"Ha! Ha! Ha!
Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung."Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan."Dasar kampungan!" cemooh Gisele."Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih.Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad."Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken."Gibran, kamu datang-datang bukannya ucapkan salam malah menghina saudaramu!" tegur Cinta ketus. "Di mana tata krama keluarga Hanindra?""Udahlah, Ma! Biarin aja!" sela Ken. "Toh, yang Gibran bilang benar!""Diam kamu, Ken! Kelakuan orang tua dan anak sama aja!"Tidak ada yang berani berkomentar lagi saat Cinta marah. Mereka fokus dengan piring masing-masing."Nggak apa-apa, Nek," ujar Kevan. "Aku bisa makan roti dengan selai kacang.""Awas perutmu norak!" Gisele kembali mencemooh Kevan. Namun, Kevan tidak pernah membalasnya."Makan aja sarapanmu dan cepat pergi kuliah!" tegur Cinta.Gisele cemberut. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa.Satu persatu anggota keluarga Hanindra selesai makan dan pergi. Kini, hanya tinggal Kevan, Cinta, Ken, Gibran dan Gisele.Setelah 20 menit berlalu, Cinta berdiri. Dia menatap Kevan dan berkata, "Habiskan makananmu dan cepat pergi ke kantor! Saya akan ke kamar melihat Christian."Kevan meletakkan rotinya. "Apa Kakek sakit?" tanya Kevan cemas."Nggak. Dia cuma kelelahan," jawab Cinta sambil melangkah pergi.Usai kepergian Cinta, Ken berdiri dan berjalan menuju Kevan. Dia menendang kursi Kevan."Heh, gembel!" panggil Ken. "Cepat bersihin sepatuku!"Kevan tersentak. Kevan menoleh ke arah Ken yang sedang menggeser kursi di sisi kirinya. Kemudian, dia menatap sepatu Ken yang sebenarnya masih bersih."Kamu tuli? Kamu dengar nggak yang aku bilang tadi?"Semua orang melihat adegan Ken membentak Kevan. Namun, mereka hanya diam seolah tidak terjadi apapun.Kevan mengunyah roti dengan cepat, lalu menelannya. "Tapi, aku masih makan, Paman. Lagipula ... Paman punya pelayan, kan? Suruh pelayan aja," jawab Kevan."Kurang ajar! Berani banget kamu ajarin aku kayak gitu! Kamu pikir, kamu siapa di rumah ini?"Kevan mengubah posisi duduknya menyamping kiri. Dia melirik Ziyad.Kevan bergumam pelan, "Kata Ziyad, Paman Ken pendiam. Tapi, kelakuannya kayak kuyang gini! Hemm, harus cepat punah spesies macam ini dari muka bumi.""Kamu bilang apa?!" tanya Ken dengan nada tinggi."Nggak, aku nggak bilang apa-apa," sahut Kevan kesal.Kevan menghela napas. 'Aku akan ikuti saran Omar untuk hati-hati sama Paman Ken,' pikir Kevan.Kevan menggulung lengan kemejanya. Dia mengambil dua lembar tisu makan."Eh, kamu mau apa?!" Ken panik saat Kevan membungkuk."Bukannya Paman suruh aku bersihin sepatu?" Kevan balik bertanya."Iya, tapi nggak pakai tisu makan," ucap Ken kesal."Lalu?" tanya Kevan seraya mengernyitkan dahi.Kevan tidak paham maksud Ken. Dia menatap wajah Ken yang merah padam."Eh, gembel! Bersihinnya pakai baju kamu lah! Memang pakai apa lagi?" seru Gisele dari kursinya.Entah sejak kapan Gibran sudah berada di belakang kursi Kevan. Dia menarik kursi tersebut hingga Kevan terjatuh dengan posisi duduk."Aarrggghhh!" Kevan berteriak kesakitan."Tuan Muda!" Ziyad hendak menghampiri Kevan untuk membantunya. Namun, Gibran menghalangi."Diam atau saya akan bertindak lebih dari ini!" ancam Gibran.Kevan mengangkat tangan sebagai tanda agar Ziyad tidak ikut campur masalahnya.Lagi, Gisele menghina Kevan. Dia berseru, "Dasar lemah! Lelaki keluarga Hanindra nggak ada yang lemah kayak kamu!"Ken menyentuh paha Kevan dengan sepatunya. Dia mulai melontarkan kalimat penghinaan untuk Kevan."Hei, gembel kayak kamu jangan harap bisa hidup enak di sini! Kamu nggak akan pernah diterima di rumah ini. Paham?!""Balik ke rumah kumuh Ibu kamu sana!" perintah Gisele dengan nada tinggi."Gisele, kamu ...."Kevan tidak sampai hati membalas perlakuan mereka. Namun, hati kecilnya terlanjur sakit dengan perlakuan Gisele sejak pertama dia tiba di mansion keluarga Hanindra."Usia kamu jauh di bawah aku, Gisele. Tapi, kenapa kamu nggak bisa nunjukin rasa hormat pada orang yang usianya lebih tua darimu?" Kevan bertanya tentang sikap Gisele padanya."Hormat? Dasar cowok gila hormat!" bentak Gisele. "Orang miskin kayak kamu itu nggak pantas dihormati!""Nih, aku tunjukin gimana cara hormati orang yang usianya lebih tua ke kamu!" teriak Gibran.Gibran mendorong Kevan hingga tersungkur tepat di bawah kaki Ken."Cepat bersihin sepatuku!"Kevan menahan tubuhnya agar tidak ambruk di kaki Ken. Wajah Kevan nyaris menyentuh sepatu Ken."Pakai bajumu!" seru Ken kemudian."Jangan, Tuan Muda!" teriak Ziyad dari tempatnya. "Saya akan ambilkan kain pembersih sepatu."Plok! Plok! Plok!Gibran memberikan tepuk tangan untuk Ziyad. Dia juga memberikan kalimat yang menohok untuk asisten Kevan tersebut."Bagus banget! Ternyata asisten si gembel ini pahlawan kesiangan.""Cukup, Gibran! jangan sentuh Ziyad!" tegur Kevan. "Jangan khawatir! Aku akan lakukan keinginan Paman Ken.""Apa?! Kamu panggil aku apa?!"Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang. "Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram. "Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati. "Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya. "Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran. "Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin bang
"Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan
"Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva
"Astaga, Tuan!" Ziyad berseru disertai wajah yang kebingungan. "Ya ampun, Tuan Kevan!" Omar pun berseru sama seperti Ziyad.Kevan membenarkan topi hitam dengan gambar elang kecil. Wajahnya yang tampan tetap terlihat tenang meskipun mendapatkan sorot mata tajam dari kedua orang kepercayaannya.Kini, mereka sedang berada di dalam mobil mewah keluarga Hanindra yang berhenti di bahu jalan. "Mau sampai kapan kalian tatap aku kayak gitu? Hmm? Santai aja, guys! Wehehehe" Kevan terkekeh. "Gimana? Aku udah rapi belum?""Tuan, Andaー"Kevan tidak membiarkan Ziyad berbicara. Dia memainkan kedua matanya ketika berbicara. "Tenang aja! Tuan kalian ini sedang cosplay jadi bodyguard seorang Nona cantik keluarga Darwin. Yup! Selama aku pergi, kalian bisa tinggal di apartemen dan lakukan kerjaan lain.""Nona Ciara Darwin, kan?" Omar memberikan tas ransel milik Kevan ke pemiliknya. Kevan membuka pintu mobil. Dia ke luar dari sana menenteng tasnya.Kevan tersenyum seraya memakai tasnya. "Yes, Nona Cia,
"Kakak ...."Suara lemah perempuan terdengar di telinga Kevan. Dia mencari-cari sumber suara tersebut. "Kamu di mana, Nona?"Kevan memutar bola matanya ke setiap sudut kamar Ciara. Tidak lama, dia melihat sepasang kaki terjulur. "Nona Cia!" panggil Kevan begitu melihat Ciara duduk di lantai menyandarkan tubuhnya pada ranjang. "Astaga, ya Tuhan!"Kevan bergegas mendekati Ciara. Dia berjongkok dan menatap wajah pucat anak majikannya."Kamu mimisan lagi?!" tanya Kevan yang dibalas dengan anggukan. Kevan panik. Kevan melihat banyaknya tisu bekas bernoda merah terang berserakan di lantai. Dia juga melihat obat-obatan Ciara berserakan. "Kakak, kepala aku ...."Suara Ciara mengagetkan Kevan yang sedang memperhatikan lantai. 'Benar-benar berantakan,' keluh Kevan di dalam hati. Dia menahan emosi. Dia juga menahan rasa bersalah. "Sebentar, aku hidupkan lampu," ujar Kevan. Dia berdiri dan segera menekan saklar.Pencahayaan yang semula redup, kini terang benderang. Kevan terbelalak saat me
"Kamu berani bantah perintah Kakek, Kevan?!" Kevan menghela napas berat. Kevan tahu Christian murka karena dia memberikan respon yang menentang. Tapi, apa dia akan membiarkan Christian salah paham padanya?"Kakek juga nggak sangka, kamu berani banget ambil keputusan di hari pertama kerja sampai buat orang-orang kesal."Kevan membiarkan Christian menumpahkan emosi padanya. Dia memilih untuk diam dan mencari celah untuk membela diri. "Sekarang temui Kakek dan jelasin alasan kamu memutuskan kerja sama dengan perusahaan Wijaya!"Lagi, Kevan menjawab, "Maaf, aku nggak bisa. Aku akan pulang saat pekerjaanku selesai.""Kevan, kamuー""Kakek, apa Anda ingat perjanjian diantara kita sebelum aku setuju ikut Anda dan Nenek?"Kevan mengungkit perjanjian yang dibuat oleh dirinya dan Christian. Hening. Christian diam membatu. "Kakek ingat, kan? Apa Kakek akan melanggarnya?"Sementara itu, Kevan mendengar sayup-sayup suara berisik dari dalam kamar Ciara. Dia mencoba mencari tahu. Kevan melihat s
"Kenapa diem aja, Van? Kamu rela si brengsek itu grepe-grepe Nona Cia?" Bima sedikit kesal karena Kevan hanya diam saja melihat kepiawaian Miguel memanipulasi keadaan. "Aku yakin, Nona bisa tentuin sikapnya sendiri," jawab Kevan masih dengan gayanya yang santai. "Aisshh! Cowok mana sih, Van, yang nggak tertarik sama Nona kita?" Bima masih saja kesal dengan sikap Kevan yang cuek. "Dia cantik banget kayak princess di negeri dongeng dan body-nya aduhai! Jangan sampai si bajingan itu berhasil tiduri Nona."Kevan tersenyum tipis. "Ngomong aja terus, Bim! Lagian, kenapa kamu nggak cari pacar aja, sih?""Kamu sendiri, kenapa putus sama Nulla? Dia kan seksi, Van." Bima teringat ketika Kevan memperlihatkan foto Nulla padanya. "Apa benar kata Mang Ismail?""Apaan?!" "Kamu jatuh cinta sama Nona sejakー"Buk!"Aarrggghhh!" Bima terkejut. Dia buru-buru menutup mulutnya.Kevan memukul pelan perut Bima. Dia juga memotong ucapan Bima. "Sssttt! Nggak baik ngomongin majikan sendiri. Pamali!" serunya
'Cantik," ujar Kevan di dalam hati mengagumi wajah Ciara. 'Bola mata coklatnya indah sama seperti warna rambutnya.'Waktu seolah berputar melambat. Keduanya saling menatap satu sama lain. Tangan Kevan menyentuh tangan Ciara. Gadis itu pun diam saja sambil menatap Kevan."Kak, aku pegal," ujarnya datar. "Kamu mau ambilin boneka aku atau nggak, sih?"Kevan gelagapan. Dia salah tingkah. "Oh, iーiyya ...."Kevan melepaskan tangan Ciara cepat-cepat. Lalu, mengambil boneka beruang besar berwarna lavender di lantai. Ciara kembali tiduran saat sudah mendapatkan bonekanya kembali. "Kamu begadang? Atau Bima?""Oh, aーaku," jawab Kevan terbata. "Aku yang begadang, Nona manis."Sekarang, Kevan sudah merasa lebih baik. jantungnya tidak lagi berdebar seperti tadi. Dia telah menguasai dirinya sendiri. Kevan berdiri. Dia menutupi tubuh Ciara dengan selimut. "Kak!" teriak Ciara memanggil Kevan. "Apa?"Ciara berulang kali mengembuskan napas panjang. "Kamu mau aku cepat mati, ya?!" Ciara marah. Namu