Rion berdecak kesal. Sedari tadi dia sudah berulang kali mencoba untuk menghubungi Maura. Namun, tak kunjung ada jawaban dari gadis itu. Ini sudah lewat dari jam pulang, Maura juga tidak ada di tempat kerjanya. Kemana gadis itu pergi. Membuat Rion khawatir saja.“Kemana perginya Maura?” Tanya Rion pada dirinya sendiri.“Apa dia sudah pulang lebih dulu?”“Mungkin Maura masih ada di sekitaran kantor, coba aku cari dulu.”Saat Rion hendak membalikkan badannya, Laki-laki itu terkejut kala, tiba-tiba saja Salwa muncul dihadapannya. Darimana asalnya gadis ini? Membuat Rion hampir saja kena serangan jantung mendadak akibat kehadiran Salwa secara tiba-tiba.“Ah, aku minta maaf karena telah mengejutkanmu,” ujar Salwa tak enak hati, saat mengetahui raut wajah Rion yang nampak sekali bahwa lkai-laki itu terkejut karenanya.“Iya, tidak apa-apa. Tunggu, kamu temannya Maura, Kan?”Rion baru ingat, bahwa dia pernah bertemu dengan Salwa saat di taman itu. Mungkin saja dia tahu keberadaan Maura.“Iya
Mobil Jevan berhenti tepat di depan mobil yang tadi hampir ia tabrak. Jevan langsung memeriksan keadaan Maura yang masih memejamkan matanya. Jevan memegang pundak Maura.“Mau, kamu tidak apa-apa? Ada yang terluka?” Tanya Jevan dengan nada khawatir.Perlahan Maura mulai membuka matanya, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah. Jevan dengan raut wajah khawatirnya.“Tidak apa-apa, Mas. Lebih baik kamu keluar. Sepertinya bapak itu marah.”Maura mengisyaratkan Jevan untuk melihat ke depan sana. Disana seorang bapak-bapak berusia sekiatr 40 tahunan keluar dari dalam mobil dengan ekspersi kesalnya. Sudah bisa Maura tebak, pasti bapak-bapak itu akan marah pada mereka.“Kamu tunggu disini ya, Maura. Aku keluar dulu.”Setelah mengatakan itu Jevan langsung keluar menghampiri Sang Bapak. Jevan meminta maaf dan menjelaskan kepada bapak itu bahwa tadi ia sedikit mengantuk. Untungnya bapak itu bisa diajak untuk berkomunikasi dengan kepala dingin. Jadi, masalah ini tak jadi rumit. Setelah seles
Rion berjalan hendak menuju ke kantin, dengan langkah santainya. Sesekali ia juga menyapa beberapa karyawan yang lewat, yang juga menyapanya terlebih dulu. Perutnya keroncongan, Untungnya jam makan siang belum habis. Jadi dia masih bisa makan siang dulu. Diperjalanan itu, Rion tak sengaja berpapasan dengan Maura. Rion tahu bahwa sebenarnya Maura sadar bahwa dirinya tadi bersampingan dengan Rion. Namun, Maura pura-pura tidak melihat Rion dan melengos begitu saja. Rion berdecak kesal, rupanya gadis itu masih marah padanya. Rion berbalik badan, laki-laki itu menghampiri Maura dan menarik tangan gadis itu. “Apa?” Tanya Maura dengan nada galaknya. “Kamu masih marah padaku?” “Gak!” “Tapi kenapa nadamu terlihat kesal begitu?” “Biasa saja!” “Benarkah?” “Ck, entahlah!” Maura kesal pada Rion, rupanya laki-laki ini tidak peka. Daripada Maura bertambah kesal akibat sikap Rion ini, lebih baik dirinya pergi saja tetapi, Rion dengan cepat menahan tangan Maura agar gadis itu tidak kemana-man
Tepat sekali, Jevan benar-benar mengikuti mobil Rion. Sebisa mungkin dirinya mencoba untuk tidak membuat Rion dan Maura curiga padanya. Jevan benar-benar tidak bisa menebak kemana mereka berdua akan pergi. Sampai dimana mobil yang ditumpangi Rion dan Maura belok ke halam rumah yang sangat megah. Jevan berhenti agak jauh, setelah mobil mereka berdua benar-benar masuk ke pekarangan rumah itu. Jevan seperti tak asing dengan rumah ini, bukannya ini rumah keluarga Antonio. Salah satu keluarga konglomerat itu. Iya, Jevan tak salah. Ini memang rumah kediaman Antonio. “Untuk apa mereka kesini?” Saat sudah sampai di rumah. Maura buru-buru keluar dari mobil. Gadis itu lantas berlari dengan rasa khawatir. Langsung saja dia berlari menuju ke kamar mamanya. Saat sampai di depan pintu kamar mamanya, disana Maura melihat mamanya itu terbaring di ranjang dan kemudian tersenyum kala mendapati putrinya kemari. “Mama!” Teriak Maura yang langsung berlari ke arah Sang mama. Maura kemudian memeluk mama
“Rion, bagaimana ini?”Maura menolah ke arah Rion dengan tatapan cemas. Dia takut jika ternyata Jevan sudah tahu kalau Maura memalsukan identitasnya.“Sudah jangan khawatir, atur nafasmu. Bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Sekarang kita keluar.”Setelah Rion berusaha untuk menenangkan Maura yang terlihat sangat cemas itu. Mereka berdua lantas keluar dari dalam mobil dan Jevan langsung saja berjalan mendekat ke arah mereka berdua.“Kalian ada perlu apa kesini?”Maura nampak melirik ke arah Rion yang berdiri di sampingnya, jujur saja dirinya bingung harus menjawab apa sekarang. Dia berharap Rion sudah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan Rion ini.“Aku bekerja disini,” ujar Rion membuat Jevan mengerutkan dahinya bingung. Tak paham akan yang dimaksud laki-laki itu.“Maksudnya?”“Iya, selain bekerja di perusahaanmu. Sebelumnya memang aku sudah bekerja di keluarga Antonio terlebih dahulu. Aku dipekerjakan sebagai orang yang mereka percaya untuk menjaga keluarga ini. Atau bisa disebut aku i
Mendengar apa yang dikatakan oleh Rion barusan membuat Maura diam membeku seketika. Maura masih tidak bisa mencerna apa maksud dari ucapan Rion barusan ini. Apa Rion hanya sedang berusaha untuk mencairkan suasana saja, atau memiliki arti yang lain dari ucapannya barusan.“Ahahah.”Tak Rion duga respon yang diberikan Maura rupanya hanya tawaan saja, apa pernyataan Rion barusan dianggap lelucon?“Kenapa kamu tertawa?”“Ayolah Rion, leluconmu itu sangat tidak lucu, kamu mencoba mecairkan suasana saja kan?”Rion tak merespon ucapan Maura barusan dirinya hanya diam saja. Apakah pernyataan Rion barusan memang terdengar seperti lelucon? Rion tidak boleh marah, wajar Maura berkata seperti itu memang dirinya ini siapa. Rion tak pantas untuk berharap lebih. Lagi pula Rion terlalu mendadak mengatakan hal sensitive seperti ini. Jadi, tidak heran jika Maura mengganggap jika Rion tengah bercanda.“Kenapa, Rion?”Rion yang awalnya tengah melamun itupun akhirnya tersadar.“Ah, ti-tidak. Tidak apa-apa
Maura memasuki kantornya dengan senyum merekah di wajahnya. Jika kebanyakan orang membenci hari senin, karena senin merupakan awal dari minggu yang akan penuh penderitaan. Berbeda hal nya dengan Maura, untuk senin di hari ini. Dia sangat menyukainya, karena apa. Karena pagi ini dia dibawakan bekal masakan mamanya yang dibuat langsung oleh mama Maura. Kemarin malam, niatnya dia akan kembali ke kost. Namun, mama Maura mencegahnya. Katanya ia masih rindu kepada Maura. Melihat wajah memelas Sang mam, Maura jadi tak tega meninggalkannya. Jadilah dia menambah satu malam untuk menginap di rumah.Begitu pula Rion, lkai-laki itu juga ditahan agar ikut menginap disini. Katanya agar mereka bisa berangat bersama besoknya. Dan dia sangat senang, saat Sang mama memberinya bekal untuk makan siang nanti. Ah, Maura sangat rindu masakan mamanya.Sesampainya di ruang kerja, Maura menyimpan kotak bekal di atas meja. Gadis itu kemudian mulai membereskan beberapa kertas dan alat tulis yang berantakan di a
Maura menyalakan kran wastafel kamar mandi. Gadis itu lantas membasuh wajahnya. Tepat sekali, setelah Maura melihat adegan menyakitan antara Jevan dan Sarah tadi. Maura memilih berlari ke kamar mandi dan menumpahkan seluruh air matanya disini. Sudah sekitar sepuluh menit Maura menangis sedari tadi, bahkan matanya kini sudah sembab. Gadis itu jadi tidak berani untuk keluar, apalagi kalau sampai dirinya bertemu Rion. Bisa tamat riwayatnya.“Sial, mataku sangat sembab. Bagaimana ini?”Maura masih terus membasuh wajahnya, berharap sembab dimatanya sedikit berkurang. Namun, nihil hasilnya tetap saja. Dirinya tidak mungkin keluar dengan keadaan seperti ini.“Bagaimana ini? Sangat mustahil, jika aku tidak bertemu Rion sama sekali.”Maura berpikir keras sekali saat ini. Dia harus memikirkan cara agar dirinya tak sampai bertatap muka dengan Rion. Namun, bagaimana?“Apa aku ijin saja, ya?”Awalanya Maura terfikirkan sebuah ide. Mungkin dia bisa saja ijin untuk pulang lebih awal. Namun, setelah