"Kamu bawa apa, Omar?" Pandangan Kevan menatap sesuatu di tangan Omar.
"Ini adalah album foto keluarga Hanindra. Tuan Dabin sudah menyiapkannya untuk Anda," jawab Omar. Dia menyerahkan album foto tersebut kepada Kevan.Terpancar rasa penasaran dari kedua mata Kevan. Dia segera mengambilnya.Kevan membuka album foto perlahan. Namun tiba-tiba, dia mendongakkan kepala. "Maudy, kamu balik aja ke kamar sekarang dan istirahat!" perintahnya.Maudy gugup. "Baーbaiklah, Tuan Muda," ujarnya terbata. "Tapi, sebenarnya saya mau jelasin beberapa poin terkait pekerjaan Anda besok.""Ah, itu gampang. Besok pagi aja." Kevan merespon Maudy dengan santai. Dia melihat-lihat beberapa foto yang tersusun rapi di album."Kalau gitu, saya permisi, Tuan Muda," ujar Maudy dengan sedikit membungkuk."Ya, sana pergi!"Kevan mendengar pintu kamarnya tertutup. "Apa kalian semua sudah lama kerja di sini?" tanyanya.Omar dan Ziyad saling menatap satu sama lain. Kevan masih asyik melihat satu persatu foto di album berwarna keemasan."Kami bertiga sudah 10 tahun bekerja di bawah perintah Kakek Anda, Tuan Muda," jawab Ziyad.Kevan tercengang. Dia mengalihkan perhatian pada dua orang yang berdiri di depannya."Serius?!" tanya Kevan.Ziyad dan Omar mengangguk berbarengan. Mendapatkan jawaban mengejutkan barusan membuat Kevan tertegun.'Kayaknya aku bisa mempercayai mereka bertiga,' pikir Kevan. Dia mengangguk-angguk."Kalian berdua, duduklah dan jelasin silsilah keluarga Hanindra! Karena aku sama sekali nggak kenal mereka."Omar kebingungan. "Tuan Ziyad, gimana nih? Tuan Muda suruh kita duduk."Kevan mengerutkan dahinya. "Apa masalahnya, Omar?""Ehm, itu ... kami harus jaga attitude selama bekerja dengan Anda, Tuan," sahut Ziyad segan.Kevan tertawa mendengar jawaban Ziyad. "Ha! Ha! Ha!"Ziyad dan Omar bertambah bingung. Namun, keduanya tidak ada yang berani berkomentar."Santai aja, guys! Saat kita kumpul bertiga, nggak perlu kaku kayak gitu! Tapi, kalau di luar ... okelah! Kita mainkan peran sebaik mungkin di depan orang-orang!""Benar nih, Tuan Muda?" tanya Omar tidak percaya."AkuーKevan Hanindra. Setiap perkataanku adalah perintah yang nggak boleh terbantahkan! Kalian harus ingat itu!"Ziyad dan Omar terlihat sumringah. Keduanya tersenyum."Syukurlah akhirnya kami punya majikan yang santai dan nggak banyak aturan," ujar Omar kegirangan. "Makasih, Tuan Muda Kevan.""Ya, kamu benar, Omar. Makasih, Tuan," timpal Ziyad.'Jujur aja, semua itu ... kata-kata punya Cia,' ungkap Kevan di dalam hatinya. 'Aku cuma fotocopy. Ha! Ha! Ha!'"Saya akan jelasin silsilah keluarga Hanindra, Tuan," ucap Ziyad. Dia menggeser kursinya mendekati Kevan.Kevan membiarkan Ziyad memegangi album foto. Dia menatap foto yang ditunjuk Ziyad dan mencoba mengingat semua penjelasannya."Lihatlah foto Kakek dan Nenek Anda, Tuan!" seru Ziyad. "Kakek Anda bernama Christian Hanindra dan Nenek Anda bernama Cinta Hanindra."Kevan menatap foto sepasang suami istri yang sudah tua renta. Wajah keduanya tersenyum. Bukan senyum kebahagiaan, tetapi senyum pilu yang sukar dijelaskan."Kakek dan Nenek Anda membangun bisnis yang sekarang bernama Hanindra Holdings Company atau yang dikenal dengan HHC. Lokasinya di kota Horizon, Tuan," ujar Ziyad melanjutkan penjelasannya."Kota Horizon yang terkenal sebagai kota Modern itu?" tanya Kevan."Bukan hanya itu, Tuan Muda," celetuk Omar. "Kota Horizon juga terkenal sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis pulau Orion."Lagi-lagi Kevan terkejut. 'Segitu besar dan berpengaruhnya keluarga Hanindra di pulau Orion!' serunya dalam hati.Ziyad kembali berkata, "Tiga anak perusahaan HHC diantaranya Hanindra Orion Hotel, H.O Airways dan Orion Dreamland."Kevan mengambil satu bungkus rokok dari dalam saku celananya. Dia mengambil satu batang, lalu menyodorkannya pada Ziyad dan Omar."Mau udud?" tanya Kevan sambil menyalakan korek api gas."Udud?" Omar mengangkat bahunya."Ngerokok," jawab Kevan tertawa kecil. Dia mengembuskan asap rokok ke udara."Astaga, Tuan Muda! Itu bahasa dari kota Tango, kah?" tanya Ziyad tercengang."Ha! Ha! Ha! Itu bahasa tongkrongan aku," jawab Kevan asal. "Lalu, Kakek dan Nenek punya anak berapa, Ziyad?"Omar dan Ziyad tidak ada yang berani menerima rokok dari Kevan. Ziyad meletakkan rokok tadi di atas meja sampingnya."Tuan Christian dan Nyonya Cinta punya 4 anak. Pertama adalah Nyonya Jasmine Hanindra." Ziyad menjeda kalimatnya sejenak. "Anak ke-2 Tuan Leon Hanindra, ke-3 Tuan Julian Hanindra dan ke-4 Tuan Ken Hanindra.""Istri Tuan Leon bernama Donita Raw. Mereka punya sepasang anak kembar bernama Kafi dan Kafa. Keduanya lulusan bisnis luar negeri." Omar membantu Ziyad menjelaskan. "Saat ini Tuan Leon menjabat sebagai wakil komisaris HHC."Kevan memainkan rokoknya. Dia berkata, "Akhirnya aku tahu alasan Paman Leon begitu marah saat di ruang makan tadi.""Perebutan kekuasaan dan harta sering terjadi di keluarga ini," tutur Ziyad dengan raut wajah frustasi."Bagaimana dengan Cucu lainnya?" Kevan kembali fokus pada album foto.Ziyad menunjuk foto perempuan muda berlatar menara Eiffel. "Nah, kedua gadis ini anak-anak Tuan Julian dan Nyonya Livy Havo. Mereka adalah Gisele Hanindra dan Magenta Sapphire Hanindra.""Mereka hobi buang-buang uang keluarga," ujar Omar. Dia begitu kesal."Ha! Ha! Ha! Mereka anak-anak manja rupanya," ucap Kevan sambil tertawa. "Dan, siapa mereka?"Kevan menatap foto Ken Hanindra bersama keluarganya."Dia adalah Tuan Ken Hanindra yang pendiam," jawab Ziyad. "Istrinya bernama Jessy Wongso.""Meskipun Tuan Ken pendiam, Anda harus tetap hati-hati, Tuan," ujar Omar.Wajah Kevan berubah serius. "Kenapa?" tanyanya."Karena seluruh anggota keluarga Hanindra tamak," jawab Omar tegas. "Sesuai perintah Tuan Christian dan Nyonya Cinta, kami akan selalu menjaga Anda dari mereka semua."'Aku nggak sangka, Kakek dan Nenek begitu perhatian sama aku,' pikir Kevan. Hatinya merasa nyaman mengetahui hal itu.Ziyad kembali berbicara. "Tuan Ken punya 4 anak laki-laki. Mereka adalah Tuan Daniel, Tuan Berto, Tuan Gibran dan Tuan Azraf." Ziyad memandangi Kevan yang masih memperhatikan beberapa foto keluarga Ken."Oke, cukup jelas."Kevan menutup album foto sambil menguap. Kemudian, memadamkan rokoknya."Kalian balik aja ke kamar!"Ziyad dan Omar berdiri. Mereka membungkuk, lalu pergi dari kamar Kevan.***"Cepat, Tuan! Semua orang udah nunggu Anda di ruang makan untuk sarapan bersama," ujar Ziyad.Kevan berjalan tergesa-gesa menuju ruang makan bersama Ziyad."Astaga! Apa nggak ada mobil golf di mansion sebesar ini?""Yang benar aja, Tuan! Apa saya perlu sediakan sepatu roda untuk Anda?"Kevan tertawa kecil. Kini, keduanya sudah tiba di ruang makan.Kevan melihat semua orang sudah mulai makan. 'Damn! Aku terlambat!' serunya dalam hati.Kevan tersenyum simpul begitu Cinta menatapnya. "Selamat pagi, Nek! Selamat pagi, semuanya!"Kevan lantas duduk di kursinya. Seorang pelayan wanita segera menuangkan jus jeruk untuk Kevan. Namun, dia tidak meminumnya."Eh, Tuan Muda pertama yang kesiangan akhirnya muncul dengan muka bantal!" celetuk Berto, anak ke-2 Ken Hanindra. "Ha! Ha! Ha!"Semua orang menertawakan Kevan. Namun, tidak dengan Cinta."Diam dan makanlah!" tegur Cinta. Dia tersenyum saat menatap Kevan. "Dia bertanya, "Apa yang mau kamu makan, Kevan? Sandwich? Roti bakar atau sup krim ayam?"Kevan celingukan. "Nasi uduk ada, Nek?""Ha! Ha! Ha!Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung. "Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan. "Dasar kampungan!" cemooh Gisele. "Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih. Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad. "Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken.
"Apa?! Kamu panggil aku apa?!"Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang. "Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram. "Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati. "Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya. "Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran. "Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin bang
"Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan
"Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva
"Astaga, Tuan!" Ziyad berseru disertai wajah yang kebingungan. "Ya ampun, Tuan Kevan!" Omar pun berseru sama seperti Ziyad.Kevan membenarkan topi hitam dengan gambar elang kecil. Wajahnya yang tampan tetap terlihat tenang meskipun mendapatkan sorot mata tajam dari kedua orang kepercayaannya.Kini, mereka sedang berada di dalam mobil mewah keluarga Hanindra yang berhenti di bahu jalan. "Mau sampai kapan kalian tatap aku kayak gitu? Hmm? Santai aja, guys! Wehehehe" Kevan terkekeh. "Gimana? Aku udah rapi belum?""Tuan, Andaー"Kevan tidak membiarkan Ziyad berbicara. Dia memainkan kedua matanya ketika berbicara. "Tenang aja! Tuan kalian ini sedang cosplay jadi bodyguard seorang Nona cantik keluarga Darwin. Yup! Selama aku pergi, kalian bisa tinggal di apartemen dan lakukan kerjaan lain.""Nona Ciara Darwin, kan?" Omar memberikan tas ransel milik Kevan ke pemiliknya. Kevan membuka pintu mobil. Dia ke luar dari sana menenteng tasnya.Kevan tersenyum seraya memakai tasnya. "Yes, Nona Cia,
"Kakak ...."Suara lemah perempuan terdengar di telinga Kevan. Dia mencari-cari sumber suara tersebut. "Kamu di mana, Nona?"Kevan memutar bola matanya ke setiap sudut kamar Ciara. Tidak lama, dia melihat sepasang kaki terjulur. "Nona Cia!" panggil Kevan begitu melihat Ciara duduk di lantai menyandarkan tubuhnya pada ranjang. "Astaga, ya Tuhan!"Kevan bergegas mendekati Ciara. Dia berjongkok dan menatap wajah pucat anak majikannya."Kamu mimisan lagi?!" tanya Kevan yang dibalas dengan anggukan. Kevan panik. Kevan melihat banyaknya tisu bekas bernoda merah terang berserakan di lantai. Dia juga melihat obat-obatan Ciara berserakan. "Kakak, kepala aku ...."Suara Ciara mengagetkan Kevan yang sedang memperhatikan lantai. 'Benar-benar berantakan,' keluh Kevan di dalam hati. Dia menahan emosi. Dia juga menahan rasa bersalah. "Sebentar, aku hidupkan lampu," ujar Kevan. Dia berdiri dan segera menekan saklar.Pencahayaan yang semula redup, kini terang benderang. Kevan terbelalak saat me
"Kamu berani bantah perintah Kakek, Kevan?!" Kevan menghela napas berat. Kevan tahu Christian murka karena dia memberikan respon yang menentang. Tapi, apa dia akan membiarkan Christian salah paham padanya?"Kakek juga nggak sangka, kamu berani banget ambil keputusan di hari pertama kerja sampai buat orang-orang kesal."Kevan membiarkan Christian menumpahkan emosi padanya. Dia memilih untuk diam dan mencari celah untuk membela diri. "Sekarang temui Kakek dan jelasin alasan kamu memutuskan kerja sama dengan perusahaan Wijaya!"Lagi, Kevan menjawab, "Maaf, aku nggak bisa. Aku akan pulang saat pekerjaanku selesai.""Kevan, kamuー""Kakek, apa Anda ingat perjanjian diantara kita sebelum aku setuju ikut Anda dan Nenek?"Kevan mengungkit perjanjian yang dibuat oleh dirinya dan Christian. Hening. Christian diam membatu. "Kakek ingat, kan? Apa Kakek akan melanggarnya?"Sementara itu, Kevan mendengar sayup-sayup suara berisik dari dalam kamar Ciara. Dia mencoba mencari tahu. Kevan melihat s
"Kenapa diem aja, Van? Kamu rela si brengsek itu grepe-grepe Nona Cia?" Bima sedikit kesal karena Kevan hanya diam saja melihat kepiawaian Miguel memanipulasi keadaan. "Aku yakin, Nona bisa tentuin sikapnya sendiri," jawab Kevan masih dengan gayanya yang santai. "Aisshh! Cowok mana sih, Van, yang nggak tertarik sama Nona kita?" Bima masih saja kesal dengan sikap Kevan yang cuek. "Dia cantik banget kayak princess di negeri dongeng dan body-nya aduhai! Jangan sampai si bajingan itu berhasil tiduri Nona."Kevan tersenyum tipis. "Ngomong aja terus, Bim! Lagian, kenapa kamu nggak cari pacar aja, sih?""Kamu sendiri, kenapa putus sama Nulla? Dia kan seksi, Van." Bima teringat ketika Kevan memperlihatkan foto Nulla padanya. "Apa benar kata Mang Ismail?""Apaan?!" "Kamu jatuh cinta sama Nona sejakー"Buk!"Aarrggghhh!" Bima terkejut. Dia buru-buru menutup mulutnya.Kevan memukul pelan perut Bima. Dia juga memotong ucapan Bima. "Sssttt! Nggak baik ngomongin majikan sendiri. Pamali!" serunya