Hanna meninggalkan Airin, ia melangkahkan kakinya setapak demi setapak dari rumah tinggalnya ke bangunan sebelah yang disulap menjadi sebuah salon.
Bangunan rumah Hanna dan salon tersebut masih satu halaman, bisa dikatakan rumah keluarga Kim memang luas. Salon yang di beri nama Kim Salon tersebut sudah berdiri sejak Kim Hanna menikah dengan Ayah Airin, pasalnya Hanna memang menekuni bidang kecantikan sejak dulu. Jadi saat Ayah Airin sudah meninggal, Hanna tidak terlalu bingung untuk mencukupi kebutuhan hidupnya karena ia juga memiliki penghasilan sendiri yang bisa dibilang di atas rata-rata setiap bulannya.Tidak hanya salon, halaman luas keluarga Kim dijadikan sebagai toko bunga, begitu indah seperti taman yang ada di film-film Disney. Berbagai bunga dan pohon-pohon kecil tumbuh dari depan hingga teras belakang, sehingga siapa saja betah berada di sana. Dari dua penghasilan itulah Hanna bisa hidup berkecukupan sampai saat ini.*Malam yang sudah Airin tunggu-tunggu karena rasa penasaran akan kekasih Ibunya tiba.Dengan anggunnya, dia dan Ibunya melangkahkan kaki memasuki sebuah restoran mewah berkonsep makanan khas Western di tengah kota. Tidak duduk bersama dengan orang-orang lain di tempat umum, calon Ayah tiri Airin memesan sebuah ruangan private agar tidak ada yang mengganggu keharmonisan pertemuan pertama mereka.Kim Hanna menggunakan dress hitam panjang elegan, bagian atasnya tertutup dan rambutnya di sanggul modern. Wajahnya ia rias sendiri karena memang ia seorang MUA terkenal.Sedangkan Kim Ai Rin, seperti biasa. Ia tampil seksi apa adanya. Ia menggunakan dress merah kerah V-neck dengan lengan pendek, panjang dresnya hanya seatas lutut. Rambut pirangnya ia biarkan terurai dengan indah hingga membuat wajahnya terlihat semakin cantik dan elegant.Pegawai resto membawa mereka hingga tiba di sebuah ruangan."Hai, pasti kamu Airin," sapa laki-laki yang tampil memukau menggunakan setelan jas hitam.Airin menyambut laki-laki itu dengan hangat, ia menjabat tangannya sambil tersenyum ramah. "Hai, Om.""Ayo duduk," ajaknya.Airin duduk bersebelahan dengan Mama-nya, sedangkan Om-om itu duduk di sebrang Kim Hanna."Sendiri? Kai mana?" tanya Kim Hanna, tak bisa membendung kebahagiannya."Kairan ke toilet," jawab laki-laki yang tak asing wajahnya di mata Airin. "Oh iya, perkenalkan nama saya Yoseph, bisa kamu panggil Om atau Papa juga nggak papa, hehe,” jelas dan candanya.Airin mengangguk tanda mengerti. "Saya kok kaya nggak asing sama wajah Om Yoseph ya?" tanyanya curiga."Dia itu sutradara terkenal Airin, jelas kamu nggak asing," sahut Kim Hanna dengan bangganya memperkenalkan calon suaminya.Bola mata Airin membelalak. "Yoseph Valo?" tanyanya.Yoseph mengangguk."Astaga! Ma, ini beneran?" Airin heboh. Ia tak menyangka calon Ayahnya adalah sutradara terkenal yang dikenal memiliki sifat humoris dan baik hati di mata publik.Kim Hanna mengangguk mantap.Yoseph Valo ikut tertawa melihat kehebohan Airin.Yoseph Valo sering memenangkan penghargaan saat karya-karya film-nya di tayangkan. Yoseph memang lebih sering menggarap film bertema action, tetapi hasil garapannya bukan kaleng-kaleng.Di tengah keriangan Yoseph, Hanna, dan Airin, seorang laki-laki bertubuh jangkung masuk dengan tatapan dingin. Melihat kehadiran laki-laki itu, bola mata Airin semakin melebar hingga hampir keluar dari tempatnya.Ia tidak menyangka, laki-laki yang seliweran di layar bioskop dan TV itu kini duduk di sebrangnya. Ia juga baru sadar, laki-laki yang duduk di sebrangnya ini adalah anak tunggal Yoseph Valo.Siapa saja mengenalnya, pasalnya laki-laki itu pernah dinobatkan menjadi laki-laki paling tampan dua tahun berturut-turut. Tak hanya itu, laki-laki bernama Kairan Valo itu terkenal dengan image cool-nya, berbeda dengan Ayahnya yang super duper ramah dan lucu bagai pelawak."Ma ... kalau Mama nikah sama Om Yoseph, berarti kita jadi keluarga artis gitu?" bisik Airin, masih menganggap ini mimpi.Meski membisik, Yoseph dan Kairan bisa mendengarnya. Yoseph kembali tertawa karena ulah Airin. "Iya, kamu jadi keluarga artis. Hahaha...."Airin meringis kecil, menatap Kairan yang sedingin gunung es. Kairan sibuk mengiris steak di piring tanpa tertawa sama sekali."Ssst, dia emang gitu. Sabar ya," sahut Yoseph lagi. "Anak om yang satu ini emang nggak banyak omong, tapi sebenarnya dia baik," Yoseph menepuk pundak Kairan.Airin mengangguk tanda mengerti dengan tatapan matanya yang berbinar. Ia masih tak menyangka, jika Mamanya menikah dengan Yoseph Valo, maka dia akan menjadi adik tiri dari Kairan Valo."Oh iya, Airin umur berapa?" tanya Yoseph kemudian."Dua enam, Om.""Oh berarti kamu masih jadi adiknya Kai, si Kai dua sembilan."Airin angguk-angguk lagi. “Sumpah, Ma! Pilihan Mama buat calon Papa Airin kali ini keren banget!”“Ish Airin, jangan buat Mama malu,” celoteh Kim Hanna pada anaknya itu.Spontan Yoseph tertawa lagi melihat kedekatan Hanna dan Airin yang duduk di sebrangnya dari tadi. Yoseph rasa, buah memang tak jatuh dari pohonnya. Buktinya sifat Airin mirip sekali dengan Hanna yang periang."Kai, nih dimakan," ujar Kim Hanna tiba-tiba, menyodorkan beberapa makanan lain yang ada di dekatnya.Kai hanya mengangguk."Airin beneran nggak nyangka, kalau Mama jadi nikah sama Om Yoseph, bakal jadi keluarga Valo," terang Airin lagi yang kesekian kalinya di sela-sela ia mengunyah. Airin akui, dia sangat bahagia kali ini.Siapa yang tidak bahagia ketika menjadi dirinya yang sebentar lagi akan masuk ke dalam keluarga salah satu orang terkenal di Indonesia? Airin rasa tidak ada."Udah makan dulu, jangan cerewet," tegur Kim Hanna.Saat menyantap makanan, mereka hening.Keluarga Valo sangat mengusung tata krama, ketika sedang makan mereka memang terbiasa diam, tidak sambil bicara seperti orang-orang lain. Berbeda dengan keluarga Kim yang tak bisa diam meski sedang tidur.'Gue jadi adiknya artis, mimpi apa gue,' pikir Airin sambil sesekali melirik keluarga Valo. 'Om Yoseph sih kayaknya nggak masalah jadi Ayah tiri, tapi Kairan ... ini cowok bisu apa gimana coba, kok bisanya nggak ngomong sama sekali. Ganteng sih, tapi kalau nggak ramah mah bintang satu.'Airin tersedak seketika saat tiba-tiba Kai mengarahkan tatapan elangnya padanya.Uhuk-uhuk."Airin, makanya makan yang tenang jangan kebanyakan gaya," ucap Hanna, menyodorkan anaknya itu segelas air. “Kebiasaan deh kamu ya, nggak bisa anggun jadi cewek.”Yoseph menahan tawanya.Airin cengengesan.Mereka melanjutkan makan malam dengan diam, hingga makanan habis dan hanya menyisakan beberapa cemilan yang masih tersaji.Kairan tetap diam, tak banyak bicara. Sedangkan Airin, ia tak henti-hentinya bicara dan membuat gelak tawa di ruangan itu."Oh iya, Airin ... boleh nggak Om habis ini ajak Mama kamu jalan-jalan?"Airin mengangguk cepat. "Boleh banget. Mama sama Om nggak usah khawatirin Airin, Airin bisa pulang naik taksi sendiri.""Ngapain naik taksi, biar Kairan antar kamu," sahut Yoseph. "Kai, antarin calon adik kamu, ya?"Tak banyak bicara, Kairan hanya mengangguk sambil menatap tajam calon adik tirinya itu.Keesokan harinya di saat Kim Hanna sudah pulang ke rumah dan sehat sepenuhnya, gadis itu mulai kelayapan. Ia melangkah pergi begitu saja usai memesan taksi online yang membawanya selamat sampai tujuan. Taksi itu berhenti di sebuah rumah tingkat yang sebenarnya kini adalah rumahnya namun belum hendak ia miliki. Langkahnya membawanya masuk ke rumah kosong terawat itu. Ia membuka rumah menggunakan kunci yang tersimpan di tempat rahasia sesuai keterangan si pembeli rumah beberapa minggu lalu. Klik. Rumah itu terbuka, sepi, tidak ada seorang pun. Dengan harap-harap cemas, ia mengirimkan sebuah pesan pada seseorang yang berhasil membuatnya yakin akan rasanya. Di luar sana, Jacob terkejut. Ia membaca cepat sebuah teks yang dikirimkan oleh Kim Ai Rin. From : Kim Ai Rin Aku di tunggu di rumah kemarin. Tanpa pikir panjang, Jacob langsung membatalkan semua pertemuannya hari ini lalu meluncur cepat ke kediamannya. Setibanya di sana, ia masuk dengan tidak sabaran sampai masih menggunakan se
Kim Ai Rin melangkahkan kakinya masuk, baru melangkah beberapa tapak ia tercengang. Ia hidup bagaikan di drama-drama Korea kali ini. Kejutan yang diberikan Jacob membuat rasa haru memenuhi hatinya. “Ini … apa? Rumah siapa?” “Rumah kamu,” jawab Jacob cepat. Rumah dua lantai dengan design minimalis itu menghinoptis Airin. Memang rumah itu tidak sebesar rumah Jacob, tapi suasana di rumah dua tingkat yang kini ia kunjungi sangat nyaman. Ada kolam renang di bagian belakang dan di bagian tengah ada mini taman yang tertutup kaca melingkar. “Ini rumah kamu,” jelas Jacob lagi, ia melangkahkan kakinya hingga berdiri di depan gadis itu. Airin tercengang tak menyangka, sampai-sampai ia tak bisa berkata-kata. “Di sini ada kolam renang, ada mini gym, ada spa, ada ruang baca, ada taman, dan yang jelas akan buat kamu betah.” “Jacob ….” “Saya mau kamu berhenti dari pekerjaan kamu kalau kita menikah, bisa kan?” tanya Jacob tiba-tiba. “Saya akan menjamin kamu nggak akan kekurangan dari segi ekono
Hujan deras mengguyur jalanan dari puncak hingga ke kota. Tentunya, Jacob mengendarai mobilnya dengan sangat hati-hati apalagi jalanan sedang ramai dan sedikit macet di jalanan menurun. Selama di dalam mobil, gadis itu diam tak bersuara. Ia canggung, ia grogi, dan rasa penasarannya semakin melonjak akan sosok yang duduk di sebelahnya. “Ini orang random banget, cuek iya, agresif iya, seenaknya iya,” pikirnya sesekali melirik ke arah Jacob. “Kalau mau lihat wajah tampan saya, lihat aja nggak usah ngintip-ngintip,” ucap Jacob tiba-tiba. “Dih, siapa juga lihat kamu! GR!” balas Airin cepat. Mendengar jawaban kekanakan itu, Jacob sedikit tersenyum. “Kenapa kamu pergi pagi itu?” Airin hening sebentar sebelum menjawab. “Nggak papa.” “Padahal saya bilang, saya bisa terima kamu walau kamu bekas cowok lain,” jelasanya terang-terangan. “Lagian kan banyak cewek yang mau sama kamu, kenapa harus aku? Tadi aja kamu asik bincang sama cewek seksi di vila.” “Kamu cemburu?” “Nggak lah, ngapain a
Laki-laki tampan itu membuka pintu kamar, melangkahkan kakinya masuk dalam beberapa langkah lalu berhenti. Matanya menjuru ke setiap sudut, seperti yang ia duga, gadis itu tidak menerima tawarannya. Jacob menghela napasnya, rasa kecewa tentu saja muncul di hati dan pikirannya apalagi ia rasa gadis itu sudah memikatnya. Kejadian tengah malam saat mereka berciuman, bahkan saat Jacob berhasil menyentuh beberapa titik intim bagian tubuh gadis itu, membuat Jacob semakin ingin memilikinya. Tapi ternyata gadis itu menolaknya. Jacob bukan tipikal lelaki yang suka memaksa, dia tidak akan mengejar jika tidak diberi ijin seberapa pun ia menyukai orang lain. *** “Kamu bisanya kaya gitu, Airin! Coba Tristan tahu, pasti udah ngomel banget adik kesayangannya mabuk-mabukan,” protes Kinan, saat berada di dalam mobil yang sama dengan Airin. Airin tertawa kecil. “Iya makanya jangan bilang.” “Untung ada Jack, coba nggak ada gimana nasib kamu coba.” Airin pun tiba-tiba mengingat Jack, meski mabuk
Jacob menutup panggilan, ia memasukkan kembali ponselnya ke saku celana. Baru saja ia berdiri dari kasur, tiba-tiba tangannya di genggam oleh seorang Airin yang kini tersenyum cantik ke arahnya. “Siapa tadi?” tanya Airin, masih dalam keadaan mabuk. Jacob tak menjawabnya. “Siapa? Aku tanya siapa?” rengeknya manja, membuat Jacob tertawa kecil melihat tingkah lakunya. Hap. “Kairan, jangan pergi,” ucapnya kemudian. Mendengar nama Kairan, Jacob langsung menaikkan alisnya. Ia mendorong tubuh gadis itu hingga terbaring lagi di ranjang. Tampak Airin kini sedang meraung dan mengoceh tanpa henti, entah apa yang gadis itu bicarakan, yang jelas gadis itu terlihat sangat merindukan lelaki bernama Kairan. “Kairan!” panggil Airin. Jacob menggeleng-gelengkan kepalanya keheranan. “Huek,” ujar gadis itu tiba-tiba, ia langsung mendudukkan tubuhnya karena merasa mual. “Huek.” Jacob mulai panik, ia bukan khawatir Airin muntah, tetapi khawatir muntahan itu akan jatuh ke kasur kamar hotelnya yang
Sepanjang jalan di trotoar, gadis itu mengomel tanpa henti karena kelakuan Jacob. Seumur hidup baru kali ini Airin bertemu dengan lelaki seperti itu, benar-benar antagonis dan menyebalkan. “Andai ada Kairan, pasti udah ditonjok tuh cowok belagu! Ash, sial. Kenapa gue harus berurusan sama cowok kaya dia! Dosa apa coba gue!” Jalannya semakin cepat, melewati beberapa orang yang sedang nongkrong dipinggiran jalan raya. “Mana ponsel gue batrainya habis! Terus gue pulangnya gimana? Di mana ada taksi!!!” omelnya lagi sendiri. Hampir sepuluh menit berjalan cepat, langkah kaki Airin melambat saat ia melihat ada gerumbulan geng motor. Saat melewati gerumbulan, rasanya harap-harap cemas, masalahnya mereka semua terlihat seperti preman yang sedang mencari mangsa. Benar sesuai dugaan Airin, laki-laki bertampang preman itu menggodanya, menghalangi langkahnya, menatap nakal ke arahnya, membuatnya ketakutan. “Mau diantar, neng?” “Tujuan ke mana sayang? Cantik?” “Yuk bro anterin aja mbaknya, ma