Jika tanganmu terus bermain, aku tidak bisa menahan," bisik Jhon parau.
Hawa panas mulai Aleta rasakan. Ia perhatikan wajah Jhon sudah memerah. Jakunnya naik turun, seirama dengan dada bidangnya.
Jemi memutar-mutar pistolnya. Benda seberat 3 kg itu seolah tidak memiliki beban di jemarinya."Katakan! Apa maumu!" Pekik Sky.Jemi menyeringai sinis. Ia be
BrukkkJemi menarik kaki Jhon. Akibatnya Jhon tersungkur jatuh. Jhon juga membalas apa, yang Jemi lakukan. Ia sama-sama menarik kaki Jemi dan membuatnya ikut tersungkur.
Jhon menatap lekat wajah pucat Aleta disusul mengusap pipinya lagi. Kemudian ia menyeka air matanya. Membuang nafas berat, mencoba berdiri membopong Aleta.Pelan tapi pasti, Jhon berhasil berdiri. Meskipun kakinya seolah mati rasa. Ia tetap bisa mengayuh.Mobil kuning milik Sky bertengger agak jauh dari tempat Jhon berjalan. Ia melihat kesana-kemari. Tak seorangpun ada di pusat kota. Jhon merasa seperti manusia terasingkan.Dari kejauhan Jhon tampak gagah. Bukan hanya karena rupa yang ia miliki, melainkan bagaimana ia membawa Aleta menembus dinginnya udara di bawah 0° serta menapaki tumpukan salju yang menyembunyikan sepatu hitamnya.&nbs
Sesaat suasana menjadi hening. Suara-suara komputer jelas terdengar.Jhon melirik benda canggih itu. Detak jantung Aleta berjalan lebih dari normal. Jhon tersenyum lega.Sepasang mata Jhon menyipit. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Aleta. Sesuai perintah Aleta. Ia mulai membuka cela bibir. Mengeluarkan embusan nafas hangat.Sejenak Aleta terpejam, menikmati aura hangat dari dalam mulut Jhon.Begitu jarak wajah Jhon dan Aleta sudah sangat dekat. Aleta mendorong kepala Jhon. Menjauhkan pesona pria itu dari pelupuk mata Aleta.
TapTapTapPelan tapi pasti, Aleta mengendap-endap masuk ke ruangan khusus ayahnya.Di ruangan tersebut. Louison dan Sky biasa berunding. Membicarakan tentang apapun, baik masalah Aleta atau masalah pekerjaan.Lousion menduduki kursi kebesarannya, diikuti sang anak angkat duduk tidak jauh dari Louison.Sementara itu, di balik pintu masuk. Aleta berdiri memasang telinga baik-baik. Pendengaran gadi
Seorang Aleta selalu saja mengundang perhatian publik. Jika tidak dengan tindakan kriminal maka dengan pesona gadis itu.Sama seperti hari ini. Ketika ia baru melangkahkan kaki keluar mobil, semua mata tertuju padanya. Bagaimana tidak?Saat-saat musim dingin begini, Aleta menggunakan dress merah maroon setinggi paha tanpa lengan. Sepatu boots hitam yang menutupi sampai betis saja. Tidak lupa tas kampusnya, yang harganya bila dirupiahkan berkisar antara 50 atau 100 juta.Ia selalu mengundang rasa iri teman-teman kampusnya. Tidak terkecuali Minni. Gadis, yang Aleta sebuah sahabat.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Jhon. Untunglah Jhon masih memiliki kesadaran. Ia menarik tangan yang menepuknya ke depan. Sampai pemilik wajah tangan itu berada tepat di sisi kepala Jhon."Ck, kau!" Dengkus Jhon, kesal.Erik menyeringai lebar. Lantas, menyeret kursi di antara mereka yang masih kosong."Siapa gembel ini?" Lontar Aleta, sembari menggoyangkan gelas wine dan menatap jengah ke arah Erik.Erik membelak tak terima. Ia balas menatap Aleta sinis. "Gembel katamu!"
Cukup lama isapan bibir Jhon pada lengkungan leher milik Aleta. Begitu isapan itu ia lepas. Tertinggal sebuah garis merah dan kehitaman, yang terpampang jelas pada kulit putihnya.Jhon menatap lekat wajah Aleta. Gadis itu telah terpejam. Mulutnya juga berhenti meracau. Jhon membenarkan posisi duduk Aleta kemudian menstarter mobil.Mobil meninggalkan pelataran, perlahan. Arah mobil tidak menuju ke kediaman Lousion, melinkan ke sebuah gang kecil, yang jauh dari kata berkelas seperti jalan menuju rumah Lousion.Ya, gang kecil itu satu-satunya jalan mencapai rumah kost Jhon. Setibanya di sana. Jhon membopong Aleta masuk.Ia menidurkan gadis itu di atas tempat tidurnya.Sejenak Jhon berdiri memandang Aleta. Pandangan Jhon sangat dalam. Seakan-akan berusaha menyelami kedalaman jiwa gadis itu.Hingga akhirnya pria itu tersadar tatkala ponsenya berdering. Jhon melihat layar ponselnya, yang berkedip.Tertera nama Sky sebagai pemanggil. I