"Eh?"
Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya."Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya."Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar."Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis."Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan."Oke. Apa Pak Gibran belum datang?"Detik itu juga, Gibran datang bersama dua staf laki-laki."Ada apa ramai-ramai begini?" tanya Gibran tegas.Semua orang menoleh kepada Gibran, tak terkecuali Kevan.Kedua mata Gibran melotot. "Kamu ngapain masih di sini?" tanyanya sewot. "Sana kerja! Ganggu mood aja!""Aーanu ... aku ...." Kevan ragu-ragu."Pak Gibran kenal orang ini? Dia office boy baru, ya? Atau baru mau ngelamar pagi ini?"Nulla begitu penasaran dengan kehadiran Kevan. Terlebih, Gibran mengenalnya."Nggak, saya nggak kenal," bantah Gibran. "Tadi saya lihat dia di lobi. Mungkin dia mau wawancara kerja sama perempuan ini."Gibran menggeleng seraya menunjuk Maudy. Kemudian, dia berseru, "Ayo ke ruang meeting sekarang! Manajer umum akan datang sebentar lagi."Gibran berjalan melewati Kevan. Dia dengan sengaja menyenggol bahu Kevan."Minggir!" perintahnya.Kevan segera merapat ke dinding membiarkan Gibran melewatinya. Begitu juga dengan Ziyad dan Maudy."Pak Gibran!" panggil Nulla. Dia bergegas mendekati Gibran. "Apa Bapak yakin, manajer umum yang baru akan menyetujui proposal saya?""Saya akan pastikan hal itu. Percayalah! Tapi, jangan lupa bagian saya!""Beres itu, Pak," sahut Nulla.Mereka menghilang di balik dinding. Kevan pun tersenyum."Dasar bodoh!" seru Kevan sambil tersenyum tipis."Tuan, ayo ke ruangan Anda!" ajak Maudy. "Sebelum ikut meeting, ada baiknya Anda merapikan diri dan memahami berkas meeting."Kevan mengangguk. "Oke."Mereka berbelok ke kanan, lalu masuk ke sebuah ruangan besar berhias lukisan. Dekorasi interior yang elegan membuat Kevan takjub."Astaga! Ini ruangan kantorku? Bagus banget."Kevan berjalan menuju meja kerjanya. Dia lantas duduk di sana."Gimana, Tuan? Nyaman nggak duduk di kursi itu?" tanya Ziyad. "Kalau nggak nyaman, saya akan minta Maudy ganti kursinya.""Nggak usah," tolak Kevan sambil tersenyum. "Ini aja udah cukup, Ziyad.""Kalau gitu, silakan baca-baca dokumen yang tadi, Tuan!" seru Maudy mengingatkan."Oh iya, Maudy ...." Tiba-tiba saja Kevan teringat sesuatu."Ya, Tuan?""Tadi kamu bilang, ada dua relasi yang akan meeting pagi ini. Siapa aja?"Maudy mengangguk. "Benar, Tuan Muda. Pagi ini, kita akan meeting dengan perusahaan Darwin Group dan Wijaya Corp," jawab Maudy.Ziyad berdiri di sisi kiri Kevan. Dia berkata, "Anda bisa memilih presentasi dari mereka yang menurut Anda paling bagus dan sesuai dengan kriteria perusahaan kita.""Darwin Group?!" Kevan terkejut saat mendengar nama perusahaan yang sangat dikenalnya.Ziyad dan Maudy saling pandang. Mereka menunggu Kevan melanjutkan bicaranya."Ada apa dengan Darwin Group, Tuan?" Ziyad bertanya.Kevan tersenyum tanpa sadar. Dia sedang mengingat anak majikannya. 'Aku bahkan nggak tahu kabar Cia sejak kemarin,' keluhnya di dalam hati."Apapun presentasi nanti, aku akan pilih Darwin Group," ujar Kevan yang berhasil membuat Maudy dan Ziyad tercengang. "Putuskan hubungan kontrak kerja dengan Wijaya Corp!" serunya kemudian."Anda bahkan belum membaca dokumen itu, Tuan ...."Maudy berkata untuk memastikan agar keputusan Kevan tidak keliru."Lakukan aja, Maudy!""Baーbaik, Tuan," jawabnya pasrah.Bersamaan dengan itu, ponsel Kevan bergetar. Dia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jas."Hmm? Bima?"Kevan terkejut begitu membaca nama pengirim pesan singkat di layar ponselnya. Tidak mau menunggu lama, Kevan membuka chat dari pria bernama Bima.Bima: Kevan, Nona Cia drop lagi. Dia nyariin kamu.Bima: Udah lihat foto Nona Cia yang aku kirim? Dia nggak berhenti mimisan, Van.Kevan sedih ketika melihat foto anak dari majikannya terbaring di tempat tidur.Kevan menghela napas. "Kamu pucat banget, Cia," katanya pelan.Ziyad dan Maudy saling pandang. Keduanya mengangkat bahu."Ziyad, apa kamu bawa pesanan aku?" Kevan berdiri. Dia merapikan pakaiannya."Ya, Tuan. Saya udah siapkan semuanya," jawab Ziyad. "Apa Anda akan menggunakannya sekarang?"Kevan mengangguk. Dia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan."Maudy, handle pekerjaan hari ini. Kirimkan hasilnya ke email-ku!"Usai memberi perintah kepada sang sekretaris, Kevan menatap Ziyad."Kita pergi sekarang!" ajaknya. Dia melangkah menuju pintu ruangannya."Sekarang?!" Ziyad terlihat panik. Dia menyusul Kevan dengan langkah panjang."Beritahu Omar untuk menyiapkan helikopter di atap!" perintah Kevan lagi."Tunggu, Tuan! Anda mau ke mana? Apa nanti sore Anda nggak balik kantor?"Kevan mengangkat tangan tinggi-tinggi. Sedangkan Ziyad berjalan sambil menoleh ke belakang."Kami nggak akan balik kantor, Maudy. Kamu selesaikan pekerjaan dengan baik!" teriak Ziyad..Kevan berjalan menuju lift yang tertutup rapat. Dia ragu seketika.Ziyad menepuk bahu Kevan dan berkata, "Semua akan baik-baik aja, Tuan. Bukankah Anda harus cepat-cepat pergi? Lawan rasa takut itu!"Kevan menarik napas. Dia memejamkan mata sejenak mencoba menghadirkan sosok wanita yang dirindukannya. "Cia, I miss you so much ....""Cia? Siapa dia, Tuan? Apa dia pacar Anda?""Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva
"Astaga, Tuan!" Ziyad berseru disertai wajah yang kebingungan. "Ya ampun, Tuan Kevan!" Omar pun berseru sama seperti Ziyad.Kevan membenarkan topi hitam dengan gambar elang kecil. Wajahnya yang tampan tetap terlihat tenang meskipun mendapatkan sorot mata tajam dari kedua orang kepercayaannya.Kini, mereka sedang berada di dalam mobil mewah keluarga Hanindra yang berhenti di bahu jalan. "Mau sampai kapan kalian tatap aku kayak gitu? Hmm? Santai aja, guys! Wehehehe" Kevan terkekeh. "Gimana? Aku udah rapi belum?""Tuan, Andaー"Kevan tidak membiarkan Ziyad berbicara. Dia memainkan kedua matanya ketika berbicara. "Tenang aja! Tuan kalian ini sedang cosplay jadi bodyguard seorang Nona cantik keluarga Darwin. Yup! Selama aku pergi, kalian bisa tinggal di apartemen dan lakukan kerjaan lain.""Nona Ciara Darwin, kan?" Omar memberikan tas ransel milik Kevan ke pemiliknya. Kevan membuka pintu mobil. Dia ke luar dari sana menenteng tasnya.Kevan tersenyum seraya memakai tasnya. "Yes, Nona Cia,
"Kakak ...."Suara lemah perempuan terdengar di telinga Kevan. Dia mencari-cari sumber suara tersebut. "Kamu di mana, Nona?"Kevan memutar bola matanya ke setiap sudut kamar Ciara. Tidak lama, dia melihat sepasang kaki terjulur. "Nona Cia!" panggil Kevan begitu melihat Ciara duduk di lantai menyandarkan tubuhnya pada ranjang. "Astaga, ya Tuhan!"Kevan bergegas mendekati Ciara. Dia berjongkok dan menatap wajah pucat anak majikannya."Kamu mimisan lagi?!" tanya Kevan yang dibalas dengan anggukan. Kevan panik. Kevan melihat banyaknya tisu bekas bernoda merah terang berserakan di lantai. Dia juga melihat obat-obatan Ciara berserakan. "Kakak, kepala aku ...."Suara Ciara mengagetkan Kevan yang sedang memperhatikan lantai. 'Benar-benar berantakan,' keluh Kevan di dalam hati. Dia menahan emosi. Dia juga menahan rasa bersalah. "Sebentar, aku hidupkan lampu," ujar Kevan. Dia berdiri dan segera menekan saklar.Pencahayaan yang semula redup, kini terang benderang. Kevan terbelalak saat me
"Kamu berani bantah perintah Kakek, Kevan?!" Kevan menghela napas berat. Kevan tahu Christian murka karena dia memberikan respon yang menentang. Tapi, apa dia akan membiarkan Christian salah paham padanya?"Kakek juga nggak sangka, kamu berani banget ambil keputusan di hari pertama kerja sampai buat orang-orang kesal."Kevan membiarkan Christian menumpahkan emosi padanya. Dia memilih untuk diam dan mencari celah untuk membela diri. "Sekarang temui Kakek dan jelasin alasan kamu memutuskan kerja sama dengan perusahaan Wijaya!"Lagi, Kevan menjawab, "Maaf, aku nggak bisa. Aku akan pulang saat pekerjaanku selesai.""Kevan, kamuー""Kakek, apa Anda ingat perjanjian diantara kita sebelum aku setuju ikut Anda dan Nenek?"Kevan mengungkit perjanjian yang dibuat oleh dirinya dan Christian. Hening. Christian diam membatu. "Kakek ingat, kan? Apa Kakek akan melanggarnya?"Sementara itu, Kevan mendengar sayup-sayup suara berisik dari dalam kamar Ciara. Dia mencoba mencari tahu. Kevan melihat s
"Kenapa diem aja, Van? Kamu rela si brengsek itu grepe-grepe Nona Cia?" Bima sedikit kesal karena Kevan hanya diam saja melihat kepiawaian Miguel memanipulasi keadaan. "Aku yakin, Nona bisa tentuin sikapnya sendiri," jawab Kevan masih dengan gayanya yang santai. "Aisshh! Cowok mana sih, Van, yang nggak tertarik sama Nona kita?" Bima masih saja kesal dengan sikap Kevan yang cuek. "Dia cantik banget kayak princess di negeri dongeng dan body-nya aduhai! Jangan sampai si bajingan itu berhasil tiduri Nona."Kevan tersenyum tipis. "Ngomong aja terus, Bim! Lagian, kenapa kamu nggak cari pacar aja, sih?""Kamu sendiri, kenapa putus sama Nulla? Dia kan seksi, Van." Bima teringat ketika Kevan memperlihatkan foto Nulla padanya. "Apa benar kata Mang Ismail?""Apaan?!" "Kamu jatuh cinta sama Nona sejakー"Buk!"Aarrggghhh!" Bima terkejut. Dia buru-buru menutup mulutnya.Kevan memukul pelan perut Bima. Dia juga memotong ucapan Bima. "Sssttt! Nggak baik ngomongin majikan sendiri. Pamali!" serunya
'Cantik," ujar Kevan di dalam hati mengagumi wajah Ciara. 'Bola mata coklatnya indah sama seperti warna rambutnya.'Waktu seolah berputar melambat. Keduanya saling menatap satu sama lain. Tangan Kevan menyentuh tangan Ciara. Gadis itu pun diam saja sambil menatap Kevan."Kak, aku pegal," ujarnya datar. "Kamu mau ambilin boneka aku atau nggak, sih?"Kevan gelagapan. Dia salah tingkah. "Oh, iーiyya ...."Kevan melepaskan tangan Ciara cepat-cepat. Lalu, mengambil boneka beruang besar berwarna lavender di lantai. Ciara kembali tiduran saat sudah mendapatkan bonekanya kembali. "Kamu begadang? Atau Bima?""Oh, aーaku," jawab Kevan terbata. "Aku yang begadang, Nona manis."Sekarang, Kevan sudah merasa lebih baik. jantungnya tidak lagi berdebar seperti tadi. Dia telah menguasai dirinya sendiri. Kevan berdiri. Dia menutupi tubuh Ciara dengan selimut. "Kak!" teriak Ciara memanggil Kevan. "Apa?"Ciara berulang kali mengembuskan napas panjang. "Kamu mau aku cepat mati, ya?!" Ciara marah. Namu
"Lima putaran?!" Ciara bertolak pinggang. "Yang bener aja, Kak! Kamu pasti nggak waras?"Kevan tertawa. Begitu juga dengan Ismail dan Bima yang berdiri tidak jauh di belakang Kevan. "Non, nanti kalau lelah, Kevan yang gendong," ujar Ismail menimpali ucapan Ciara. "Sepeda listriknya masih Mamang isi daya. Mamang kelupaan semalam keasikan nonton bola.""Ishhhhhh, gimana sih!" Ciara berdecak kesal. "Ya udah, ayo jalan!"Ciara berjalan menuju pagar tinggi yang sedikit terbuka. Bima sudah menunggunya di depan pagar. "Eh, kamu ngapain berdiri di situ, Bim?" tanya Ciara bingung melihat Bima sudah berdiri di depan pagar."Saya mau menemani Anda dan Kevan, Nona," jawab Bima sambil tersenyum."No! No! No!" Ciara yang menolak. "Kamu di sini aja sama Mang Ismail!" Kevan mengangguk begitu Bima melihatnya. "Iyain aja, Bim. Daripada ngamuk!"***Kevan menemani Ciara jalan pagi keliling kompleks. Ciara berjalan di depannya dengan kepayahan. "Kalau gini terus, badan Cia pasti semakin lemah," gumam
"Van!" Kevan baru saja keluar dari ruang adminstrasi Universitas Golden Baubau. Dia menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya."Oh, Novira. Kenapa?" tanya Kevan. Dia memasukkan selembar kertas tanda bukti pembayaran ke tas ranselnya. "Kamu malem Minggu ada acara? Di rumahku ada party. Ya, party kecil-kecilan, sih. Mau ya dateng ke rumahku?" Novira Arsella, salah satu bintang kampus yang selalu gonta-ganti pasangan kencan. Selain cantik, dia merupakan salah satu anak dari keluarga kaya raya di kota Baubau. Kevan menatap dua gadis yang berdiri bersama Novira. Mereka adalah sahabat Novira."Oh, malem Minggu, ya?"Kevan mengulangi pertanyaan Novira. Dia memutar otaknya mencari alasan yang tepat untuk menolak ajakan Novira. "Aku ada acara reuni SMA," jawab Kevan santai. Dia sadar bahwa ada banyak pasang mata yang sedang memperhatikannya. Wajah Novira berubah masam. Baru saja Novira ingin menjawab, Kevan meraih ponselnya yang bergetar. "Maaf, Novira. Aku buru-buru," ujar Ke