"Apa?! Kamu panggil aku apa?!"
Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang."Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram."Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati."Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya."Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran."Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin banget punya kakak sepupu miskin kayak dia!"Kevan berdiri dengan bantuan Ziyad. Dia menepuk-nepuk bagian belakang celananya yang kotor.Gibran menimpali perkataan Gisele. "Lagian siapa yang mau mengakui kalau dia sepupu kita?!"Kini, Gibran menatap Kevan. Dia berjalan mendekati Kevan, lalu meraih kerah kemejanya."Panggil aku manajer saat di kantor! Dan, jangan pernah ngaku-ngaku hubungan darah diantara kita! Paham?!"Usai mengancam, Gibran pergi bersama Ken dan Gisele."Tuan Muda, sebelum berangkat ke kantor ganti baju Anda dulu," ujar Ziyad memberikan saran.Ziyad menyusul Kevan pergi dari ruang makan. Keduanya mempercepat langkah agar tidak terlambat sampai di perusahaan keluarga Hanindra.***"HHC Tower." Kevan mengeja nama gedung di depan kelopak matanya. "Ini gedung pencakar langit milik keluarga Hanindra?"Kedua mata Kevan terpukau pada gedung tinggi milik keluarga Hanindra yang berlokasi di kota Horizon pulau Orion."Ini ibukota Horizon yang terkenal?"Mobil yang membawa Kevan memasuki area lobi utama HHC. Mobil pun terhenti.Ziyad mengangguk. "Benar, Tuan Muda. Kota Horizon merupakan kota pusat pemerintahan dan pusat bisnis," jawab Ziyad.Omar hendak membukakan pintu mobil untuk Kevan. Namun, Kevan terlanjur ke luar dari mobil lebih dulu."Maaf, Tuan, lain kali tolong tunggu saya buka pintu mobilnya," ujar Omar."Oh, oke," jawab Kevan. "Aku akan menyesuaikan, Omar.""Selamat datang di Hanindra Holdings Company, Tuan Muda pertama!" Maudy menyambut kedatangan Kevan. Dia menundukkan badan."Nggak perlu terlalu formal, Maudy. Bersikap biasa aja!"Maudy menggeleng. "Maaf, Tuan. Sepertinya nggak bisa. Karena Anda adalah general manager di kantor pusat," katanya memberikan alasan."Hah?! Kenapa semalam kamu nggak bilang?! Jadi, posisiku lebih tinggi dari Gibran?"Ziyad mengangguk. "Ya, tentu aja, Tuan."Kevan terkejut. Dia berjalan memasuki area lobi utama HHC bersama Ziyad dan Maudy, sedangkan Omar pergi memarkirkan mobil."Apa Anda ingat? Saya semalam udah bilang, tapi Anda menolak penjelasan saya."Maudy membawa dokumen di tangannya. Lantas, Kevan pun bertanya, "Kamu bawa apa?""Oh, saya hampir lupa." Maudy menyerahkan dokumen kepada Kevan. "Silakan dibaca-baca dokumennya untuk meeting pagi ini, Tuan."Langkah Kevan terhenti di depan lift VVIP. "Astaga, Maudy!" Kevan mengambil dokumen tersebut, lalu melihat-lihatnya sebentar."Ya, Tuan Muda?" Maudy kebingungan, tetapi dia tetap tersenyum menghadapi Kevan."Ini hari pertama aku kerja di kantor pusat. Kenapa aku harus ikut meeting? Oh, Lord!" seru Kevan panik. Kevan menggaruk-garuk kepala. Dia tidak tahu harus melakukan apa!Maudy dan Ziyad hanya bisa tersenyum melihat respon Kevan."Tenang, Tuan!" Ziyad mencoba menenangkan hati Kevan. "Ada saya dan Maudy. Anda cukup dengarkan presentasi dua relasi bisnis kita."Tidak lama kemudian, pintu lift terbuka lebar. Seorang petugas lift wanita tersenyum ketika melihat Kevan dan dua orang lainnya."Silakan!" seru si wanita.Kevan melangkah mengikuti Ziyad. Dia mulai berkeringat dingin."Lantai 11," ucap Maudy ramah."Oh, lantai general manager? Baik, Bu." Si petugas lift segera menekan tombol 11 pada dinding lift.Pintu lift pun tertutup seiring dengan kedua mata Kevan yang tertutup.Ziyad menatap Kevan serius. "Tuan, ada apa?" tanyanya kebingungan. Dia melihat Kevan berpegangan erat pada besi panjang sebagai pegangan yang berada di belakangnya."Tuan, Anda sakit?" Maudy ikut bertanya."Kita pergi ke lantai berapa, Ziyad? Gimana kalau kita ke luar sekarang dan naik tangga darurat aja?"Maudy mengeluarkan tisu dari saku blazer. Dia dengan cekatan mengusap peluh di dahi Kevan."Stop, Maudy! Jangan sentuh aku!" Kevan meraih tisu dari tangan Maudy.'Aku nggak biasa bersentuhan dengan cewek, selain Nona Cia,' pikir Kevan."Ya, Tuhan! Anda phobia naik lift, Tuan?" Ziyad pun mengerti kelakuan aneh tuannya."Aissshh! Jangan keras-keras, Ziyad!" tegur Kevan kesal."Anda nggak mungkin naik tangga ke lantai 11, kan, Tuan?"Kevan hanya bisa pasrah saat mendengar jawaban Maudy. "Oh, Lord! Aku masih ingin hidup lebih lama."Ziyad memegangi lengan Kevan. "Tenangkan diri Anda, Tuan! Tarik napas dalam-dalam, lalu embuskan perlahan!"Akhirnya lift berhenti di lantai 11. Kevan lega. Dia berjalan mengikuti langkah Ziyad."Astaga, Anda berantakan banget, Tuan!" Maudy menggeleng."Udah diam! Kamu nggak tahu, aku hampir mati tadi?"Maudy menahan tawanya. Dia berjalan di sisi kiri Kevan, sedangkan Ziyad berjalan di depan mereka.Kevan mendengar sayup-sayup pembicaraan beberapa orang."Eh, kamu tahu berita hot pagi ini?" tanya wanita gemuk berpakaian serba hitam.Wanita kurus di sebelahnya terlihat tertarik dengan pembicaraan temannya. Dia bertanya, "Apa?""Bu Olivia bilang, kantor kita akan kedatangan seorang manajer umum baru. Katanya sih, dia masih muda," jawab si wanita gemuk tadi.Sebelum berbelok ke ruangannya, Kevan menghentikan langkah tepat di depan ruang tunggu. Kedua matanya tertuju pada sosok wanita putih nan cantik dengan rambut panjang yang tergerai."Tuan, ada apa?" tanya Maudy begitu melihat Kevan berhenti melangkah."Nggak usah peduli gosip murahan tadi, Tuan!" seru Ziyad.Kevan menggeleng. Dia bertanya, "Siapa dia? Kayaknya aku kenal."Ziyad dan Maudy sontak mengikuti arah pandang Kevan."Oh, dia perwakilan dari Wijaya Corp. Namanya Nulla Hanifah. Dia sudah sampai sejak 60 menit lalu, Tuan," jawab Maudy.Kevan tersenyum tipis. Dia bergumam, "Kejutan apa lagi ini?""Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan
"Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva
"Astaga, Tuan!" Ziyad berseru disertai wajah yang kebingungan. "Ya ampun, Tuan Kevan!" Omar pun berseru sama seperti Ziyad.Kevan membenarkan topi hitam dengan gambar elang kecil. Wajahnya yang tampan tetap terlihat tenang meskipun mendapatkan sorot mata tajam dari kedua orang kepercayaannya.Kini, mereka sedang berada di dalam mobil mewah keluarga Hanindra yang berhenti di bahu jalan. "Mau sampai kapan kalian tatap aku kayak gitu? Hmm? Santai aja, guys! Wehehehe" Kevan terkekeh. "Gimana? Aku udah rapi belum?""Tuan, Andaー"Kevan tidak membiarkan Ziyad berbicara. Dia memainkan kedua matanya ketika berbicara. "Tenang aja! Tuan kalian ini sedang cosplay jadi bodyguard seorang Nona cantik keluarga Darwin. Yup! Selama aku pergi, kalian bisa tinggal di apartemen dan lakukan kerjaan lain.""Nona Ciara Darwin, kan?" Omar memberikan tas ransel milik Kevan ke pemiliknya. Kevan membuka pintu mobil. Dia ke luar dari sana menenteng tasnya.Kevan tersenyum seraya memakai tasnya. "Yes, Nona Cia,
"Kakak ...."Suara lemah perempuan terdengar di telinga Kevan. Dia mencari-cari sumber suara tersebut. "Kamu di mana, Nona?"Kevan memutar bola matanya ke setiap sudut kamar Ciara. Tidak lama, dia melihat sepasang kaki terjulur. "Nona Cia!" panggil Kevan begitu melihat Ciara duduk di lantai menyandarkan tubuhnya pada ranjang. "Astaga, ya Tuhan!"Kevan bergegas mendekati Ciara. Dia berjongkok dan menatap wajah pucat anak majikannya."Kamu mimisan lagi?!" tanya Kevan yang dibalas dengan anggukan. Kevan panik. Kevan melihat banyaknya tisu bekas bernoda merah terang berserakan di lantai. Dia juga melihat obat-obatan Ciara berserakan. "Kakak, kepala aku ...."Suara Ciara mengagetkan Kevan yang sedang memperhatikan lantai. 'Benar-benar berantakan,' keluh Kevan di dalam hati. Dia menahan emosi. Dia juga menahan rasa bersalah. "Sebentar, aku hidupkan lampu," ujar Kevan. Dia berdiri dan segera menekan saklar.Pencahayaan yang semula redup, kini terang benderang. Kevan terbelalak saat me
"Kamu berani bantah perintah Kakek, Kevan?!" Kevan menghela napas berat. Kevan tahu Christian murka karena dia memberikan respon yang menentang. Tapi, apa dia akan membiarkan Christian salah paham padanya?"Kakek juga nggak sangka, kamu berani banget ambil keputusan di hari pertama kerja sampai buat orang-orang kesal."Kevan membiarkan Christian menumpahkan emosi padanya. Dia memilih untuk diam dan mencari celah untuk membela diri. "Sekarang temui Kakek dan jelasin alasan kamu memutuskan kerja sama dengan perusahaan Wijaya!"Lagi, Kevan menjawab, "Maaf, aku nggak bisa. Aku akan pulang saat pekerjaanku selesai.""Kevan, kamuー""Kakek, apa Anda ingat perjanjian diantara kita sebelum aku setuju ikut Anda dan Nenek?"Kevan mengungkit perjanjian yang dibuat oleh dirinya dan Christian. Hening. Christian diam membatu. "Kakek ingat, kan? Apa Kakek akan melanggarnya?"Sementara itu, Kevan mendengar sayup-sayup suara berisik dari dalam kamar Ciara. Dia mencoba mencari tahu. Kevan melihat s
"Kenapa diem aja, Van? Kamu rela si brengsek itu grepe-grepe Nona Cia?" Bima sedikit kesal karena Kevan hanya diam saja melihat kepiawaian Miguel memanipulasi keadaan. "Aku yakin, Nona bisa tentuin sikapnya sendiri," jawab Kevan masih dengan gayanya yang santai. "Aisshh! Cowok mana sih, Van, yang nggak tertarik sama Nona kita?" Bima masih saja kesal dengan sikap Kevan yang cuek. "Dia cantik banget kayak princess di negeri dongeng dan body-nya aduhai! Jangan sampai si bajingan itu berhasil tiduri Nona."Kevan tersenyum tipis. "Ngomong aja terus, Bim! Lagian, kenapa kamu nggak cari pacar aja, sih?""Kamu sendiri, kenapa putus sama Nulla? Dia kan seksi, Van." Bima teringat ketika Kevan memperlihatkan foto Nulla padanya. "Apa benar kata Mang Ismail?""Apaan?!" "Kamu jatuh cinta sama Nona sejakー"Buk!"Aarrggghhh!" Bima terkejut. Dia buru-buru menutup mulutnya.Kevan memukul pelan perut Bima. Dia juga memotong ucapan Bima. "Sssttt! Nggak baik ngomongin majikan sendiri. Pamali!" serunya
'Cantik," ujar Kevan di dalam hati mengagumi wajah Ciara. 'Bola mata coklatnya indah sama seperti warna rambutnya.'Waktu seolah berputar melambat. Keduanya saling menatap satu sama lain. Tangan Kevan menyentuh tangan Ciara. Gadis itu pun diam saja sambil menatap Kevan."Kak, aku pegal," ujarnya datar. "Kamu mau ambilin boneka aku atau nggak, sih?"Kevan gelagapan. Dia salah tingkah. "Oh, iーiyya ...."Kevan melepaskan tangan Ciara cepat-cepat. Lalu, mengambil boneka beruang besar berwarna lavender di lantai. Ciara kembali tiduran saat sudah mendapatkan bonekanya kembali. "Kamu begadang? Atau Bima?""Oh, aーaku," jawab Kevan terbata. "Aku yang begadang, Nona manis."Sekarang, Kevan sudah merasa lebih baik. jantungnya tidak lagi berdebar seperti tadi. Dia telah menguasai dirinya sendiri. Kevan berdiri. Dia menutupi tubuh Ciara dengan selimut. "Kak!" teriak Ciara memanggil Kevan. "Apa?"Ciara berulang kali mengembuskan napas panjang. "Kamu mau aku cepat mati, ya?!" Ciara marah. Namu
"Lima putaran?!" Ciara bertolak pinggang. "Yang bener aja, Kak! Kamu pasti nggak waras?"Kevan tertawa. Begitu juga dengan Ismail dan Bima yang berdiri tidak jauh di belakang Kevan. "Non, nanti kalau lelah, Kevan yang gendong," ujar Ismail menimpali ucapan Ciara. "Sepeda listriknya masih Mamang isi daya. Mamang kelupaan semalam keasikan nonton bola.""Ishhhhhh, gimana sih!" Ciara berdecak kesal. "Ya udah, ayo jalan!"Ciara berjalan menuju pagar tinggi yang sedikit terbuka. Bima sudah menunggunya di depan pagar. "Eh, kamu ngapain berdiri di situ, Bim?" tanya Ciara bingung melihat Bima sudah berdiri di depan pagar."Saya mau menemani Anda dan Kevan, Nona," jawab Bima sambil tersenyum."No! No! No!" Ciara yang menolak. "Kamu di sini aja sama Mang Ismail!" Kevan mengangguk begitu Bima melihatnya. "Iyain aja, Bim. Daripada ngamuk!"***Kevan menemani Ciara jalan pagi keliling kompleks. Ciara berjalan di depannya dengan kepayahan. "Kalau gini terus, badan Cia pasti semakin lemah," gumam