergi meninggalkannya seorang diri. Flo dan Hatta akhirnya pergi dengan berat hati dan meninggalkannya begitu saja. Drt ... drt .... Kyla menatap ponselnya dan melihat nama Afkar tertera di layar ponselnya. "Kenapa Kakak meneleponku?" "Halo ...." "Ky, Putra lari dari