"Jar, katanya di kompleks sebelah? Ini jauh banget sih kita jalannya. Mau ke mana?" tanya Nabila, dari sisi samping kanan bahu Fajar.
"Acaranya berubah tempat, Nab. Sorry, kamu kabari saja Kakak kamu dulu. Tapi nanti aku bakalan anterin kamu tepat waktu kok," ucap Fajar, menoleh ke arah Nabila sejenak.Nabila pun mengangguk pelan dan menghubungi Jaya lewat pesan teks. Namun seperti yang ia duga, Kakak lelakinya itu sangat marah hingga memintanya kembali sekarang ini juga.Tapi Nabila tidak mengatakannya kepada Fajar dan membiarkan ojek pribadinya ini membawa ia sampai ke tempat tujuan."Sampai juga!" ucap Fajar, menghentikan motornya di tanah lapang yang hanya memiliki dua rumah yang cukup besar di depan sana.Nabila langsung turun dan menatap lingkungan itu dengan pandangan bingung."Kayaknya aku pernah ke sini. Hem ... tapi aku lupa karena terakhir kali ke sini saat usia 5 tahun," gumam Nabila, bisa di dengar"Mana kado untukku?" Nabila pun segera mengeluarkan kotak kecil dengan pita besar di atas kotanya, dari dalam tas dan memberikan itu kepada Lintang. "Aku yang membuat desainnya. Semoga kamu suka." "Eh?" Lintang segera membuka kadonya dan menatap sebuah kalung dengan liontin berbentuk bintang yang memiliki batu ruby kecil yang bersinar di dalamnya. "Indah sekali, pasti sangat mahal. Bagaimana kamu bisa menghadiahkan benda seperti ini kepada kawanmu?" ucap Lintang, terharu. Nabila hanya tersenyum dan memberikannya sebuah strawberry yang baru saja ia putik dari kebun Putra. "Makanlah, aku bukan mencurinya. Ini barang halal karena pemilik rumahnya adalah Kakakku, hehe ...." Lintang yang mendengar itu hanya mengembuskan napasnya panjang dan menatap wajah Nabila yang terlihat senang. "Dasar, terima kasih." Lintang memakan buah itu dengan sekali suap dan menatap ke mana Nabila menatap. "Hem ... bagaimana hubunganmu dengan Fajar? Ada perkembangan?" ucap Lintang, menyiku tangan Nabil
"Hahh ... aku lelah tersenyum," gumam Fajar, meneguk air sirop yang baru saja di berikan oleh Bintang ke padanya. "Kenapa kamu sangat terlambat tadi? Menjemput kekasihmu? Padahal rumahnya sangat jauh dari rumahmu," ucap Bintang, duduk di sampingnya sambil memakan sepotong kue ulang tahunnya. "Tidak, Mama sedang sakit jadi aku baru tidur saat pagi dan bangun kesiangan. Terlebih menjemput Nabila membutuhkan waktu yang cukup lama karena aku terkena tilang oleh Kakaknya," keluh Fajar, mengembuskan napasnya kasar. Bintang yang mendengar itu hanya terkekeh menertawakannya. "Kakaknya yang siapa? Aku kenal salah satunya, apakah kamu tidak izin jika akan datang ke partyku?" Fajar menggeleng dan menatap wajah Nabila yang berada di tengah-tengah ke ramaian yang ada. "Aku tidak tahu, jadi aku hanya mengatakan seadanya. Datang ke party sebelah! Namun siapa sangka jika tempatnya berubah sangat jauh seperti ini," celatuk Fajar, melirik ta
Berjalan mengitari sebuah kursi besi berulang kali dengan kaki kecilnya, seorang gadis cilik menyunggingkan sebuah senyuman manis dengan memandang wajah Bibinya yang duduk di salah satu sisi kursi tersebut.Kedua manik mata coklatnya memandang ke arah wanita paruh baya itu dengan tatapan mata yang berbinar-binar."Bibi Nasra! Kapan Ayah, Ibu dan Kakak sampai?!" tanya gadis cilik, mulai menghentikan langkah kakinya yang terdengar ribut.Wanita paruh baya yang merupakan kakak perempuan ibunya itu hanya tersenyum kecil. "Sebentar lagi pasti ibumu sampai Kyla. Ayo cepat duduk di sini. Jangan berlarian seperti itu. Nanti kamu bau keringat loh!" ucap wanita bernama Nasra itu, membelai-belai puncak kepala keponakan kecilnya.Tersenyum lebar, gadis bernama lengkap Allysa Kyla Putri itu langsung duduk dengan patuh di samping Bibinya.Dengan mengayun-ayunkan kedua pasang kakinya ke depan dan ke belakang, Kyla mulai melantunkan sebuah nyanyian dengan suara riang."Bintang kec
Mengerjapkan matanya perlahan-lahan. Gadis bersurai hitam dengan manik mata coklat gelap itu pun mulai sadarkan diri setelah sekian lama. Menatap lampu ruangan yang bersinar menerangi ruangan tempatnya berbaring, manik mata coklat gelap milik Kyla yang masih terasa buram, tiba-tiba menjadi sakit. "Ugh.." Kyla merintih. Ia langsung mengarahkan punggung tangannya ke arah atas wajahnya. Menutupi kedua bola matanya dari sengatan cahaya lampu yang membuatnya silau. Clek.. Suara daun pintu terbuka. Ia menolehkan kepalanya dan menatap wajah seorang gadis berambut panjang dengan senyuman manis yang bertengger di bibirnya. Buram. Saat itu Kyla hanya bisa mengenali perawakan kakak perempuannya dengan senyum gembira. Ternyata kakak sudah pulang. Ibu dan Ayah pasti ada di luar menungguku, batin Kyla, merasa senang sendiri.
3 tahun berlalu.. Seorang gadis berusia 7 tahun berdiri di hadapan tiga buah batu nisan bertuliskan nama-nama yang ia kenal akrab. Damar Dalla Dana Dyaksa (Damar). Lelaki berumur 34 tahun. Sangat senang makan es krim rasa vanila bersama dengan kedua putrinya. Tapi mungkin sekarang Kyla tidak akan bisa melakukan hal seperti itu bersama dengan Ayah dan kakaknya sekarang. Sheeva Bani Nazaputri (Sheeva). Wanita berusia 32 tahun yang sangat bawel dan cerewet. Padahal ia mantan perwira polisi yang di kenal tegas dan bijaksana. Namun entah mengapa ia menjadi ibu rumah tangga yang sangat cerewet ketika ia sudah memegang kemoceng ataupun sapu. Jika mengingat bagaimana ekspresi ibunya yang sedang memarahi dirinya, Ayah dan Kakaknya setelah pulang dari memancing dengan keadaan yang kotor oleh lumpur, Kyla menjadi tertawa sendiri. Ah.. sepertinya aku mu
Drkk..Kyla menarik sedikit salah satu kursi yang ada di meja makan ke belakang. Duduk di sana dengan memanjatnya pelan dan tiba-tiba dua tangan kekar memegang pinggangnya. Mengangkat tubuh mungilnya perlahan dan mendudukkannya di kursi tersebut menghadap ke arah meja makan.Kyla menoleh ke samping. Melihat seorang lelaki berusia 41 tahun yang memakai kacamata berbentuk persegi panjang dengan bingkai berwarna coklat tua, duduk di sampingnya dengan nyaman. Tak lupa dengan beberapa lembar koran yang selalu dibaca setiap pagi.Merasa di pandangi oleh putri kecilnya, Rian pun menolehkan kepalanya ke samping dan menatap Kyla kecil yang tengah memandangnya dengan tatapan polos."Ada apa sayang?!" tanya Rian, menyunggingkan senyuman tipis sambil membelai pelan puncak kepala Kyla sayang."Tidak ada Ayah. Terima kasih sudah membantuku duduk!" ucap Kyla, dengan menolehkan kepalanya ke arah depan. Menatap Ibunya yang tengah menyi
Ravi berlari menghampiri putrinya. Ia langsung mengusap keningnya dan merasakan suhu tubuh Kyla yang sedikit tinggi."Ky, kamu kenapa? Wajah kamu sangat merah?! Kamu demam?!" seru Ravi, benar-benar cemas. Kyla langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dan memalingkan wajahnya dari Ayahnya. Menghindari telapak tangan besar milik Ayahnya yang berusaha mencapai permukaan keningnya. "Tidak. Aku baik saja Ayah!" sahut Kyla, menutupi wajahnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya. "Tapi wajahmu merah. Coba Ayah lihat dulu, sayang!!" ucap Ravi, bersikeras. Bahan lelaki itu ikut berputar-putar saat Kyla terus berusaha menghindari dirinya. "Tidak mau.." elak Kyla, keras kepala. "Kyla!!" seru Ravi, penuh kesabaran. Ia tetap berusaha menghentikan aksi putrinya yang terus berputar-putar untuk menghindari tangannya dengan mencengkeram kedua pundaknya pelan.
Tap ... tap ... tap ...Kedua anak berusia 7 tahun itu saling berjalan beriringan. Walaupun Kyla sedikit kepayahan karena langkah lebar Raka, tapi gadis itu berhasil mengejar langkahnya dengan baik.Set..Kyla menatap tangan Raka yang tiba-tiba menggandengnya. Mereka berdua sudah berhenti di depan salah satu pintu sebuah ruangan sambil memantapkan hati. Tidak! Lebih tepatnya Raka yang memantapkan hati. Karena Kyla sedikit pun tidak merasa gugup ketika ingin memasuki kelas."Tersenyumlah jika nanti kita berdua masuk! Kamu tahu? Kita harus membuat kesan pertama yang baik untuk kehidupan sekolah yang damai ke depannya," ucap Raka, dengan menatap Kyla yang hanya bisa diam memandangnya.Aku sedikit tidak mengerti? Memangnya kenapa kalau aku sudah ketus dari awal? Apakah di Dinh Hoa banyak sekali pembullyan sampai-sampai aku harus membuat kesan pertama yang baik agar terhindar dari masalah?! pikir Kyla, yang sedari tadi hanya diam melihat wajah tegang dari Raka."H